Ada yang menyebar harta, tapi bertambah kaya. Meme Firman Hari Ini (07 Juli 2022).
Jangan berbicara di telinga orang bebal. Meme Firman Hari Ini (06 Juli 2022)
ReKat: JANGAN cepat MENYERAH (02 Juli 2022)
Bacaan Sabda: Mazmur 124 : 1 – 8. Berdasarkan hasil perenungan saya dari Bacaan Sabda, saya mendapatkan: Dari ayat 6-8, sebaiknya yang saya lakukan ketika sedang ditindih beban berat : Saya sungguh meyakini bahwa Tuhan pencipta alam senesta ini, pada waktunya Tuhan pasti menolong, menyertai dan memberi solusi yang tepat sesuai dengan keberadaan yang sedang saya hadapi dan alami. Bersabar diri tidak perlu menyesali diri dengan kondisi yang sedang terjadi. Justru sedang dalam keadaan ditindih, merupakan pembelajaran yang sungguh berarti. Walaupun sedang ditindih, terasa berat, seakan-akan tak mampu bergerak, tetapi terus bersikap memantapkan diri agar iman kepada Yesus Tuhan, tetap kuat dan tegak. Pengalaman saya dapat melewati pandemi covid-19 dengan selamat. Ketika Pandemi Covid-19 mengganas, saya dan istri semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu kami terus menaati petunjuk petugas kesehatan dengan bertaat melakukan protokol kesehatan, Tiga M: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak. Saya dan istri juga taat melaksanakan vaksin sampai dengan vaksin yang ketiga. Bersyukur bahwa sampai saat ini kami tetap dalam keadaan sehat, tidak terpapar covid-19. (Haryono)
DIPULIHKAN untuk MEMULIHKAN
Sahabat, mengamati perjalanan kehidupan Esau, seharusnya ia akan menjadi orang yang susah dan melarat. Ishak, ayahnya, menubuatkan hal-hal yang jauh dari kehidupan layak baginya, apalagi untuk menjadi orang kaya (Kejadian 27:39). Ia juga telah menjual hak kesulungannya kepada Yakub. Namun, dua puluh tahun kemudian, saat berjumpa dengan Yakub, ternyata Esau menjadi orang yang kaya! Ia sanggup membayar empat ratus orang pengiring. Ia berkata kepada Yakub bahwa dirinya memiliki banyak harta sehingga bermaksud menolak segala pemberian Yakub. Esau telah berhasil melemparkan “kuk” dari tengkuknya. Dia telah menjadi orang yang kaya. Dia telah berusaha dengan sungguh-sungguh maka dia telah mengalami pemulihan. Maka tiba saatnya bagi Esau yang sudah dipulihkan, untuk memulihkan hubungan dengan adik kandungnya, Yakub. Untuk lebih memahami topik tentang “DIPULIHKAN untuk MEMULIHKAN” Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 33:1-20, dengan penekanan pada ayat 1, 4, dan 9. Sahabat, Yakub sadar dengan siapa ia akan berhadapan: Esau, kakak yang pernah ditipunya. Yakub menduga, Esau akan mengamuk jika berjumpa dengannya. Perbuatan curangnya ketika mencuri hak sulung dan berkat Esau, masih menghantuinya. Sesal menerornya. Apalagi, saat para utusan melaporkan bahwa Esau datang dengan iringan empat ratus tentara (Kejadian 32:6-7). Yakub menjadi kalut, kecut, takut, dan sesak hatinya. Ada peribahasa berbunyi: “Pembalasan lebih kejam daripada perbuatan.” Peribahasa itu tertuju kepada orang yang sedang dirasuki dendam. Biasanya Si Pendendam akan berusaha mencari cara membalaskan kesumatnya. Sebenarnya kerasnya hati seseorang bisa dilembutkan. Bara dendam bisa diredam asal dia rela terbuka terhadap kasih dan pengampunan. Sahabat, sejak Yakub berjumpa dengan Allah di tepi sungai Yabok, ia mengalami perubahan yang luar biasa (Kejadian 32:27-28). Maka ketika Yakub melihat bahwa Esau datang didampingi oleh 400 orang, ia tidak lagi gentar, ia berani berjalan di depan. Kemudian ia sujud sampai ke tanah tujuh kali, hingga ia sampai ke dekat kakaknya itu (ayat 3). Selanjutnya terjadi hal yang luar biasa, Esau berlari mendapatkan Yakub, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciuminya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka (ayat 4). Ternyata justru Esau yang berinisiatif terjadinya rekonsiliasi diantara mereka. Sahabat, sungguh, Allah berkenan mengubah hati manusia. Dendam dan permusuhan pun berubah ketika kasih yang bertakhta. Kasih Allah mampu membuat keduanya melupakan getirnya masa lalu. Awal pemulihan relasi adalah niat dan keberanian untuk mengambil risiko demi memulai perubahan. Kita harus melawan rasa takut dan prasangka. Untuk itu, kita bisa meniru kisah dua bersaudara tersebut. Mereka sadar bahwa permusuhan tak selamanya harus dipelihara. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini? Nilai hidup apa yang dapat Sahabat peroleh dari kisah perjalanan hidup Esau? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Cara yang paling efektif dan terhormat untuk membalas dendam adalah dengan mengampuni. (pg).
SUMPAH DAUD
Sahabat, padanan kata SUMPAH yaitu nazar, kaul, janji, niat dan prasetia. Pengalaman hidup kita bercerita, banyak orang yang bernazar berkaitan dengan kepentingan dirinya. Misalnya, pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari 10 tahun tapi belum dikaruniai seorang anak pun, mereka kemudian bernazar kalau Tuhan mengaruniai mereka seorang anak, mereka akan menjadi donatur rutin panti asuhan. Berbeda dengan Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada pada tahun 1336 pada saat dia dilantik menjadi Patih Amangkubhumi di Kerajaan Majapahit. Sumpah Palapa yaitu janji Gajah Mada tidak akan memakan buah palapa, sejenis rempah-rempah, bila belum berhasil menguasai (menyatukan) pulau-pulau di Nusantara di bawah Kerajaan Majapahit. Untuk lebih memahami topik tentang: “SUMPAH DAUD”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 132:1-18 dengan penekanan pada ayat 3-5. Sahabat, Mazmur 132 termasuk nyanyian ziarah. Pada zaman Daud, Sion menjadi pusat dan tujuan untuk keperluan berziarah. Ini selaras dengan keyakinan bahwa Sion merupakan tempat kediaman Allah. Ketika orang berziarah, kedekatan dengan Allah menjadi tujuannya dan dibutuhkan tekad yang kuat. Gambaran tentang hal ini tampak dalam nyanyian ziarah. Lewat nyanyian tersebut, para peziarah dapat mengungkapkan semua perasaan tentang tekad dan kehendaknya. Sahabat, dalam Mazmur 132 mengungkapkan kehendak kuat Daud; ia bersumpah: “Sesungguhnya aku tidak akan masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku, sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap, sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub.” (ayat 3-5) Luar biasa, Daud adalah manusia biasa seperti kita, tapi ia menjadi orang yang hidupnya dikenan Tuhan (Kisah Para Rasul 13:22). Pasti ada banyak faktor yang membuat hidup Daud berkenan di hati Tuhan. Faktor utama karena Daud sangat mengasihi Tuhan. Kasihnya kepada Tuhan melebihi segala-galanya. Kerinduannya untuk tinggal dalam hadirat Tuhan begitu mendalam. Ia sangat mencintai dan menghormati hadirat Tuhan, “Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; …” (Mazmur 84:2-3a). Bagi Daud, lebih baik satu hari di pelataran-Nya dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahnya dari pada diam di kemah-kemah orang fasik (Mazmur 84:11). Meski sudah menjadi raja atas Israel, tinggal di istana yang megah, perabot yang mewah, dengan tentara yang kuat, dia tetap merasa bahwa lebih baik berada di rumah Tuhan. Sahabat, dikenan oleh manusia saja membuat kita merasa bahagia dan bangga, coba bayangkan bila hidup kita ini dikenan oleh Tuhan, yang adalah Bapa yang bertakhta di dalam Kerajaan Surga, Pencipta langit dan bumi dan juga Raja di atas segala raja. Itulah yang harus kita kejar! Itulah sasaran hidup kita sebagai orang percaya! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Menurut Sahabat, apa yang menjadi latar belakang Sumpah Daud di ayat 3-5? Hikmat apa yang Sahabat petik dari perenunganmu pada hari ini? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sudahkah kita menjadi orang percaya yang berkenan di hati Tuhan seperti Daud? (pg).
PERJUMPAAN dengan ALLAH
Sahabat, pagi itu Bapak dan Ibu Andreas Christanday yang saat ini sedang berada di Amerika, mengirimkan foto mereka bersama Johan (anak kami yang kedua) bersama istri dan anaknya. Bapak dan Ibu Andreas berjumpa dengan Johan dan keluarganya di Columbus Ohio. Suatu perjumpaan yang tidak terduga dan membawa sukacita. Perjumpaan dengan sesama yang tidak terduga membawa sukacita, apalagi perjumpaan dengan Allah. Perjumpaan dengan Allah adalah peristiwa istimewa dalam pengalaman manusia karena kita adalah manusia berdosa sehingga mustahil dapat bertemu dengan Dia yang Mahakudus. Hanya Allah sendiri yang merelakan diri-Nya hadir, berdiam, dan bersekutu bersama dengan umat-Nya. Semua dilakukan-Nya karena kasih dan anugerah-Nya, Untuk lebih memahami topik tentang: “PERJUMPAAN dengan ALLAH”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 32:22-32. Sahabat, kita percaya Allah memelihara kehidupan kita. Tetapi kepercayaan kita bukanlah kepercayaan yang pasif, melainkan percaya yang aktif. Pemeliharaan Allah harus kita perjuangkan melalui karya kita. Berkat Allah tidak sekonyong-konyong turun dari langit. Manusia diberi akal dan kekuatan untuk memperjuangkan berkatnya. Allah sendiri yang akan menghargai perjuangan kita dengan menurunkan berkat-Nya. Sahabat, sama seperti kita, Yakub bukanlah manusia sempurna. Ia bahkan merupakan karakter yang memiliki cukup banyak kelemahan. Kehidupan Yakub terasa begitu lekat dengan persoalan tipu menipu. Namun, dibalik segala kelemahan itu Yakub memiliki iman yang sangat kuat, yaitu iman yang percaya dan berjuang untuk mendapatkan berkat Allah, sampai akhirnya ia mendapatkan berkat yang dibutuhkannya. Kita perlu belajar untuk memiliki iman seperti itu, yang percaya penuh akan kuasa Allah dan mau berjuang keras supaya Allah memberkati kita. Perjumpaan Yakub dengan Allah di tepi sungai Yabok mengubah hidupnya (ayat 24-29). Yakub bergumul dengan seorang pria hingga fajar menyingsing (ayat 24). Pertarungan yang sengit dan menguras tenaga. Dari pertarungan ini Yakub memperoleh tiga hal: Nama baru, dari Yakub menjadi Israel (ayat 28), pangkal paha yang sakit (ayat 25), dan sebuah kemenangan (ayat 28). Sahabat, kitab Hosea mengatakan bahwa Yakub dapat menang dalam pergumulannya dengan Allah bukan melalui kekuatan yang dimilikinya, tetapi dengan menangis dan memohon belas kasihan (Hosea 12:5). Itulah kunci dari kemenangan Yakub dalam pergumulannya dengan Allah, dari pergumulan sengit dan keinginan kuat untuk memohon berkat dari Tuhan. Yakub menamai tempat itu Pniel, karena dia melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawanya tertolong (ayat 30). Sejak diberkati Allah, Yakub mengalami perubahan. Ia mulai bergantung kepada Allah dan tak lagi hanya mengandalkan pikiran dan kemampuannya. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Nilai hidup apa yang Sahabat petik dari perenunganmu pada hari ini? Tolong bagikan pengalaman perjumpaanmu dengan Yesus Kristus yang mengubahkan hidupmu. Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ketika berjumpa pribadi dengan Kristus hidup kita diubahkan. (pg)
Tetap RENDAH HATI
Sahabat, berlaku sombong adalah tindakan yang paling mudah dilakukan orang karena bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun, dengan hanya bermodalkan ucapan. Itulah sebabnya orang menganggap kesombongan perkara sepele, tidak termasuk dosa. Benarkah demikian? Sesungguhnya kesombongan merupakan dosa yang sering kurang disadari oleh banyak orang, termasuk orang percaya, padahal dosa ini mengantarkan si pelaku kepada kehancuran. Ciri-ciri orang yang berlaku sombong: Merasa diri hebat, paling benar dan patut dihormati. Orang yang berlaku demikian memiliki kecenderungan untuk merendahkan orang lain. Sadar atau tidak kesombongan akan terus membawa orang kepada dosa-dosa yang lain. Itulah sebabnya orang yang sombong akan mudah sekali marah atau tersinggung apabila keberadaannya kurang dianggap. Karena itulah orang yang sombong sangat suka dipuji dan dihormati (gila hormat). Karena merasa diri hebat dan benar orang yang sombong juga cenderung tidak mau menerima teguran atau kritikan dari orang lain. Karena itu kita sebagai orang percaya, sepatutnya kita tetap rendah hati. Untuk lebih memahami topik tentang: “Tetap RENDAH HATI”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 131:1-3. Sahabat, Daud memahami bahwa rasa puas diperoleh ketika ia memercayakan hidupnya hanya kepada Allah saja. Dalam doanya di hadapan Allah, ia belajar menenangkan hatinya, berserah dan berharap sepenuhnya hanya kepada Allah (ayat 2-3). Penyerahan ini yang menjadi alasan mengapa ia dengan berani berkata bahwa ia tidak tinggi hati, tidak memandang dengan sombong, tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar bahkan hal-hal yang terlalu ajaib (ayat 1). Raja bangsa-bangsa di sekitar Israel dapat dipastikan mengejar hal-hal yang ditolak oleh Daud tersebut. Namun, Daud menjadikan Allah sebagai sandaran jiwanya dan kepuasan batinnya. Dia menyerahkan kehidupannya ke dalam pimpinan Allah. Kepuasannya di dalam Allah inilah yang menjadi alasan bagi keamanan jiwanya. Daud tidak harus membuktikan keunggulannya dibandingkan dengan raja-raja di sekitar Israel. Kerendahan hati dan penyerahan diri kepada Allah inilah yang diungkapkan dalam seruan kepada Israel untuk berharap senantiasa hanya kepada Allah (ayat 3). Sahabat, sebagai umat Allah, teladan yang diberikan oleh Daud menjadi dasar bagi kita UNTUK TETAP RENDAH HATI. Tidak ada hal yang perlu disombongkan karena segala sesuatu berasal dari Allah dan kita sudah dipuaskan dengan itu. Kepuasan di dalam Allah membuat kita tidak perlu mengejar kesia-siaan yang umumnya dikejar oleh orang-orang yang belum mengenal Allah. Sesama yang Tuhan tempatkan di sekeliling kita bukanlah saingan untuk menunjukkan superioritas diri. Di dalam kerendahan hati dan penyerahan diri, kita dapat mengajak orang-orang yang ada di sekitar kita untuk turut berharap kepada Allah. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa yang Sahabat pahami tentang kesombongan? (Amsal 21:4 dan Amsal 6:16-19) Nilai hidup apa yang Sahabat petik dari perenunganmu pada hari ini? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: “Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu.” (Yesaya 2:11)