Di dalam TUHAN ada PENGAMPUNAN

Sahabat, ada cukup banyak orang percaya masih bergumul sendiri dengan akal dan pikirannya, masih belum yakin bahwa dosa-dosanya telah diampuni oleh Tuhan.  Pertanyaan dalam hati pun semakin menjadi-jadi ketika mereka membaca ayat berikut ini:  “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.”  (1 Yohanes 1: 8).  Memang benar bahwa semua manusia telah berdosa, tetapi  “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”  (1 Yohanes 1:9). Jangan pernah meragukan pengampunan Tuhan. Tuhan Mahapengampun. Di dalam Tuhan ada pengampunan, “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yesaya 1:18) Untuk lebih memahami topik tentang: “Di dalam TUHAN ada PENGAMPUNAN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 38:1-30. Sahabat,  Yehuda tak peduli dengan tradisi keluarganya.   Kakek dan ayahnya menikah melalui proses  perjodohan dan prinsip kekerabatan, tetapi Yehuda keluar jalur. Ia bergaul ke kalangan luar yaitu kaum Adulam. Saat  melihat Syua (2), ia tertarik, lalu menikah. Dari pernikahannya, dia mendapat tiga orang anak: Er, Onan, dan Syela. Sebagaimana  pernikahannya yang dini dan tanpa  perencanaan, ia mengawinkan Er terlalu cepat juga. Tamar dipilihnya dari orang Kanaan. Tanpa penjelasan, dikatakan bahwa  Er jahat di mata Tuhan hingga Tuhan membunuh dia (ayat 7). Dalam tradisi Ibrani, adik almarhum harus memperistri janda kakaknya untuk mendapat keturunan atas nama almarhum. Namun Onan melakukan persetubuhan tidak sesuai aturan dan jahat di mata Tuhan, hingga ia dibunuh Tuhan juga (ayat 10). Singkat cerita, istri Yehuda meninggal (ayat 12). Tak lama berselang, ia bersetubuh dengan seorang perempuan yang dikiranya pelacur. Padahal, tanpa sepengetahuannya, perempuan itu adalah Tamar, menantunya sendiri. (ayat 16-19). Kemudian tersiar kabar bahwa Tamar telah bersundal. Berita itu sampai di telinga Yehuda. Dia menjadi marah dan menuntut agar Tamar dibawa dan dibakar. Tetapi, Tamar membela diri. Ia menunjukkan cap meterai, kalung, dan tongkat pemberian Yehuda saat bersama dengannya. Di situlah Yehuda sadar dan mengaku telah berbuat salah (ayat 26). Sahabat, dalam penilaian moral, kita bisa saja mengatakan perbuatan Yehuda dan Tamar salah. Bagaimana bisa seorang mertua tidur bersama dengan menantunya sendiri? Ini adalah sebuah kejahatan di mata Tuhan. Meskipun demikian, Allah tetap mengampuni Yehuda karena ia telah mengaku dosanya. Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita membuka diri seutuhnya kepada Tuhan? Jika belum, marilah kita mengaku dosa dan membuka diri kepada Tuhan. Janganlah kita merasa malu, sebab Tuhan itu baik dan penuh kasih. Ia akan mengampuni, asalkan kita mau mengaku dosa dan sungguh-sungguh mau bertobat. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami tentang pengampunan dosa? (Yohanes 8:36 dan Efesus 1:7) Selamat sejenak merenung. Doa: “Tuhan mampukan kami untuk mau membuka diri dan mengaku dosa kami kepada-Mu.” (pg).

POLA ASUH dan POLA DIDIK ANAK

Sahabat, saya dan istri sejak di awal pernikahan sudah punya komitmen, mengingat segala keterbatasan yang kami miliki, kami minta kepada Tuhan agar dititipi  2 orang anak saja. Tuhan mengabulkan permohonan kami, dua orang anak dititipkan kepada kami, perempuan dan laki-laki. Kami minta hikmat kepada Tuhan agar kami dapat mengembangkan pola asuh dan pola didik anak dengan benar. Oleh anugerah Tuhan, anak kami yang pertama dapat melanjutkan studi di Amerika sejak dia duduk di kelas 2 SMA. Sedangkan anak kami yang kedua menyelesaikan SMA nya di Semarang. Tuhan memakai seorang teman sepelayanan untuk mengingatkan kami agar kami juga dapat memberi kesempatan kepada anak kami yang kedua untuk melanjutkan studi di Amerika. Oleh berkat dan pertolongan Tuhan, kerinduan kami dapat mewujud. Orangtua perlu menjaga agar dapat memberikan perhatian dan kesempatan yang sama kepada  anak-anak mereka. Untuk lebih memahami topik tentang: “POLA ASUH dan POLA DIDIK ANAK”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 37:1-11 dengan penekanan pada ayat 3. Sahabat, Yusuf merupakan anak  Israel yang kesebelas. Artinya, dia mempunyai banyak saudara. Ia masih muda. Dia biasa menggembalakan kambing dan domba bersama saudara-saudaranya (ayat 2). Ada julukan yang melekat dalam diri  Yusuf yaitu “Anak Emas Israel”.  Ayat ke-3 bagian awal mencatatat: “Israel lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain.” Salah satu buktinya adalah ketika Israel membuatkan jubah yang amat sangat indah hanya bagi Yusuf seorang (ayat 3-b). Sahabat, Yusuf punya satu tabiat yang tidak disukai saudara-saudaranya. Dia suka mengadu kepada ayahnya perihal kejahatan mereka (ayat 2). Hal-hal itulah yang memicu saudara-saudaranya membenci Yusuf. Kebencian saudara-saudara Yusuf makin menjadi-jadi ketika Yusuf menceritakan mimpinya. Pada saat itu Yusuf sudah berusia 17 tahun (ayat 2). Seharusnya, ia mampu menimbang sikap dan memilih yang baik. Tetapi, coba perhatikan:  Yusuf suka mencari-cari dan melaporkan kesalahan saudaranya. Dia suka diistimewakan, dan menikmati jubah mahaindah khusus untuknya. Dia mungkin tahu, mimpinya akan memantik kegusaran segenap keluarganya. Namun, dia menceritakan mimpinya, dan menceritakan lagi. Sahabat, karakter Yusuf muda sungguh buruk: Kurang peka, suka diistimewakan, tidak punya rasa keadilan, tidak mau menimbang lebih dalam maupun bertenggang rasa, tak peduli respons orang lain terhadap kata dan perilakunya. Akibatnya di keluarga Yakub terjadi perang dingin. Rasa iri dan benci tumbuh semakin subur. Semua itu bermula dari pola asuh dan pola didik yang dikembangkan oleh Israel (ayat 3a). Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa peranan seorang ayah dalam pembentukan karakter anak-anaknya? (Efesus 6:4) Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jika saling membenci, apakah kasih masih tinggal di dalam hati kita? (pg).

TERSEDU-SEDAN di tepian Bengawan BABEL

Sahabat, kehidupan ini tak mesti selalu lancar dan tiada masalah. Ada saat-saat penuh sukaria, tetapi ada juga saat-saat penuh kesusahan. Orang percaya juga tak luput dari persoalan ini. Yang membedakan orang percaya dengan orang yang belum percaya adalah bagaimana orang percaya memakai setiap pergumulan hidupnya; apakah itu kelancaran atau penderitaan menjadi suatu kesempatan di mana ia belajar mengenal Tuhan lebih dekat. Lalu mungkinkah orang percaya menaikkan nyanyian syukur kepada Tuhan saat menderita? Sangat mungkin! Buktinya, Paulus dan Silas di penjara Filipi (Kisah Para Rasul 16:25). Mengapa mereka bisa memuji Tuhan di tengah penderitaan? Karena mereka melihat penderitaan itu sebagai kehormatan untuk melayani Dia yang sudah menderita bahkan mati bagi mereka. Oh ya, pernahkah Sahabat  terduduk hingga tersedu-sedan? Bagi yang pernah mengalami kedukaan tentu dapat membayangkan bagaimana perasaan orang yang terduduk diam dengan gundah hingga menangis tersedu-sedan. Untuk lebih memahami topik tentang: “TERSEDU-SEDAN di tepian Bengawan BABEL”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 137:1-9. Sahabat, Mazmur 137 berisi bait-bait kenangan akan kepahitan hidup ketika umat Israel berada di pembuangan Babel. Kedukaan paling mendalam adalah saat mereka tidak bisa lagi datang beribadah ke hadapan Tuhan. Begitulah keadaan di negara asing. Tidak mengherankan bila Sion, kota suci Yerusalem, tempat kediaman Tuhan, begitu dirindukan, hingga mereka terduduk dan menangis tersedu-sedan di tepian bengawan  Babel (ayat 1). Permintaan orang-orang Babel supaya umat Israel menyanyikan lagu Sion penuh dengan cemooh (ayat 3). Umat Israel sadar bahwa tantangan dari orang-orang Babel itu memperkuat kerinduan pulang ke tanah air. Kerinduan akan hadirat Tuhan memenuhi kata-kata pujian akan kemuliaan Sion sebagai takhta Tuhan. Sahabat, kenangan pahit itu tidak mudah dilupakan. Ketika umat sudah kembali, pengalaman tersebut sengaja tidak dilupakan. Bait-bait mazmur pun dicipta untuk menemukan dorongan transformatif. Dapat dibayangkan ketika umat Tuhan teringat akan masa pembuangan dulu. Sang pemazmur bertekad bahwa ia tidak akan melupakan Yerusalem sampai kapan pun (ayat 5-6). Ia juga berseru kepada Tuhan supaya Tuhan menunjukkan keadilan-Nya (ayat 7-9). Kini, sedu-sedan di tepian bengawan Babel terbayar sudah. Rindu yang terpendam untuk berziarah ke Sion akhirnya dapat dipuaskan. Yerusalem benar-benar menjadi puncak sukacita. Bila sewaktu berada di tepian bengawan Babel mereka terduduk hingga tersedu-sedan, kini di Sion mereka bisa berdiri dan bernyanyi dengan sukacita. Sahabat, begitulah kerinduan kita akan kemuliaan Tuhan dipuaskan. Dahulu di bawah kuasa dosa kita terduduk hingga tersedu-sedan, kini di dalam anugerah Tuhan kita bangkit berdiri dan menyanyikan pujian penuh sukacita. Sampai kapan pun hati kita tertuju kepada hadirat Tuhan. Betapa berharganya hati yang selalu rindu kepada Tuhan.  Berdasarkan hasil perenungan dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberpa pertanyaan berikut ini: Apa yang Sahabat pahami dari ayat 1-4? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5-6? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-alam di hati: Mazmur 137 mengajak kita dengan berani dan jujur menghadapi realita hidup, bagaimana pun pahitnya. (pg).