Mempertemukan yang MAU dengan yang MAMPU

Sahabat, dalam rangka persiapan pelaksanaan Kebaktian Syukur Yubileum Christopherus, khususnya dalam rangka penerbitan buku Bunga Rampai “Christ for all, all for Christ”, saya seringkali berkomunikasi dengan Bapak Andreas Christanday. Dalam berbagai kesempatan bertemu atau berkomunikasi, Pak Andreas bercerita bahwa pendekatan pelayanan yang dikembangkan Yayasan Christopherus yaitu mempertemukan mereka yang mau dengan yang mampu. Dengan demikian terjadi saling tolong menolong dalam menanggung beban pelayanan  bersama. Untuk lebih memahami topik tentang: “Mempertemukan yang MAU dengan yang MAMPU”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Galatia 6:1-10 dengan penekanan pada ayat 2. Sahabat, bertolong-tolongan adalah sifat keunggulan melayani dalam kebersamaan. Dengan bertolongan kita menangung beban secara bersama. Dengan bertolongan kita berbagi pergumulan hidup. Dengan demikian akan terjadi yang mau dapat menolong yang mampu, demikian sebaliknya yang mampu dapat menolong yang mau. Salah satu program Departemen Persekutuan Biji Sesawi  (PBS) yaitu memberikan tunjangan kepada Guru-Guru Agama Kristen (GAK) di SD-SD Negeri (SDN) di Semarang. Ada cukup banyak SDN yang belum mempunyai GAK, padahal di SDN tersebut cukup banyak murid yang beragama Kristen. Di sinilah Departemen PBS berperan mempertemukan antara yang mau dengan yang mampu. Ada kaum muda yang terpanggil sebagai GAK dan ada orang-orang percaya dan gereja yang berkenan memberi dukungan setiap bulan kepada mereka melalui Departemen PBS. Sahabat, nasihat Rasul Paulus, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2). Itu bermakna bahwa dengan bergandengan tangan dalam melewati berbagai tantangan hidup, kita dapat  saling menguatkan dan mendukung satu sama lain di tengah masa-masa yang sulit. Melalui kepedulian dan kasih Kristus yang ditunjukkan kepada sesama, kesulitan-kesulitan hidup yang dialami sepatutnya mendekatkan kita kepada Kristus dan kepada satu sama lain, dan bukannya membuat kita terkucil sendirian di tengah kesulitan yang menghimpit. Hidup yang tolong menolong diharapkan mampu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dan bukti nyata kita mau dan bisa bekerjasama dengan orang lain. Kepedulian ini sangat dibutuhkan dalam sebuah kerjasama untuk saling tolong menolong sebagai sesama orang percaya. Sahabat, hidup yang tolong menolong berarti juga kita saling memberi. Kita saling memberi diri untuk menolong orang lain. Kita memberikan pemikiran dan ide-ide kita untuk menolong orang lain. Dengan bertolong-tolongan kita bisa merasakan penderitaan orang lain. Kita terhindar dari sikap egoisme dan penonjolan diri. Karena itu, marilah berjuang untuk terus bertolong-tolongan  meringankan beban kita.  Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Berkat apa yang Sahabat peroleh dari nasihat Rasul Paulus di ayat 3-5? Hikmah apa saja yang Sahabat peroleh melalui prinsip universal dalam dunia pertanian   yang disampaikan oleh Rasul Paulus dalam ayat 7-9? Selamat sejenak merenung. Tuhan menolong dan memberkati. (pg)

Takut Akan Tuhan: MENDATANGKAN REZEKI

Sahabat, Felix Baumgartner, pemegang rekor dunia terjun bebas dari Austria, dijuluki “manusia tanpa rasa takut”. Tepatkah julukan tersebut?  Ternyata justru rasa takutlah yang berperan besar dalam kesuksesannya melakukan berbagai aksi menantang maut. Rasa takut menjadi teman seperjalanannya selama mempersiapkan diri melakukan terjun bebas. Baginya, rasa takut itulah yang membuatnya ekstra hati-hati dan memperhitungkan segala situasi dengan cermat. Dalam wawancara dengan The New York Times, ia berkata, “Saya tahu apa saja konsekuensinya jika ada yang salah. Pikiran seperti itulah yang melintas di benak saya setiap saat. Bagaimana kalau saya tidak akan bertemu lagi dengan keluarga saya?” Untuk mengatasi ketakutan itu, ia didampingi seorang psikolog. Rasa takut dapat diibaratkan sebagai alarm yang Tuhan tanamkan dalam diri manusia. Dengan adanya rasa takut, manusia diharapkan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya atau orang lain. Ini yang sangat istimewa: Takut akan Tuhan mendatangkan rezeki. Untuk lebih memahani topik tentang: “Takut Akan Tuhan: MENDATANGKAN REZEKI”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 111:1-10 dengan penerkanan pada ayat 5. Sahabat, haleluya!  Demikianlah Pemazmur memulai pujiannya kepada Allah. Seruan itu merupakan awal dari rangkaian tulisan Mazmur 111. Seruan liturgis yang ingin menyatakan betapa Tuhan layak untuk dipuji. Melalui pujian ini, Pemazmur ingin menyatakan syukur, sukacita, dan pengakuan imannya di hadapan publik. Ia juga mengajak yang hadir untuk ikut serta dalam rasa syukur dan menaruh keyakinan pada Allah Israel, Penguasa alam semesta. Secara detail Pemazmur menyatakan bahwa perbuatan Tuhan itu sangat dahsyat. Hal itu tampak nyata pada alam semesta dan dalam peristiwa-peristiwa yang dialami. Semuanya itu layak direnungkan siang dan malam agar pelajaran berharga dapat dipetik dalam hidup ini dan diwujudkan dalam keseharian, baik melalui perkataan, perbuatan, nyanyian, pujian, dan berbagai bentuk kesenian lainnya. Apa yang ditulis dalam ayat 6-9 mengingatkan kita pada peristiwa pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir. Pengalaman itu mengajak kita untuk semakin yakin bahwa Tuhanlah Sang Pembebas. Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan. Segala titah-Nya teguh. Dia melakukan segala sesuatu dalam kebenaran dan kejujuran-Nya. Ia mengikat perjanjian dengan umat-Nya untuk selama-lamanya. Karena itu, umat diajak untuk memegang teguh segala titah-Nya supaya mereka memperoleh hikmat, yakni takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Jika umat Allah hidup menurut ketetapan-Nya, maka hidup mereka akan memperlihatkan perbuatan yang baik dan berakal budi (ayat 10). Sahabat, takut akan Tuhan lahir dari dorongan untuk menghormati Tuhan, suatu rasa takut yang memungkinkan seseorang berpikir untuk melakukan hal-hal yang selaras dengan perintah-Nya. Takut akan Tuhan membuat cermat mengambil keputusan dan memilih, bukan hanya berdasarkan kesenangan pribadi, melainkan menurut kehendak-Nya. Rasa takut seperti itu  yang akan mendatangkan rezeki, “Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. …” (ayat 5).   Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Mengapa Pemazmur mengajak umat untuk bersyukur kepada Tuhan? (Ayat 2-4) Hidup seperti apakah yang tepat untuk merespons segala kebaikan Tuhan? (ayat 5, dan 7-9) Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Takut akan Tuhan  mengantarkan kita ke dalam kebahagiaan hidup yang sejati. (pg)

Gantungkan Cita-Citamu SETINGGI LANGIT

Sahabat, pada waktu saya jadi Guru Sekolah Minggu, cerita tentang “Menara Babel” menjadi salah satu cerita favorit saya. Dengan penuh antusias saya sering menceritakannya kepada para murid. Nimrod dan kawan-kawan ingin mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, tapi Tuhan tidak berkenan dengan program mereka. Lalu bagaimana dengan Bung Karno,  Presiden pertama Indonesia, yang dengan suara menggelegar, mencoba menggoncang hati generasi muda bangsanya, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit, Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang. ” Salahkah Beliau? Untuk lebih memahami topik tentang: “Gantungkan Cita-Citamu SETINGGI LANGIT”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 11:1-9 dengan penekanan pada ayat 4. Sahabat, keadaan bumi dikatakan satu logat dan satu bahasa (ayat 1). Kesatuan bahasa membuat manusia dapat berkomunikasi dan berkumpul di tanah Sinear (ayat 2). Di sanalah mereka merancang untuk membangun kota yang sangat besar dan megah dengan menara menjulang sampai ke langit (ayat 4a). Tapi Tuhan tidak berkenan dengan rencana mereka itu, maka Tuhan mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak dapat saling berkomunikasi satu sama lain (ayat 6-7) dan Allah menyerakkan mereka ke seluruh bumi (ayat 8-9). Sahabat, mengapa Tuhan tidak berkenan dengan rencana mereka. Ini yang menjadi kuncinya,  “ … dan marilah kita cari nama.” Ternyata mencari nama dapat dipahami sebagai keinginan untuk bebas, mandiri, dan tanpa kungkungan Allah. Artinya, mereka ingin menjadi  “Tuhan” atas hidup sendiri. Pernyataan menara yang puncaknya sampai ke langit menunjukkan seolah-olah mereka tengah melawan Tuhan. Karena itu, sejak awal Tuhan melihat rencana mereka sebagai tindakan pemberontakan (ayat 6). Selain itu, keinginan mereka untuk mengumpulkan dan memusatkan semua bangsa untuk tinggal di satu kota sangat bertentangan dengan rancangan Tuhan. Sejak penciptaan dunia ini, Allah telah merencanakan supaya manusia dapat memenuhi bumi. Caranya adalah dengan menyebar ke segala penjuru bumi. Karena kedegilan hati manusia, Allah turun tangan untuk mengacaubalaukan bahasa mereka. Itu sebabnya, kota itu disebut Babel, yang artinya kekacauan. Lalu, mengapa Tuhan perlu mengacaubalaukan bahasa manusia? Tuhan sangat mengerti bahwa komunikasi merupakan hal terutama dalam kehidupan manusia. Tanpa komunikasi mustahil sebuah komunitas dapat melaksanakan rencana dan programnya dengan baik. Karena komunikasi di antara mereka terhambat, maka satu sama lain tidak dapat memahami bahasa masing-masing. Akibatnya rencana mereka pun ambyar. Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Mengapa Tuhan tidak berkenan dengan program dari Nimrod dan kawan-kawannya? (Ayat 4 dan Yesaya 2:11). Menurut pemahaman Sahabat, apa yang menjadi kunci utama keberhasilan sebuah program? (Ayat 6). Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Kita ini tidak lebih daripada embusan nafas, tak sepantasnya menyombongkan diri! (pg)