ReKat: Menemukan JALAN di tengah KEBUNTUAN (09 Agustus 2022)

Bacaan Sabda: Mazmur 143:1-12 Dari hasil perenunganku dari Bacaan Sabda, saya mendapatkan: Ketika kita berada di dalam lembah kehidupan yang kelam, seakan-akan kita ada di posisi kebuntuan dan tiada jalan ke luar lagi, maka kita perlu: Pertama, semakin mendekat kepada Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Daud, mengandalkan akan pertolongan Tuhan. Jangan sekali-kali menjauhkan diri dari Allah dan meragukan akan kuasa Allah. Kedua, kita perlu mengingat bahwa pencobaan yang kita alami tidak akan melebihi dari kekuatan kita. Dengan adanya pencobaan yang terjadi pada kita, membuat iman kita menjadi semakin bertumbuh dan kuat di dalam menghadapi tantangan kehidupan. Ketiga, kita perlu terus mengingat  bahwa tiada yang mustahil bagi Allah kita, Dia sanggup menolong kita menurut waktu dan cara-Nya. Saya memahami ayat 10 sebagai berikut: Kita harus mengikuti akan kehendak Allah, dan jangan sebaliknya kita meminta Allah untuk menuruti akan kehendak kita. Roh Kudus menuntun kita supaya kita hidup di dalam kebenaran Firman Allah  sehingga kita mampu untuk melakukan kehendak-Nya di dalam kehidupan kita. (Swan Lioe)

HALELUYA! Mari kita MENYEMBAH dan MEMUJI TUHAN!

Sahabat, Coba sejenak kita memeriksa penyembahan kita kepada Tuhan selama ini. Apakah hanya ritual, tanpa penghayatan sama sekali, atau sekadar memenuhi kewajiban? Selain itu, Tuhan itu layak dipuji. Dia yang kudus, yang menguasai cakrawala, yang perkasa dengan segala kebesaran-Nya. Dengan apa kita memuji Tuhan? Tentunya dengan segala yang ada pada kita. Dengan tubuh kita, melalui harta kita, dengan sikap dan perbuatan kita. Melalui segala aspek kehidupan,  kita diminta untuk memuliakan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan yang bertakhta di tempat kudus-Nya, juga berhak menerima sembah kita tanpa embel-embel apa pun, tanpa motivasi sampingan apa pun. Haleluya! Mari kita menyembah dan memuji Tuhan. Untuk lebih memahami topik tentang: “HALELUYA! Mari kita MENYEMBAH dan MEMUJI TUHAN!,  Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 150:1-6. Sahabat, mengapa Mazmur terakhir ini mengajak umat untuk memuji Tuhan? Mazmur ini mau mengatakan bahwa memang Tuhan itu layak dipuji. Ketika kita membaca Mazmur 150, kita dapat membayangkan betapa meriah dan megahnya pesta pujian yang diselenggarakan di dalam tempat ibadah. Pesta yang penuh semarak, sukacita, dan kegembiraan! Pesta yang menyuarakan kesyahduan dalam memuji Tuhan yang kudus dan kebesaran karya-Nya. Sahabat, dinamika yang indah dalam puji-pujian tersebut bisa kita lihat dari berjenis-jenis alat musik yang digunakan. Ada tiupan sangkakala, gambus, dan kecapi; ada juga rebana, tari-tarian, permainan kecapi dan seruling. Ada ceracap yang berdenting dan berdentang (ayat 3-5). Di sana terdengar pujian yang penuh sukacita dan kesyahduan. Coba simak, sang pemimpin ibadah dengan lantang dan penuh semangat terus mengajak umat untuk memuji Tuhan. Ia terus berseru, “Pujilah Allah … Pujilah Dia …” (ayat 1-5). Umat pun menanggapinya dengan penuh sukacita, menyanyikan pujian bagi Tuhan dengan iringan berbagai alat musik dan tarian. Sahabat, melalui Mazmur 150 kita belajar bahwa aksi  memuji Tuhan dapat kita nyatakan secara bebas melalui berbagai cara. Adanya berbagai alat musik tersebut menandakan bagaimana setiap orang dapat mengekspresikan luapan hatinya. Baik sukacita maupun kesyahduan menjadi dinamika ibadah yang bisa dihayati dan diekspresikan oleh umat. Kesempatan berekspresi ini sesuai dengan gerak yang ada di dalam hati setiap orang. Tidak ada yang membatasi. Dari situ kita sungguh-sungguh bisa merasakan betapa dahsyatnya kuasa pujian dalam nama Tuhan. Selain itu dari Mazmur 150 kita juga belajar bahwa menyembah Tuhan merupakan kesempatan untuk menghayati ulang kebesaran dan kemuliaan-Nya, serta terkagum-kagum akan karya-Nya yang ajaib. Kalau motivasi kita keliru, atau penghayatan kita dangkal, atau kita ternyata sedang mendua hati dengan hal-hal dunia ini yang lebih menarik daripada dengan Tuhan, kita perlu bertobat! Lantunkan ulang Mazmur 150. Mari hayati kembali penyembahan kepada Tuhan secara segar dan buka hati untuk menerima berkat-Nya. Haleluya! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 6? Selamat sejenak merenung.Simpan dalam-dalam di hati: Manusia diciptakan Tuhan dengan tujuan memberitakan kemasyhuran-Nya. (pg).

SIKAP KITA atas PERISTIWA yang MENIMPA

Pepatah lama mengatakan, “Kita tidak dapat melarang seekor burung terbang di atas kepala kita; tetapi kita dapat melarang burung itu bersarang di atas kepala kita.”  Pepatah tersebut hendak mengatakan bahwa kita tidak dapat menghindari datangnya persoalan, kekecewaan, atau  penderitaan. Tetapi kita dapat menolak permasalahan atau kekecewaan atau penderitaan yang kita rasakan itu terus bersarang dalam hati dan pikiran kita.  Sahabat, pernahkah kamu menemukan dirimu kecewa dengan kenyataan hidup yang tidak sesuai harapan dan rencanamu? Mungkin ketika pengumuman penerimaan mahasiswa diumumkan, namamu tidak ada di daftar calon mahasiswa yang diterima di kampus impianmu. Mungkin ketika kamu sudah belajar dengan giat dan tekun, namun nilai yang keluar jauh di bawah harapanmu. Mungkin ketika kamu lulus kuliah dan siap memulai profesi yang kamu inginkan, namun akhirnya terpaksa bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan bidangmu karena sudah terlalu lama menganggur. Atau mungkin ketika kamu berpikir bahwa kamu sudah menemukan si dia yang tepat untukmu, namun ternyata dia tidak berpikir hal yang sama. Jujur saja, saya juga pernah.  Saya pikir kita semua pasti  pernah  menemukan diri kita dalam salah satu kondisi di mana hidup berjalan di luar kendali kita. Itu bukan hidup yang kita pikirkan, itu bukan jalan yang kita inginkan. Ketika saat-saat seperti itu tiba, yang paling penting bagaimana sikap kita dalam menghadapi peristiwa yang menimpa. Untuk lebih memahami topik tentang: “SIKAP KITA atas PERISTIWA yang MENIMPA”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 50:15-21 dengan penekanan pada ayat 20. Sahabat, banyak hal yang menimpa Yusuf ada di luar kendalinya: Diceburkan ke sumur, dijual sebagai budak, dijebloskan ke penjara, dan akhirnya menjadi penguasa Mesir. Semua di luar kemauan Yusuf. Dia mengalami banyak hal buruk sebelum akhirnya menjadi penguasa Mesir. Namun, tak satu pun dari semua itu menentukan diri Yusuf sebagai manusia. Hal yang menentukan diri Yusuf sebagai manusia adalah sikap Yusuf terhadap apa yang terjadi. Jika dia mau, dia bisa membalas kejahatan saudara-saudaranya. Tetapi, dia memilih memaknai positif semua yang menimpanya (ayat 20), dan memilih tetap mengasihi saudara-saudaranya (ayat 21). Sikap yang dia ambil itulah yang menentukan siapa dia sebenarnya. Sahabat, sebagaimana Yusuf, kita juga banyak tak bisa mengendalikan hal yang menimpa kita. Banyak hal terjadi di luar kemauan maupun kendali kita. Kita tak selalu bisa memilih atau mengontrol peristiwa yang menimpa. Tetapi, kita selalu punya peluang untuk mengontrol dan memilih sikap kita. Ketika hal buruk terjadi, kita selalu punya peluang untuk menentukan sikap kita atasnya: Marah, atau rela menerima; mendendam, atau tulus mengampuni; menjauhkan diri, atau merangkul; memelihara trauma yang timbul, atau berusaha move on. Peristiwa dalam hidup memang bisa memengaruhi kita. Tetapi, pada akhirnya, sikap kita atas peristiwa itulah yang menentukan diri kita sebagai manusia: Menjadi manusia yang diperbudak dorongan negatif yang merusak hidup, atau menjadi manusia yang menjunjung tinggi keutamaan hidup. Haleluya! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 17-18? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ketika ada orang  berbuat jahat kepada kita, ingatlah … Di balik itu ada rancangan Allah yang baik, sehingga kita dapat belajar untuk melepaskan pengampunan. (pg).

Terus Berusaha HIDUP SALEH

Sahabat, ada cukup banyak  orang beranggapan bahwa hidup saleh di saat ini ibarat menegakkan benang basah, sesuatu yang mustahil dilakukan.  Mengapa demikian?  Karena dunia sudah begitu rusak dan penuh kejahatan di segala bidang kehidupan. Apa itu hidup saleh?  Kata saleh memiliki pengertian:  Taat, sungguh-sungguh menjalankan ibadah, suci dan beriman.  Bagi orang-orang dunia menjalani hidup saleh mungkin hal yang mustahil, tetapi bagi orang percaya adalah sangat mungkin, karena Tuhan telah memberikan Roh kudus-Nya kepada kita dan menganugerahkan segala sesuatu yang berguna untuk hidup saleh  (2 Petrus 1:3). Karena itu kita sebagai komunitas orang percaya terus berusaha hidup saleh. Untuk lebih memahami topik tentang: “Terus Berusaha HIDUP SALEH”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 149:1-9. Sahabat, Mazmur 149 ditulis oleh seorang ahli kitab yang berefleksi atas kemenangan yang pernah terjadi dalam hidup umat Tuhan. Sang Pemazmur melihat bahwa, meskipun umat hidup dalam penindasan dan sengsara karena bangsa lain, mereka terus berusaha untuk hidup saleh (ayat 1 dan  5). Hal itu mendatangkan sukacita dalam kemuliaan. Selanjutnya, sang Pemazmur juga melihat bahwa umat itu adalah umat yang rendah hati (ayat 4). Ia telah menyaksikan bahwa Tuhan berkenan memberi mahkota keselamatan kepada umat yang seperti itu. Kemenangan pun dianugerahkan kepada mereka. Umat dibebaskan dari penindasan bangsa lain. Mereka bahkan mampu menaklukkan bangsa penindas tersebut. Oleh karena itu, mereka pantas menyanyikan nyanyian baru; bukan lagi nyanyian derita dan keluh kesah, melainkan nyanyian kemenangan di dalam Tuhan. Dari Mazmur 149 kita diingatkan bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup kita, kita dipanggil untuk tetap berusaha hidup saleh. Untuk bisa menjalani hidup saleh dibutuhkan kerendahan hati. Ketika orang mampu bersikap rendah hati, ia pun akan mampu menekan egoisme. Hal ini penting karena ego inilah yang sering kali menyebabkan manusia lebih memilih marah, memberontak, bahkan menyakiti orang lain di tengah situasi yang tidak disukainya. Sahabat, untuk menjadi orang saleh dibutuhkan kesadaran penuh tentang siapa kita dan apa yang mesti kita lakukan. Kita adalah umat Allah yang patut tunduk kepada-Nya serta terus berusaha untuk melakukan kehendak-Nya. Kerendahan hati Yesus sampai Ia rela mati di kayu salib adalah teladan penting bagi kita. Sebagaimana Yesus pada akhirnya menang atas maut, kemenangan yang sama akan kita peroleh juga di dalam Allah. Melalui Mazmur ini kita belajar bahwa pada akhirnya keadilan Tuhanlah yang ditegakkan dan mendatangkan semarak bagi mereka yang dikasihi Tuhan. Untuk itu, mari kita terus berusaha hidup saleh dan rendah hati, maka nyanyian baru akan terus bergema dalam hidup kita. Haleluya! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 1 dan 5? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Pengenalan akan Kristus membawa pertumbuhan kehidupan kesalehan spiritual kita. (pg).