AIR SUSU dibalas dengan AIR TUBA

Sahabat, sejak kelas V SD saya sangat senang dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, apalagi kalau sedang membahas peribahasa,  puisi, dan pantun. Salah satu peribahasa yang saya ingat di luar kepala yaitu: “Air susu dibalas dengan air tuba” yang artinya kebaikan dibalas dengan kejahatan. Tentu saja kita tidak suka diperlakukan demikian oleh orang lain yang sudah kita tolong. Sekalipun kita tidak mengharapkan balasan, tetapi kita juga tidak ingin mendapat perlakuan jahat sebagai balasannya. Namun, kadang tidak kita sadari  bahwa justru hal itulah yang kita lakukan kepada Allah? Untuk lebih memahami topik tentang: “AIR SUSU dibalas dengan AIR TUBA”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 106:1-12. Sahabat, bangsa Israel memang dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk, bahkan Allah sendiri pun menyatakan demikian (Keluaran  32:9). Berulang kali mereka menyaksikan dan mengalami karya Tuhan dalam kehidupan mereka, tetap saja mereka memberontak kepada Allah. Mukjizat demi mukjizat mereka lihat dan alami, namun hal itu seolah-olah tidak membekas di hati dan pikiran mereka (ayat 7). Tak terhitung banyaknya pertolongan dan kemurahan Allah atas kehidupan umat-Nya. Kenyataannya, bukan rasa terima kasih yang keluar dari hati mereka, melainkan sungut-sungut dari mulut mereka. Walaupun mereka dikenal sebagai bangsa yang bebal, tetapi hal itu tidak menghalangi Allah untuk menyelamatkan mereka. Pemazmur berseru kepada umat Israel untuk bersyukur kepada Tuhan karena Ia baik dan kasih setia-Nya abadi (ayat 1). Di sini Pemazmur dengan gamblang mengungkapkan bahwa kebahagiaan akan dimiliki oleh mereka yang senantiasa berpegang pada hukum Allah dan berlaku adil (ayat 3). Sahabat, dalam Mazmur 106 kita melihat bahwa Pemazmur sedang menaikkan pujian kepada Allah karena kasih setia-Nya yang besar. Dalam pujiannya, Pemazmur menceritakan tentang pengalaman bangsa Israel ditolong Tuhan. Meskipun pada waktu itu umat Tuhan memberontak, Tuhan tetap mengasihi dan menyelamatkan umat-Nya dari musuh-musuh mereka (ayat 6-11). Sekalipun berkali-kali mereka berpaling dari Tuhan, Ia tetap menyelamatkan, bahkan memelihara kehidupan mereka. Namun, kebaikan Allah dibalas dengan ketidaksetiaan umat-Nya, bagaikan air susu dibalas dengan air tuba. Mengapa Allah tetap mengasihi dan menyelamatkan umat-Nya? Karena Ia adalah Allah yang setia dan penuh kasih. Kasih setia-Nya begitu besar melebihi langit. Kasih dan kesetiaan-Nya tidak terpengaruh oleh perbuatan manusia. Allah berbuat seperti itu karena didorong oleh kebaikan dan kemurahan hati-Nya, bukan didasarkan pada perbuatan baik umat-Nya. Hanya karena kasih dan kesetiaan-Nya, umat diselamatkan. Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Bagaimana pemahaman Sahabat tentang kebaikan Allah dalam hidup kita? Lalu respons apa yang dapat kita berikan atas anugerah-Nya? Selamat sejenak merenung. Ingatlah kebaikan-Nya, jangan lupakan itu;  di luar Dia kita tak bisa berbuat apa-apa! (pg).

Henokh DIANGKAT oleh Allah

Sahabat, pernahkah kita menyadari mengapa kitab Perjanjian Baru (Injil Matius), dimulai dengan silsilah Tuhan Yesus? Mengapa Perjanjian Baru tidak dimulai dengan kitab Yohanes misalnya, sehingga Perjanjian Baru diawali dengan kata-kata “Pada mulanya adalah Firman” (Yohanes 1:1)? Bangsa Yahudi setelah pembuangan ke Babel sangat menjaga sekali “darah biru” mereka. Mereka mencatat siapa ayah mereka, siapa kakek mereka, dan begitu seterusnya hingga dapat ditelusuri ke anak-anak Yakub. Silsilah mereka sangat penting karena mereka harus tahu apakah mereka benar-benar keturunan Yakub atau tidak. Itulah mengapa Matius saat menulis kitab Injil yang terutama ditujukan kepada bangsa Yahudi sendiri, memulai tulisannya dengan silsilah Yesus Kristus. Dalam silsilah Adam, Musa menulis satu catatan yang menarik dan penting untuk kita ketahui dan hayati: “… Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (kejadian 5:24) Untuk lebih memahami topik tentang: “Henokh DIANGKAT oleh Allah”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 5:1-32 dengan penekanan pada ayat 24. Sahabat, silsilah keturunan Adam dituturkan secara lengkap dengan usianya. Silsilah ini dimulai dari Adam, tanpa Kain dan Habel, langsung meloncat pada Set (ayat 3). Silsilah disebutkan sampai dengan Nuh dan ketiga anaknya (ayat 32). Dari daftar silsilah yang ada, Metusalah adalah orang yang berusia paling tua, yaitu 965 tahun (ayat 27). Sedangkan yang paling muda adalah Henokh yakni 365 tahun (ayat 23). Menariknya adalah ada keterangan tambahan yang menyatakan bahwa Henokh tidak mati, melainkan diangkat oleh Allah (ayat 24). Dalam silsilah Adam ada hal yang menarik terkait dengan istilah gambar dan rupa Allah. Istilah tersebut hanya dikenakan kepada Adam. Sedangkan keturunan Adam disebut dengan gambar dan rupanya, yang merujuk kepada figur Adam. Pembedaan ini tidak membuat keturunan Adam menjadi tidak istimewa. Alkitab mencatat bahwa apa yang terjadi pada Henokh sungguh peristiwa istimewa. Keistimewaan Henokh karena ia tidak mati, melainkan diangkat oleh Allah. Dalam Alkitab, kematian kerap dianggap sebagai peristiwa negatif. Sebab kematian adalah hukuman Allah bagi Adam dan Hawa (Kejadian  2:17). Lain halnya dengan Henokh yang tidak mengalami kematian sehingga ia menjadi pribadi yang sangat istimewa dari silsilah keturunan Daud. Kunci keistimewaan Henokh terletak pada hidupnya yang bergaul dengan Allah di sepanjang usianya (ayat  22 dan 24). Sahabat, sebutan bergaul dengan Allah memperlihatkan kedekatan Henokh dengan Allah. Tidak disebutkan apakah orang lain yang ada dalam silsilah tersebut kurang berhubungan dekat dengan Allah. Tidak pula dinyatakan bagaimana caranya Henokh hidup bergaul dengan Allah. Yang pasti ada relasi istimewa antara Allah dan Henokh. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Menurut pemahamanmu, bagaimana caranya supaya kita mempunyai relasi yang istimewa dengan Allah? (Mazmur 25:14) Bagaimana caranya agar kita dapat menjadi pribadi yang istimewa di mata Tuhan? (Ayat 22 dan 24). Selamat sejenak merenung. Tuhan Yesus menolong dan memberkati. (pg).

BEDA darI YANG LAIN

Sahabat,  ada cukup banyak orang percaya yang tidak suka dan  merasa alergi  jika membaca renungan tentang ketaatan, karena yang ada di pikirannya,  ketaatan selalu identik dengan larangan-larangan:  Tidak boleh ini,  tidak boleh itu, sesuatu yang tidak boleh dilanggar, yang jika dilanggar ada sanksinya. Karena itu tidaklah mengherankan jika kita lebih suka membaca renungan tentang berkat, keberhasilan, kemenangan, pemulihan, kesembuhan, mukjizat dan sebagainya.  Sebenarnya yang harus kita sadari,   bahwa berkat, keberhasilan, kemenangan, pemulihan, kesembuhan, mukjizat adalah dampak atau upah dari ketaatan seseorang dalam melakukan firman Tuhan. Sahabat, kehidupan pada zaman Nuh tidak jauh beda dengan kehidupan kita di akhir zaman ini: Moral manusia sangat merosot, kejahatan merajalela di mana-mana, sampai disebutkan bahwa Tuhan sangat marah melihat dosa manusia saat itu. Namun, hal tersebut  tidak berlaku bagi Nuh. Dia tetap mampu menjaga kesucian hidupnya di tengah-tengah kehidupan manusia yang menyimpang dari jalan-jalan Allah. Nuh membuat pilihan hidup yaitu hidup TAAT, Dia berani tampil beda dari yang lain. Untuk lebih memahami topik tentang: “BEDA dari YANG LAIN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 6:9-22. Sahabat, secara khusus riwayat Nuh diceritakan dengan agak rinci. Nuh disebutkan sebagai pribadi yang taat kepada Tuhan (ayat 9). Ia memiliki tiga orang anak, yaitu: Sem, Ham, dan Yafet (ayat 10). Kepadanya Tuhan memerintahkan agar Nuh membuat bahtera yang besar dan bertingkat (ayat 15). Itu sebabnya kapal itu harus menggunakan kayu yang kuat (ayat 14). Tuhan juga memerintahkan agar Nuh, istri, anak-anaknya, dan segala makhluk hidup lainnya diambil berpasang-pasangan untuk masuk ke dalam bahtera. Allah telah membuat keputusan untuk mengakhiri kekerasan dan kejahatan di bumi. Hanya saja tidak semuanya akan dibinasakan. Nuh dan keluarganya merupakan salah satunya. Nuh, seorang yang benar dan tidak bercela, justru menjadi jalan untuk menyelamatkan makhluk hidup lainnya. Kesalehan Nuh terlihat dalam kehidupan ibadah maupun sosialnya. Kemampuan yang luar biasa itu, seperti juga pada diri Henokh, terletak pada kehidupan Nuh yang bergaul dengan Allah (ayat 9). Hal itu terlihat ketika Nuh diminta oleh Tuhan membuat bahtera besar. Nuh menaati dan melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan (ayat 22). Sahabat, ketaatan adalah harga mati bagi seseorang yang  ingin menikmati penggenapan janji Tuhan!  Ketaatan bukanlah sebatas larangan untuk melakukan sesuatu atau keharusan melakukan sesuatu, tetapi merupakan keseluruhan gaya hidup yang harus dimiliki setiap orang percaya.  Ketika ketaatan sudah menjadi gaya hidup dalam diri seseorang, maka melakukan firman Tuhan bukan lagi menjadi suatu beban atau hal yang memberatkan, melainkan menjadi sebuah kesukaan. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa yang menjadi kunci, Nuh begitu istimewa di mata Tuhan? (Ayat 9) Bagaimana keadaan dunia pada Zaman Nuh? (Ayat 11 dan 12). Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Karena ketaatannya, Nuh dan keluarganya diluputkan dari bencana air bah! (pg)

SAAT Tuhan MENGGENAPI Janji-Nya

Sahabat, sudah menjadi rahasia umum bahwa menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan.   Hal itu juga terjadi dalam kehidupan doa dan menanti penggenapan janji Tuhan!  Pada saat kita menanti datangnya jawaban doa dari Tuhan seringkali kita tidak sabar, menyerah di tengah jalan dan berhenti berharap, karena mata jasmani kita belum melihat secara nyata jawaban doa tersebut.  Padahal sesungguhnya Tuhan telah mempersiapkan berkat yang kita perlukan, hanya waktunya belum tiba, sebab Tuhan lebih tahu kapan waktu yang terbaik untuk menjawab doa-doa kita.  Dia sangat tahu dengan pasti: Kapan saatnya Tuhan menggenapi janji-Nya atas kita. Untuk lebih memahami topik tentang: “SAAT Tuhan MENGGENAPI Janji-Nya” , Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 105:16-22 dengan penekanan pada ayat 19. Sahabat, dalam Mazmur 105, Pemazmur mengingat masa-masa awal umat Allah dibentuk. Pada masa itu, jumlah umat Allah  tidak banyak, dengan status sebagai orang asing di negeri orang dan hidup mengembara (ayat 12-13). Berawal dari Tuhan memanggil Abraham keluar dari negerinya dan pergi menuju Tanah Perjanjian. Meski dengan jumlah yang tidak banyak, Abraham tetap melangkah bersama Tuhan. Dalam pengembaraan itu, mereka menjadi orang asing, namun Tuhan tidak meninggalkan umat yang baru dibentuk-Nya (ayat 14-15). Raja-raja yang jahat kepada umat mengalami penghukuman Allah (ayat 14). Dengan berjalannya waktu, umat Allah bertambah banyak dan hidup makmur di Tanah Kanaan. Bencana kelaparan menimpa negeri itu dan Yusuf pun dijual sebagai budak (ayat 16-17). Yusuf hidup dalam perbudakan dan kesusahan di negeri asing (ayat 18). Sekali lagi, Pemazmur melihat semua peristiwa itu dari perspektif positif. Sahabat, dijualnya Yusuf menjadi budak dipandang sebagai cara Tuhan mengutusnya agar dapat menyelamatkan keluarga dan bangsanya (ayat 17). Bencana dan segala kesusahan yang menimpa mereka hanya bersifat sementara, sampai Tuhan menggenapi janji-Nya (ayat 19) dan membuktikan pemeliharaan-Nya atas umat yang dikasihi-Nya (ayat 20-22).  Ketika bangsa Israel dilanda kelaparan yang dahsyat, Tuhan menyelamatkan umat-Nya ini dengan cara-Nya yang di luar nalar, tak dapat dimengerti dan tak terjangkau oleh jalan pemikiran manusia.  Yusuf, yang pada waktu itu masih berusia belia yaitu sekitar 17 tahun, diutus Tuhan untuk ke Mesir demi penyelamatan bangsa dan juga sanak saudaranya.  Untuk sampai ke Mesir Yusuf harus melewati perjalanan hidup yang penuh liku dan derita.  Sahabat, pada waktu Tuhan tiba, Yusuf  mengurus tanah Mesir sehingga negeri itu makmur dan berlimpah bahan makanan  (Kejadian 41:46-49).  Dengan demikian bangsanya, orangtua serta sanak-saudaranya datang ke Mesir dan diselamatkan dari bencana kelaparan. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Ketika kita menanti-nanti pertolongan Tuhan, apa yang perlu kita lakukan dan apa yang perlu kita miliki? Apa yang perlu menjadi keyakinan kita dalam menantikan pertolongan Tuhan? Selamat sejenak merenung. Terus jaga harapan, sekecil apa pun. Mukjizat dapat terjadi setiap saat.  (pg)

TANGGAPAN atas KENYATAAN HIDUP

Sahabat, ketika saya masih menjadi guru Sekolah Minggu di GKMI Semarang sering saya cerita pada anak-anak tentang: “Persembahan Kain dan Habel”. Saat itu saya bercerita bahwa Habel mempersembahankan kambing domba yang tambun dan tidak bercacat cela, sedangkan Kain mempersembahkan hasil pertanian yang kurang layak. Maka persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahan Kain ditolak oleh Tuhan. Menanggapi hal tersebut hati Kain menjadi panas dan mukanya menjadi muram. Pada akhirnya Kain membunuh Habel, adik kandungnya sendiri. Kain menanggapi respons Tuhan atas persembahannya dengan penuh kemarahan. Bagaimana tanggapan kita atas kenyataan hidup yang harus kita hadapi? Untuk lebih memahami topik tentang: “TANGGAPAN atas KENYATAAN HIDUP”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 4:1-16 dengan nas dari Ibrani 11:4.  Sahabat, Adam dan Hawa dianugerahi dua orang anak, yaitu Kain yang menjadi petani dan Habel yang menjadi peternak (ayat 2). Keduanya memberikan persembahan dari hasil kerja mereka (ayat 3-4). Tanpa disebutkan alasannya, persembahan Habel diterima, sedang Kain ditolak. Hal itu membuat Kain marah (ayat 6) sehingga membunuh Habel (ayat 8). Akhirnya Kain menerima murka Tuhan. Ia menjadi pelarian dan pengembara (ayat 14). Itu berarti ia tidak lagi memiliki hak atas tanah warisan. Apa yang membuat persembahan Kain ditolak? Mungkin ada banyak kemungkinan jawaban yang sempat kita pikirkan. Sebenarnya,  Alkitab sendiri tidak memberikan jawaban yang terang dan gamblang. Ada yang mengatakan karena Kain memiliki sifat buruk, yaitu iri hati. Hal itu ditandai dengan muramnya wajah Kain (ayat 7). Namun, wajah yang muram baru muncul karena ia merasa ditolak. Penulis surat Ibrani menyingkapkan sedikit alasan mengapa persembahan Habel diterima dan persembahan Kain ditolak, “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.” (Ibrani 11:4) Sahabat, jadi kita bisa mengatakan bahwa ditolak atau diterimanya persembahan adalah hak Tuhan. Yang penting bukanlah mencari alasan mengapa persembahan ditolak, melainkan bagaimana respons seseorang. Kain memberikan tanggapan negatif. Hal itu ditandai dengan hatinya panas dan wajah muram. Keadaan ini menarik perhatian Tuhan dan Ia menasihati Kain bahwa dengan hati semacam itu akan membuka peluang bagi kuasa dosa (ayat 7). Teguran Tuhan ditampik oleh Kain. Tanpa mengenal belas kasih, Kain membunuh adiknya. Ia merasa bahwa tindakannya tidak diketahui oleh siapa pun. Namun, darah adiknya berseru kepada Tuhan (ayat 10). Sahabat, mari kita sadari bahwa kenyataan hidup tidak selamanya sesuai dengan keinginan kita. Setidaknya ada dua tanggapan atas kenyataan hidup. Pertama, tanggapan negatif telah diperlihatkan oleh Kain. Kedua, tanggapan positif dengan melihat hidup dalam rencana Tuhan. Kalau pun saat ini hidup tidak berjalan dengan baik, kita percaya kepada pemeliharaan Tuhan bahwa Ia senantiasa menopang hidup kita. Tanggapan semacam itu dapat membuat  kita masih tetap bisa bersyukur. Berdasarkan hasil pernunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa yang menentukan apakah persembahan kita berkenan kepada Tuhan atau tidak? (Ibrani 11:4) Menurut pemahaman Sahabat, apa yang paling penting dalam menanggapi kenyataan hidup yang terjadi dalam hidup kita? Selamat sejenak merenung. Tuhan Yesus menolong dan memberkati. (pg)