ReKat: JUST GIVE ME MY DAILY BREAD (25 Oktober 2022)

Bacaan Sabda: Amsal 30:1-14 Dari hasil perenungan saya dari Bacaan Sabda, saya mendapatkan: Hikmat yang saya peroleh dari perenungan Firman Tuhan pada hari  ini: Kita harus belajar untuk mengucap syukur dengan   berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Dari permohonan Agur bin Yake kepada Tuhan, kita sebagai komunitas orang percaya perlu belajar untuk berani memohon supaya Tuhan memberi makanan  yang  menjadi bagian kita. Dari Pengamsal kita belajar bahwa dalam pemeliharaan Tuhan,  kita tidak akan mengalami kekurangan. Dari ayat 5 saya memahami:  Firman Allah merupakan perisai bagi orang yang berlindung kepada-Nya. Ketika kita hidup dekat dengan Tuhan, maka Firman-Nya akan menguatkan iman kita supaya kita bisa menang untuk mengalahkan tipu daya iblis. (Swan Lioe)

HUMAN FOOLISHNESS

Sahabat, sesungguhnya tidak masuk akal bila manusia menolak Allah yang Mahakuasa dan lebih memilih bergantung kepada sesama manusia atau kepada berhala. Namun itulah yang sering terjadi. Itulah yang dilakukan oleh umat Israel. Itulah KEBODOHAN MANUSIA. HUMAN FOOLISHNESS. Maka tidak heran Allah menyebut umat Israel  “cacing” dan “ulat” (Yesaya 41:14). Ke manakah gambaran yang lebih enak dibaca seperti: “Kawanan domba Allah,” “Kebun anggur Tuhan,” atau “Umat kesayangan”? Dari dulu sampai sekarang pada umumnya orang  jijik melihat cacing dan ulat, apalagi menyentuhnya. Jadi, tampaknya, pada zaman itu, Israel adalah umat Allah yang menjijikkan! Mengapa bisa begitu? Dosa dan pelbagai pelanggaran menjadi penyebab Israel terpuruk, tidak berdaya, dan menjijikkan. Israel berulang kali melakukan pelbagai pelanggaran.  Mereka berulang kali membelakangi Allah. Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “HUMAN FOOLISHNESS”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 41:1-7. Sahabat, bacaan kita pada hari ini menggambarkan suasana seperti di pengadilan. Bangsa-bangsa diundang untuk datang dan “tampil bersama-sama untuk BERPERKARA” (ayat 1). Yesaya telah menyatakan bahwa bangsa-bangsa lain diundang juga untuk menjadi pewaris bersama-sama Israel (bdk. Ayat 19; 24-25;dan Yesaya  27:13). Maka Tuhan mengundang juga bangsa-bangsa lain untuk datang kepada Dia supaya mendapatkan kekuatan baru. Namun ada masalah yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Oleh sebab itu Yesaya memakai terminologi pengadilan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Telah muncul seorang penakluk yang tidak disebutkan namanya. Mungkin karena dia bukan yang paling penting. Namun kebanyakan penafsir melihat bahwa penakluk itu adalah raja Koresy, yang terkenal dengan kemudahan dan kecepatannya. Tentu yang lebih penting adalah siapa yang menggerakkan Koresy, sang penakluk itu, yaitu yang menentukan apa serta bagaimana ia harus melakukannya (ayat 2-3), dan yang dimaksud adalah Tuhan (ayat 4). Namun manusia sering melakukan hal yang tidak masuk akal. Allah mengundang “pulau-pulau” untuk mendekat (ayat 1), tetapi bukannya mendekat kepada Allah, “pulau-pulau” itu malah saling mendekat satu kepada yang lain (ayat 5), dan mereka bersama-sama datang kepada berhala yang merupakan buatan tukang besi dan tukang emas (ayat 6-7). Yesaya menunjukkan bahwa selain merupakan buatan tangan manusia (ayat 6-7), berhala-berhala itu juga merupakan hasil dari rasa takut manusia (ayat 5-6). Maka sangat ironis bila tukang-tukang tersebut saling “menguatkan” satu dengan yang lain ketika mereka datang kepada berhala yang mereka “kuatkan” dengan paku supaya jangan goyang (ayat 7). Sahabat, sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah, merupakan KEBODOHAN kalau kita memilih memercayai dan menyembah berhala yang hanya ciptaan manusia. Baik berhala masa lampau, berupa patung-patung dan benda-benda alam, maupun teknologi, uang, dan kenikmatan duniawi yang diberhalakan manusia modern, keduanya hampa. PERCAYA dan SEMBAHLAH ALLAH! Karena Dia berdaulat atas hidupmu, dulu, sekarang dan yang akan datang! Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 4? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Bagi Allah tidak ada yang terlalu kotor dan menjijikkan asalkan kita mau bertobat. (pg)

The Death and The Meaning of Life

Sahabat, teman sepelayanan saya, Pdt. Andi O. Santoso dalam suatu pertemuan dia berkata, “Pada suatu saat kita pasti akan mati karena mulai saat ini kita perlu memikirkan apa yang akan kita wariskan kepada mereka yang akan  kita tinggalkan. Kemudian dia menullis sebuah buku yang berjudul: Live Simply, Leave Legacy” Kebanyakan manusia memiliki paradigma bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak menyenangkan: Ada tangisan, kehilangan, dan kemuraman dalam setiap kematian. Selain itu  kematian adalah akhir dari eksistensi manusia di dunia. Kematian juga begitu mengerikan karena misteri yang terkandung di dalamnya: Apa yang terjadi saat orang mati dan ke mana perginya gerangan? Kita tahu bahwa kematian tidak mengenal usia, jenis kelamin dan juga status sosial yang dimiliki oleh seseorang, dan tak seorang pun dari kita dapat menolak atau melarikan diri dari kematian.  Kematian juga tidak dapat kita wakilkan. Maka sebelum kematian menghampiri, mari sejenak kita renungkan: Kematian dan arti hidup. The Death and The Meaning of Life. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Pengkhotbah dengan topik: “The Death and The Meaning of Life”. Bacaan Sabda saya ambil dari Pengkhotbah 7:1-8 dengan penekanan pada ayat 8. Sahabat, bagaimanapun panjangnya suatu masa, pasti ada akhir dari masa tersebut. Contoh: Kalau umur kita  bisa mencapai 100 tahun di dunia ini, pasti tetap ada saat dimana kita harus mati. Kita perlu menyadari bahwa kekekalan hanyalah milik Tuhan. Oleh karena itu, Pengkhotbah menulis sebuah prinsip yang sangat penting dan luar biasa: “Akhir suatu hal lebih baik daripada awalnya. …” (ayat 8a). Mengapa demikian? Bagaimanapun suatu hal pasti ada akhirnya. Akhir tersebut berbicara tentang tujuan dan visi yang akan dicapai. Akhir suatu hal berbicara apakah kita sudah bisa mengakhiri segala sesuatu dengan baik sesuai rencana dan target yang telah kita tetapkan sejak semula ataukah tidak. Pengkhotbah mengingatkan segala sesuatu ada waktunya. Masa lalu sudah berakhir, masa sekarang harus kita jalani. Masa lalu tidak akan dapat berubah, sehingga untuk apa membandingkannya dengan masa sekarang? Justru yang menjadi persoalan adalah kita harus hidup sebaik-baiknya di masa sekarang ini agar di masa depan kita boleh menuai hasil yang baik pula. Pengkhotbah mengajar kita untuk hidup dengan memikirkan bagaimana kita dapat menyelesaikannya dengan baik. Pada akhirnya, setiap manusia akan mati. Pertanyaannya, warisan seperti apa yang kita tinggalkan? Manakah yang lebih penting: KENIKMATAN atau HIKMAT Allah? Apa yang kita nilai berharga akan mengarahkan cara kita hidup. Kita perlu berhikmat dalam menjalani hidup. Hiduplah dengan meninggalkan NAMA YANG HARUM dan HIKMAT YANG BENAR, sebab hal itu memuliakan Allah. Dengan memuliakan Allah dan mengasihi sesama, kita memberi teladan yang baik bagi generasi berikutnya. Sahabat, di rumah duka seseorang seharusnya mulai memikirkan nilai-nilai kehidupan yang lebih mulia dan kekal daripada nilai-nilai yang sementara dan yang akan tersapu dengan waktu. Marilah kita merenungkan bahwa realita kematian adalah realita yang membuat kita memikirkan apa arti hidup kita. Bagaimana kita menjalani hidup ini? Bagaimana kita ingin mati kelak? Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 7? Selamat sejena merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita dipanggil tidak hanya untuk memulai suatu pekerjaan baik, tetapi juga untuk menyelesaikan dan mengakhirinya dengan baik. (pg).

How Great My God is

Sahabat, salah satu himne favorit saya terdapat di buku “Puji-Pujian Rohani 1 No. 171 dengan judul: “Betapa Mulia-Mu”. Dalam bahasa Inggris lagu tersebut berjudul: “How Great Thou Art”. Dalam buku nyanyian berbahasa Indonesia banyak  diterjemahkan menjadi: “Besarlah Allahku”  Syair asli lagu tersebut berasal dari puisi Swedia yang berjudul “O Store Gud”, yang ditulis oleh seorang pendeta Swedia bernama Carl Boberg pada tahun 1886. Selain pengkhotbah evangelikal yang terkenal di masanya, Boberg juga seorang editor sukses di Sanningsvittnet. Ada pun inspirasi yang melatarbelakangi penulisan teks lagu tersebut muncul saat kunjungannya di pantai sebelah tenggara Swedia. Ia terjebak dalam hujan angin ribut disertai petir dan guntur di tengah hari. Setelah badai itu berlalu, sayup-sayup ia mendengar kicauan indah dari burung-burung di atas pohon di sekitar pantai itu. Pengalaman itu mendorong Boberg bertelut, berdoa, menyembah Allah yang Mahabesar. Ia mengabadikan pengalaman itu melalui pujian dan penyembahan terhadap Allah:  Betapa besar Allahku. How Great My God is. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “How Great My God is”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 40:12-31. Sahabat, Kita bisa menyimak bahwa TUHAN sebagai PENCIPTA:  Begitu luar biasa pengetahuan-Nya (ayat 12), kebijaksanaan-Nya (ayat 13-14), kebesaran-Nya (ayat 15-17), keagungan-Nya (ayat 22-24), dan kekuasaan-Nya (ayat 26). Anehnya, segala keluarbiasaan Tuhan tersebut sering kita lupakan. Bahkan, Allah sering kita pertanyakan dalam hidup ini ketika hidup kita sedang berada dalam tekanan berat. Sebagaimana dalam ayat 27, orang Israel mempertanyakan Tuhan yang seolah tidak peduli dan tidak melihat kesusahan mereka dalam pembuangan. Beban tersebut menutupi pikiran dan hati mereka untuk melihat, menyadari, dan memercayai Tuhan sebagai Allah sumber kekuatannya (ayat 29-31). Sahabat, bacaan kita pada hari ini mengingatkan kita akan beberapa hal: Pertama, kita harus melihat alam sekeliling kita untuk kembali menyadari bahwa Tuhan  Sang Pencipta segala sesuatu bukan Pribadi yang lemah, Dia Pribadi yang luar biasa, Dia  mengetahui persis apa yang sedang terjadi dalam hidup kita. Kedua, kita tidak boleh menyamakan dan membanding-bandingkan  Allah dengan apa pun dan siapa pun, karena Ia adalah Pencipta, sementara kita dan segala hal yang ada di dunia ini adalah ciptaan-Nya. Jangan sampai Tuhan Pencipta yang kekal kita gantikan dengan berhala yang fana. Ketiga, kita harus senantiasa bergantung pada Tuhan karena hanya Dialah sumber hidup dan kekuatan kita. Untuk itu, kita seharusnya  tetap percaya dan bergantung sepenuhnya pada-Nya.  Ingatlah, Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita. Harus selalu kita ingat bahwa pertolongan-Nya datang pada waktu yang Dia tentukan, bukan pada waktu yang kita tentukan. Mana mungkin kita mengatur Dia, Sang Pencipta? Sahabat, karena itu sudah selayaknya kita bersyukur memiliki Allah yang begitu luar biasa, begitu dahsyat.  Apa pun yang akan kita hadapi, kita tidak perlu merasa kecil hati dan gentar, karena Tuhan Sang Pencipta senantiasa bersama kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenungan pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 27? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tuhan itu kasih dan Mahakuasa. Dia Mahadasyat. (pg).