God’s Gift to Enjoy

Sahabat, apa yang kita cari dalam hidup ini? Yesus berkata, “… Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Matius 6:24). Mengapa Yesus berkata demikian? Karena Yesus tahu bahwa uang atau harta seringkali menjadi berhala dalam kehidupan manusia. Manusia begitu mencintai uang sehingga bersedia berbuat apa saja demi mendapatkan kekayaan. Pengkhotbah adalah seorang berhikmat yang mengerti bahwa dalam banyak hal uang dan kekayaan ada gunanya dan memang kita butuhkan dalam hidup. Namun, kekayaan merupakan sesuatu yang fana dan memiliki keterbatasannya. Misalnya, uang tidak dapat memberikan rasa puas kepada pemiliknya. Sebaliknya, semakin seseorang memiliki uang, rasa ketidakpuasannya semakin tinggi (Pengkhotbah 5:9). Sahabat, selama kita hidup di dunia, kita perlu berjerih lelah untuk dapat menghidupi hidup kita. Kita perlu berusaha untuk mendapatkan uang guna menopang kebutuhan hidup kita. Bagaimana caranya agar kita dapat menikmati hasil jerih payah kita? Ternyata kita perlu karunia Allah untuk dapat menikmati hasil jerih payah kita. God’s Gift to Enjoy. Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab Pengkhotbah: “God’s Gift to Enjoy”. Bacaan Sabda saya ambil dari Pengkhotbah 6:1-12 dengan penekanan pada ayat 1-2. Sahabat,    dalam Pengkotbah pasal 3:13 Salomo mengingatkan kita: “Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.”  Jika kita bisa menikmati makan, minum serta menikmati hasil kerja kita, itu pun merupakan pemberian atau anugerah dari Tuhan dan bukan atas usaha kita. Lalu dalam Pengkhotbah 5:18 kembali kita diingatkan: “Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya–juga itupun karunia Allah.” Selanjutnya dalam bacaan kita pada hari ini, Salomo menegaskan: “Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia: orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.”  (ayat 1-2) Sahabat, jika Pengkotbah merasa perlu mengingatkan pesan tersebut berulang-ulang, tentu itu artinya ini adalah hal yang sangat penting. Kita hendaknya bisa belajar dari apa yang telah dialami Pengkotbah, karena ia menuliskan itu agar menjadi sebuah pelajaran bagi kita untuk tidak melupakan bahwa ada yang namanya kuasa untuk menikmati yang berasal dari Tuhan sendiri. Itulah kunci yang memampukan kita untuk bisa menikmati setiap hasil jerih payah kita dengan penuh sukacita. Kita memang harus mencari nafkah, tapi kebahagiaan bukan tergantung dari besaran harta yang kita miliki. Sejauh mana kedekatan, kesetiaan dan ketaatan kita kepada Tuhan, itulah yang akan menentukan, apakah kita bisa menerima berkat yang lengkap dari Sang Pemberi, baik berkat-berkat jasmani, kesehatan, kecukupan, kelengkapan maupun sebuah kesempatan bagi kita untuk menikmati itu semua. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 12? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Berbahagialah kita, jika kita bisa menikmati semua yang diberikan oleh Tuhan kepada kita, karena itu merupakan karunia dari Tuhan. (pg).

ALLAH Sang Penyembuh

Sahabat, tujuan dokter  memberikan obat kepada pasien  supaya si pasien mengalami kesembuhan dari sakit-penyakit yang dideritanya. Untuk membeli obat diperlukan uang atau biaya, namun untuk mendapatkan kesembuhan ilahi  (mukjizat)  dari Tuhan tidak diperlukan uang satu sen pun, yang diperlukan adalah iman atau percaya. Jadi syarat mendasar untuk menerima kesembuhan Ilahi adalah beriman 100% kepada Tuhan Yesus, sebagaimana yang Ia katakan,  “Jadilah kepadamu menurut imanmu.”  (Matius 9:29).  Sakit-penyakit apa pun tidak menjadi persoalan bagi Tuhan karena Dia adalah Dokter di atas segala dokter, Tabib yang ajaib.  Tuhan  mampu menyembuhkan segala jenis penyakit yang diderita oleh manusia. Apa yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Tuhan!  Tanpa iman percaya kesembuhan Ilahi tidak akan pernah kita alami. Bagi Sahabat yang saat ini sedang sakit, mari datang kepada Allah Sang Penyembuh. Hari ini kita melanjutkan untuk belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “ALLAH Sang Penyembuh”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 38:1-22. Sahabat, saya yakin setiap orang pasti pernah mengalami sakit. Orang akan merasa sedih apabila penyakitnya divonis tidak dapat disembuhkan. Hal tersebut tentu membuatnya terpuruk dan putus asa. Ternyata seorang raja seperti Hizkia juga dapat sakit dan hampir mati. Yesaya menyampaikan firman Tuhan bahwa Hizkia tidak akan sembuh dari sakitnya. Mendengar hal tersebut, Hizkia berdoa menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Sebagai jawaban doa Hizkia, Tuhan menjanjikan kesembuhan kepadanya, karena sikap Hizkia yang berserah kepada-Nya. Tuhan memperpanjang umur Hizkia, bahkan melepaskan Yehuda dari ancaman Asyur (ayat 4-6). Sahabat, setelah kesembuhannya, Hizkia memuji Tuhan karena di kala kematian mengancam, ia dapat berteriak minta tolong dan berharap kepada Tuhan (ayat 9-16). Tuhan telah menyelamatkan Hizkia, sehingga ia dapat bersyukur dan menyanyikan pujian kepada Tuhan (ayat 17-20). Memang ada saat penyakit membawa penderitaan berat. Namun, jangan sampai penyakit menjauhkan kita dari Allah. Bagi orang Yahudi, penyakit bukan hanya masalah badani, tetapi juga iman. Saat itu Raja Hizkia merasa dikutuk Allah. Dengan perasaan yang remuk, Hizkia menerima kenyataan tersebut, lalu Ia berdoa kepada Allah. Sahabat, penyakit yang kita alami dapat digunakan oleh si jahat untuk menjauhkan kita dari Allah dengan cara menumbuhkan keputusasaan dan kemarahan kepada Allah. Jika kita tidak bisa menerima kenyataan itu, kita dapat meninggalkan Allah. Karena itu mari kita meneladani sikap Hizkia yang tetap berdoa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ia tetap setia sebagai hamba Tuhan. Ia memahami bahwa kesembuhan akan datang sesuai dengan kehendak-Nya. Ia tetap memuji keagungan-Nya pada saat sakit sekalipun. Bersyukurlah bahwa Tuhan Allah kita adalah Allah Sang Penyembuh. Jika ada penyakit yang memberatkan, Ia sumber kekuatan kita. Jangan biarkan penyakit membuat kita melupakan kasih setia Tuhan. Tetaplah berharap kepada-Nya, jalani proses pengobatan dengan sabar, dan biarkan Sang Dokter Agung menyembuhkan kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Berkat apa yang Sahabat terima dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 4-6? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tuhan selalu punya cara untuk menyembuhkan anak-anak-Nya. (pg).

SANJUNGAN: Bak MINYAK yang LICIN Tertuang di Jalan

SANJUNGAN. Sahabat, di ZAMAN NOW hampir semua orang ingin  menjadi orang terkenal, yang DIPUJI dan DISANJUNG oleh banyak orang.  Dunia memang haus akan sanjungan, penghargaan dan pujian.  Banyak yang rela mengorbankan waktunya demi meraih popularitas dan sanjungan dari pihak lain. Namun bagi kita sebagai orang percaya, khususnya para pelayan Tuhan, berhati-hatilah!  Jangan sampai kita haus pujian dari orang lain, karena biasanya kata-kata pujian dan sanjungan itu sangat berbahaya.  Sebab apabila kita mabuk SANJUNGAN kita akan tergelincir.  Sanjungan itu bagaikan minyak yang licin tertuang di jalan, siapa pun yang lewat pasti akan jatuh tergelincir.  Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “SANJUNGAN: Bak MINYAK yang LICIN Tertuang di Jalan”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 39:1-8 dengan penekanan pada ayat 8. Sahabat, Raja Hizkia sakit dan nyaris mati. Namun Tuhan menyembuhkannya. Mendengar sang raja telah sehat kembali, raja Babel mengirim utusan dan memberikan hadiah sebagai tanda sukacitanya. Merasa TERSANJUNG karena mendapat perhatian dari penguasa negeri yang besar, Hizkia memamerkan seluruh harta bendanya, termasuk gudang senjatanya kepada para utusan tersebut. Ya semuanya dipamerkan! SANJUNGAN membuatnya kehilangan kepekaan. Ia lupa bahwa Babel adalah musuh bangsanya. Lalu Nabi Yesaya menegur sang raja. Ia menubuatkan bahwa semua harta berharga di Kerajaan Yehuda itu akan diangkut ke Babel, termasuk keturunan sang raja. Namun itu tidak terjadi pada masa hidupnya. Ternyata SANJUNGAN raja Babel membuat kepekaan raja Hizkia menjadi tumpul. Mendengar nubuat tersebut, Hizkia berpura-pura senang. Ia bahkan memuji bahwa firman Tuhan yang Yesaya sampaikan itu sangat baik. Keterlaluan, Hizkia bukannya menyesali tindakannya dan bertobat, malah merasa lega karena hukuman itu tidak terjadi semasa hidupnya. Hizkia, yang sebelumnya sangat mengandalkan Tuhan, serta dengan berbagai upaya telah menjauhkan bangsanya dari penyembahan berhala, akhirnya menjadi picik dan tidak peduli dengan masa depan bangsanya. KEMAPANAN  dan SANJUNGAN MANUSIA membuatnya lupa diri, mabuk kepayang. Sahabat, sesungguhnya hidup mengandalkan Tuhan bukanlah perkara sekali jadi, melainkan komitmen setiap hari. Ada banyak hal yang dapat membuat kita tergelincir darinya: Sanjungan manusia, kemapanan, kekayaan, kesuksesan, kuasa jabatan, godaan gemerlap dunia, dan lain-lain. Karenanya kita perlu tetap waspada, agar tidak menjadi picik dan hanya memikirkan diri sendiri. Segala yang kita miliki adalah karya kasih Allah dalam kehidupan kita. Semuanya mempunyai tujuan untuk memuliakan Allah. Jangan sampai kita mencuri kemuliaan-Nya dengan menghilangkan peran Allah. Akuilah kasih-Nya dalam semua keberhasilan yang ada dan muliakanlah selalu keagungan-Nya. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 6-7? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tuhan  tidak pernah tertidur dan terlelap, Dia senantiasa memerhatikan dan menyediakan upah untuk setiap jerih lelah kita bagi Dia. (pg).

MENIKMATI HIDUP

Sahabat, pada suatu sore, Santo bercerita tentang Nining, istrinya. Ketika kedua anaknya masih kecil, penghasilannya kecil, kondisi ekonomi keluarganya tentu saja pas-pasan. Kemudian Nining minta izin supaya dia diperbolehkan  kembali bekerja. Akhirnya Nining  mulai bekerja lagi. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, ia dipromosikan untuk jabatan yang cukup tinggi. Tentu materi tidak lagi menjadi persoalan bagi keluarganya. Namun, Nining sekarang terlalu sibuk untuk mengurus anak-anak atau menemani suaminya. Saat mereka mendapatkan kesempatan untuk pergi sekeluarga pun, ia tak pernah bisa lepas dari tuntutan pekerjaan. Ponselnya selalu berdering. Seiring berjalannya waktu, anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang pendiam dan tertutup. Hubungan dengan suaminya pun memburuk. Seolah ada jurang yang makin menganga yang memisahkan mereka. Lama-kelamaan, Nining berubah menjadi pribadi yang cepat marah, sulit puas, dan banyak menuntut. Sahabat, ironis bukan? Penghasilan yang diperoleh seseorang dari pekerjaannya seharusnya membuatnya lebih leluasa melakukan apa yang ia inginkan. Nyatanya, tak selalu demikian. Kesibukan bekerja dapat berbalik menjadi penghambat. Lebih parah lagi, pekerjaan yang seharusnya membuat seseorang bisa membahagiakan keluarga, tidak jarang justru menjadi sumber kehancuran keluarga. Jangan izinkan pekerjaan menghancurkan kebahagiaan keluarga kita. Kita harus tahu, kapan kita harus berhenti sejenak untuk MENIKMATI HIDUP. Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab Pengkhotbah dengan topik: “MENIKMATI HIDUP”. Bacaan Sabda saya ambil dari Pengkhotbah 5:7-19 dengan penekanan pada ayat 17-19. Sahabat, menurut Pengkhotbah, alangkah baiknya jika orang makan-minum dan bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih-payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya. Allah juga mengaruniakan kepada manusia kekayaan dan harta benda serta kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya (ayat 17-18). Sahabat, sesungguhnya setiap hari yang Tuhan sediakan bagi kita merupakan  kesempatan bagi kita untuk menikmati hidup. Setiap jam dan menit sangat berharga. Kita seharusnya menikmati pengalaman hidup setiap hari dengan gembira. Bukan berarti kita hidup selalu berfoya-foya dan sembrono. Kita menikmati hubungan, pelayanan, waktu, kegiatan, kekayaan, dan harta secara bijaksana, penuh syukur, dan sukacita. Kita juga menikmati hidup sebagai kesempatan untuk mencari, mengenal, dan mengalami Tuhan. Pengkhotbah menasihati kita untuk bekerja dengan baik (Pengkhotbah 9:10). Dengan demikian, melalui pekerjaan kita, kemuliaan Allah dinyatakan. Melalui pekerjaan kita, semakin banyak orang diberkati. Karena itu, jangan izinkan pekerjaan menjauhkan kita dari impian kita. Jangan izinkan pekerjaan menghancurkan kebahagiaan keluarga kita. Kita harus tahu, kapan kita harus berhenti. Bukan untuk terus berpangku tangan, tapi untuk beristirahat dan menikmati hidup. Berhentilah sejenak dari kesibukan kerja. Bersukacitalah dalam hasil jerih payah kita (ayat 17-18). Nikmati hal-hal yang menyenangkan hati (ayat 19). Itu semua merupakan karunia Allah. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 10? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tidak ada salahnya menikmati kesenangan hidup, itu juga karunia Allah. (pg).