Kami bersyukur kepada-Mu dan memuji nama-Mu. Meme Firman Hari Ini (31 Juli 2022).
Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera. Meme Firman Hari Ini (30 Juli 2022)
SENI Melipat KEPAHITAN
Sahabat, hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan akhirnya tahun pun berganti tahun, itu menunjukkan bahwa segala sesuatu ada akhirnya dan selalu berubah. Bila segala sesuatu harus ada akhirnya dan berganti dengan suasana baru, lalu bagaimana dengan keadaan dan suasana hati kita? Apakah juga sudah mengalami pembaruan? Jika di masa-masa lalu terjadi kekecewaan, kegeraman, pertikaian, saling membenci, saling memfitnah di antara keluarga, teman, rekan sepelayanan atau di mana saja, apakah sampai hari ini rasa itu masih tertanam di dalam hati kita, sehingga timbul suatu akar pahit? Ada kepahitan di hati kita? Apakah kita terus diam saja dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal di hati kita masih berkecamuk rasa dendam, kepahitan dan sakit hati? Sahabat pasti pernah melipat kertas menjadi bentuk burung, perahu, bunga, atau serangga. Kegiatan melipat kertas tersebut dikenal sebagai kerajinan origami. Origami itu seni melipat kertas dari Jepang. Origami berasal dari bahasa Jepang “ori” yang memiliki arti lipatan dan “kami” yang berati kertas. Sesungguhnya Origami mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan dalam melipat kertas supaya dapat menghasilkan suatu karya yang indah. Tanpa pengetahuan yang benar dan keterampilan yang memadai, kita tidak akan bisa menciptakan lipatan-lipatan kertas menjadi bentuk yang kita inginkan. Bentuk-bentuk yang unik dan indah. Demikian juga dengan KEPAHITAN, ada seni melipat kepahitan. Untuk lebih memahami topik tentang: “SENI Melipat KEPAHITAN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 45:1-18 dengan penekanan pada ayat 5. Sahabat, Kisah Yusuf merupakan cerita sukses seorang anak manusia dalam melipat segemap kepahitan yang terjadi dalam hidupnya. Kesuksesan hidup diraih Yusuf lantaran ia memiliki pengetahuan yang benar akan rencana Tuhan dalam hidupnya (ayat 5). Mimpi-mimpi pada masa mudanya bukanlah mimpi tanpa visi. Yusuf memandang mimpi sebagai pengetahuan yang memampukan dirinya untuk melihat masa depan keberlangsungan bangsanya. Berbekal pengetahuan tersebut, Yusuf terampil dalam melipat segenap pengalaman hidupnya yang tidak menyenangkan. Perlakuan buruk dari saudara-saudaranya hingga mendekam di penjara Mesir merupakan rangkaian kepahitan yang harus dilaluinya supaya dapat menyelamatkan ayah dan saudara-saudaranya dari bahaya kelaparan. Keselamatan Yakub dan keluarganya menandai keindahan rencana Tuhan melalui hidup Yusuf. Sahabat, kepahitan hidup yang berhasil diatasi oleh Yusuf laksana lipatan-lipatan ilahi yang menghasilkan satu bentuk keindahan di tangan Sang Mahakasih dan Maha Perancang. Hidup Yusuf adalah bukti yang tak terbantahkan. Yusuf berhasil melipat kepahitannya dengan apik dan menarik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5? (Efesus 4:31-32 dan Matius 6:14-15) Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita yang telah beroleh pengampunan dari Tuhan juga harus mau membuka hati untuk mengampuni orang lain, dan lipatlah semua kepahitan yang ada! (pg).
SANDARAN HIDUP
Sahabat, dalam perjalanan dari Semarang ke Salatiga, istri seorang teman sepelayanan bercerita bahwa anaknya laki-laki ingin mendapatkan pasangan hidup seperti dirinya, yang dapat dijadikan sandaran hidup suami. Anaknya berdoa supaya diberikan seorang pasangan yang sesuai dengan kriterianya, pasangan yang bisa membuat hidupnya lebih baik lagi. Dia ingin Tuhan mempertemukan dirinya dengan orang yang tepat untuk dijadikan sandaran hidup. Anak teman saya berpikir jika sudah memiliki pasangan yang sesuai dengan yang dia mau, maka hidupnya akan terasa lebih indah. Dia bisa 100% mengandalkan pasangannya dalam berbagai hal. Suka dan duka akan dia bagi dengan pasangannya. Hidupnya akan terasa jauh lebih berwarna daripada ketika dia masih bujangan . Lalu pikiran dan hati saya dipenuhi dengan tanda tanya besar: “Apakah tepat pasangan hidup dijadikan sandaran hidup? Dapatkah pasangan hidup menjadi sandaran hidup yang kekal?” Untuk lebih memahami topik tentang: “SANDARAN HIDUP”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 144:1-15. Sahabat, Daud menuliskan nyanyian yang dicatat sebagai Mazmur 144 sebagai ucapan syukur atas penobatannya sebagai raja. Ia kemudian mengungkapkan doanya kepada Tuhan bagi bangsanya dalam perang dan dalam damai. Daud ingin menekankan pentingnya melihat kepada Tuhan sebagai dasar dari sandaran umat kepada-Nya. Daud mengawali nyanyiannya dengan pujian dan ungkapan yang terus terang di hadapan Allah, karena ia mengenali perhatian Allah atas umat-Nya (ayat 1-4). Pengenalan akan Allah memungkinkan Daud untuk menyerukan permohonan supaya Allah bertindak atas bangsa-bangsa yang menindas umat (ayat 5-8). Daud kemudian menaikkan syukur kepada Allah atas pemeliharaan-Nya baik dalam kondisi perang maupun damai (ayat 9-14). Daud mengajarkan bahwa bagi umat Allah, posisi dan prestasi bukan semata-mata hasil pencapaian mereka, melainkan suatu bukti karya pemeliharaan Allah mereka (ayat 15). Sahabat, bagaimana cara kita menilai bahwa seseorang diberkati oleh Allah? Apakah artinya kita akan memiliki harta berlimpah dan posisi yang bergengsi? Lihat bagaimana Daud menjabarkan realitas berkat: Allah menyertai dalam keadaan sulit seperti perang, dan keadaan baik yakni damai. Setiap pemberian yang kita terima adalah buah karya Allah bagi pekerjaan-Nya. Hal yang terutama adalah sikap hidup yang siap dan rela merendahkan diri di hadapan Allah. Yesus Kristus memberi kita kekuatan ketika Ia menjanjikan bahwa Ia pergi menyediakan tempat bagi kita, dan akan kembali menjemput ketika tempat itu sudah tersedia (Yohanes 14:1-3). Kalimat tersebut sesungguhnya menekankan tentang kepastian Allah yang dapat dijadikan sandaran. Masalah muncul ketika manusia tidak mau menyandarkan diri kepada Allah. Sahabat, sesunggguhnya harta abadi bukanlah soal apa yang kita bisa pamerkan, melainkan siapa yang hadir dalam kehidupan kita, baik dalam susah maupun senang. Allah yang sejati adalah Tuhan yang setia, yang senantiasa hadir dalam kehidupan umat-Nya. Dialah sandaran hidup kita yang kekal. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini? Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 3-4? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita seharusnya merasa sangat aman kalau kita bisa bersandar kepada Tuhan yang Mahakuasa, hidup dan kekal. (pg).
JANJI: Hutang yang harus DIBAYAR
Sahabat, pengalaman kita dalam hidup bermasyarakat bercerita bahwa salah satu perhelatan yang penuh dengan JANJI adalah KAMPANYE PEMILU. Para kandidat berjanji untuk berjuang membela kepentingan rakyat kecil. Tetapi setelah terpilih, ternyata ada cukup diantara mereka yang berjuang hanya untuk kepentingan partai atau diri sendiri. Janji tinggal janji. Padahal, KUALITAS KARAKTER seseorang teruji ketika ia sanggup MEMENUHI JANJI. Apa itu janji? Janji adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara 2 orang atau lebih di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa berupa sumpah atau jaminan. Janji adalah suatu kesanggupan untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam usaha untuk mendapat kepercayaan. Janji dapat diucapkan maupun ditulis sebagai sebuah kontrak (Wikipedia). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa janji adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Maka dapat disimpulkan bahwa janji merupakan hutang yang harus dibayar. Untuk lebih memahami topik tentang: “JANJI: Hutang yang harus DIBAYAR”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 44:18-34 dengan penekanan pada ayat 33. Sahabat, Yehuda tergolong orang yang memenuhi janji. Ia berani mengambil risiko untuk melindungi Benyamin, adiknya. Ia maju untuk menghadapi Yusuf ketika Benyamin akan dijadikan budak oleh Yusuf karena di dalam karungnya kedapatan piala perak Yusuf. Ungkapan “Yehuda dan saudara-saudaranya” mengingatkan bahwa Yehuda adalah juru bicara untuk keluarga. Pernyataan Yehuda ini merupakan pembelaan terpanjang terhadap manusia di dalam kitab Kejadian dan merupakan salah satu pidato paling mengharukan di dalam Alkitab. Sahabat, Yehuda tahu risiko yang dihadapinya karena melindungi adiknya. Ia tahu bahwa Yusuf bisa saja membunuhnya. Namun, Yehuda berani maju untuk membela keluarga dan memohon belas kasihan Yusuf. Ini yang perlu kita garis bawahi, Yehuda telah berjanji kepada Yakub bahwa ia akan menjamin keamanan Benyamin. Sekarang Yehuda punya kesempatan untuk menepati janji itu. Menjadi budak adalah nasib buruk, tetapi Yehuda bertekad untuk menepati janji kepada ayahnya. Ia menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam melaksanakan janji. Bagi Yehuda, janji merupakan hutang yang harus dibayar. Menepati janji berarti menjalankan apa yang telah dijanjikan secara bertanggung jawab dengan tekad dan keberanian, termasuk bila harus berkorban. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 32-34? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jika seseorang menyadari dan menginsyafi kesalahan, itu belum menunjukkan apa-apa. Kita butuh tindakan nyata sebagai pembuktian. Tindakan yang berubah, ini merupakan bukti bahwa manusia lama kita sudah tanggal. (pg).