KEBIMBANGAN: Musuh dari Iman

Sahabat, KEBIMBANGAN adalah salah satu panah yang Iblis lepaskan ke arah setiap orang percaya selain ketakutan, kekhawatiran dan sejenisnya.  Iblis mau supaya manusia tidak lagi percaya dan beriman kepada Tuhan dan firman-Nya, melainkan percaya kepada dustanya.  Jelas sekali bahwa kebimbangan adalah musuh dari iman.  Selama kebimbangan menguasai hati dan pikiran seseorang mustahil ia memercayai janji Tuhan yang tertulis di Alkitab.  Secara fisik mungkin saja seseorang berada di ruang ibadah dan mendengarkan firman Tuhan, tetapi sesungguhnya firman tersebut tidak lagi mendapat tempat di hati dan pikirannya. Untuk lebih memahami topik tentang: “KEBIMBANGAN: Musuh dari Iman”, Bacaan Sabda saya ambil dari Kejadian 15:1- 21. Sahabat, Abram menyadari bahwa dirinya sudah tua. Ia juga tidak memiliki keturunan sebagai ahli waris. Karena itu, ia mempersiapkan Eliezer menjadi ahli warisnya (ayat 2). Itulah adat dan budaya yang berlaku pada waktu itu. Namun, Allah tetap setia pada perjanjian-Nya bahwa yang akan menjadi ahli waris adalah keturunan jasmani Abram dan Sarai (Kejadian 12:2). Allah memperteguh janji-Nya kepada Abram bahwa keturunannya akan sebanyak jumlah bintang di langit (ayat 5). Abram memercayai janji itu dan Allah memperhitungkannya sebagai kebenaran. Sahabat, Percaya bukanlah barang jadi. Kepercayaan dalam diri seseorang merupakan proses. Iman sangat terkait erat dengan pertumbuhan dan tidak sekali jadi. Setiap orang perlu belajar percaya. Meski telah empat kali Allah menampakkan diri kepada Abram, dan janji akan keturunan itu belum tergenapi, Abram belajar untuk percaya. Percaya berarti memercayakan diri kita kepada pribadi yang kita percayai. Dan Abram memercayakan dirinya kepada Allah. Itulah yang menyenangkan hati Allah. Mengapa Abram percaya? Sejatinya itulah jalan terlogis. Bukankah Allah itu Mahakuasa? Bukankah Abram telah menjadikan Dia sebagai Tuannya? Dan jalan terlogis seorang hamba-yang memang tidak tahu hari depan adalah percaya penuh kepada Sang Tuan. Sahabat, Allah sungguh menghargai orang yang percaya penuh kepada-Nya. Karena itu, apa pun persoalan yang kita hadapi, hanya iman kepada Allahlah yang akan menjadi kekuatan dan solusi. Tentu ada banyak hambatan, tantangan, dan godaan dalam hidup kita. Semuanya itu kadang membuat kita khawatir dan cemas akan janji Allah. Marilah kita terus belajar untuk tetap percaya kepada-Nya! Sebab Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28). Sekali lagi, percayalah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Mengapa Abram mendapat predikat: “Bapa orang beriman”? (ayat 6 dan Roma 4:20) Apa yang menyebabkan Abram percaya kepada janji-janji Tuhan? (Ayub 42:2) Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Kuatkanlah iman kita demi meraih janji TUHAN dalam hidup kita. (pg)  

MUKJIZAT: Bagian Tuhan

Sahabat, coba kita amanati, ketika kita merayakan ulang tahun gereja, maka hampir pasti akan disampaikan tentang Sejarah Gereja. Banyak hal akan diungkap, sejak awal gereja dirintis sampai saat ulang tahun gereja dirayakan. Hal yang paling ditonjolkan adalah campur tangan Tuhan dalam perjalanan pelayanan gereja. Banyak hal yang patut disyukuri dan dinyatakan. Salah satu pernyataan kita sebagai komunitas orang percaya: Bahwa sesungguhnya MUKJIZAT itu merupakan bagian Tuhan. Untuk lebih memahami topik tentang: “MUKJIZAT: Bagian Tuhan”,  Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 114:1-8.  Sahabat, dengan gaya sastra yang unik dan apik, Mazmur 114 menceritakan kembali bagaimana bangsa Israel keluar dari Mesir. Untuk membawa bangsa Israel ke Tanah Perjanjian, Allah membelah Laut Teberau (Keluaran 14:21-31) dan menghentikan aliran Sungai Yordan (Yosua 3:16). Hampir setiap gunung yang dilewati menyimpan kenangan ajaib, khususnya ketika gunung batu yang keras memancarkan air untuk diminum (Keluaran 17:6). Sahabat, Mazmur 114 menjadi menarik karena Pemazmur menceritakan kedahsyatan peristiwa tersebut dengan bertanya kepada alam, tentang apa yang membuat mereka (laut, sungai, gunung, dan bukit) bereaksi sedemikian dahsyat (ayat 5-6). Tanpa perlu dijawab, semua orang sudah tahu jawabannya: Tuhan semesta alamlah yang menggerakkan mereka. Walaupun demikian, pertanyaan Pemazmur membawa kita untuk menantikan jawaban maupun pengakuan alam terhadap kedahsyatan Tuhan. Dengan pertanyaan: “Ada apa …?”, jawaban yang diharapkannya merujuk pada suatu peristiwa (ayat  5). Peristiwa itu adalah penyelamatan umat Allah; ada umat Allah yang akan lewat. Pemazmur hendak menegaskan bahwa agar umat-Nya selamat, Allah tidak segan-segan mengadakan keajaiban alam. Tidakkah hal tersebut seharusnya menyadarkan kita: Betapa pentingnya keselamatan kita di hadapan Allah? Sahabat, hidup kita adalah perjalanan pembebasan dan penyelamatan oleh Allah. Sayangnya, kita sering lalai memerhatikan bagaimana Allah mengatur keadaan sekitar untuk menyelamatkan kita. Sering kali fenomena alam dimaknai sebagai hukuman Tuhan. Bagi orang Mesir, laut terbelah adalah penghancuran besar-besaran, dan aliran sungai yang terhenti adalah bencana bagi kehidupan orang Kanaan. Sebaliknya, bagi orang Israel, kedua keajaiban itu adalah peristiwa yang menyelamatkan. Belajar dari perjalanan orang Israel, baiklah kita mengimani bahwa Tuhan membawa kita pada keadaan yang lebih baik. Selain itu, setiap peristiwa yang terjadi, yang Tuhan izinkan untuk kita alami merupakan cara Tuhan untuk melapangkan jalan kita kepada-Nya. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Keyakinan apa yang perlu kita pegang erat-erat sebagai orang percaya? (Markus 9:23) Mengapa kita tidak boleh membiarkan ketakutan menguasai hidup kita? (Yesaya 51:10) Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan, karena Dia Tuhan yang Mahakuasa! (pg).

BEREMPATI untuk MEMBERIKAN AKSI

Sahabat, dalam hidup selalu ada nilai-nilai penting yang bisa kamu dapatkan setiap harinya. Entah itu dari hal yang sederhana atau nilai besar yang kamu rasakan. Terkadang tanpa disadari akan timbul berbagai macam perasaan setelah kamu bertemu dengan sebuah kejadian. Kamu bisa merasa sedih, bahagia, kecewa, ataupun marah. Semua itu dikatakan wajar terjadi ketika kamu rasakan. Namun sebaliknya, jika kamu tidak pernah merasakan kepedulian,  termasuk pada hal yang memilukan. Rasa peduli bisa tumbuh karena banyak hal. Kepekaan perasaan akan membuatmu berpikir mengenai tindakan yang akan kamu lakukan. Apakah hanya akan sekadar bersimpati atau kamu akan berempati untuk memberikan aksi. Untuk lebih memahami topik tentang: “BEREMPATI untuk MEMBERIKAN AKSI”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 14:1-16. Sahabat, meskipun tempat yang didiami Lot sangat subur, namun daerah itu tidak aman karena rawan konflik dan peperangan. Sahabat, itulah yang terjadi: Gejolak politik di daerah tersebut pecah. Beberapa raja yang takluk di bawah kekuasaan Kedorlaomer selama 12 tahun bermufakat untuk mengadakan pemberontakan (ayat 1-4). Peperangan terjadi di mana-mana. Raja Sodom dan Gomora kalah perang (ayat 10). Karena itu, seluruh rakyatnya ditawan (ayat 11). Lot pun ditawan dan hartanya juga dirampas (ayat 12). Saat Abram mendengar kabar buruk tentang Lot, ia pun mengangkat senjata untuk membebaskan keponakan beserta keluarganya, dan juga harta bendanya (ayat 14-16). Sahabat, tindakan Abram menunjukkan kasihnya yang besar kepada Lot. Walaupun Lot pernah berselisih dengan pamannya soal lahan untuk makanan ternak, namun Abram tetap peduli akan nasib keponakannya. Untuk menyelamatkan Lot, Abram mengerahkan segala daya yang dimilikinya. Abram menyiapkan 318 orang pasukan terlatih yang siap tempur (ayat 14). Pasukan ini adalah orang-orang yang lahir dan menjadi dewasa di rumah Abram (ayat 14). Pernyataan ini memperlihatkan adanya kedekatan relasional antara Abram dan pasukannya. Tidak perlu diragukan lagi bahwa mereka sangat setia kepada tuan mereka, Abram. Selama ini kita hanya melihat figur Abram sebagai pedagang. Tetapi, siapa pernah menyangka bahwa seorang pedagang bersama 318 orang pasukan saja mampu mengalahkan kekuatan besar Kedorlaomer dan para sekutunya (ayat 14-17a). Tentu saja kemenangan itu bukan milik Abram, melainkan milik Allah. Tanpa penyertaan Allah mustahil Abram dapat memenangkan peperangan tersebut. Berulang kali kita mendengar kata cinta muncul dalam kehidupan manusia. Tentu saja itu baik, namun belum cukup jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata. Karena itulah, kita dipanggil Allah untuk menjadi terang dan garam dunia. Tindakan tersebut mencerminkan kepedulian dan cinta kasih Allah kepada ciptaan-Nya agar mereka tidak binasa, melainkan beroleh keselamatan, dapat menikmati hidup kekal. Berdasar hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, berkat apa yang Sahabat peroleh dari tindakan Abram dalam menyelamatkan Lot (ayat 14-16 dan Kejadian 13:8). Selamat sejenak merenung. Tuhan menolong dan memberkati. (pg).