ReKat: JAGALAH PERKATAAN KITA (30 Maret 2022)

Bacaan Sabda: Bilangan 20:2-13 Dari perenungan saya dari bacaan pada hari ini, beberapa hal yang perlu saya lakukan agar saya dapat menjaga perkataan saya: Perlu terus belajar ketrampilan mengontrol emosi. Perlu terus belajar menahan diri untuk tidak cepat berkata-kata. Perlu terus belajar agar tidak cepat reaktif dalam segala situasi. Perlu terus belajar berkata-kata dengan nada lembut. Pegang prinsip, kalau tidak dapat berkata-kata yang membangun dan menguatkan, lebih baik diam. Minta kekuatan dari Tuhan sehingga saya dapat menjadi yang dilukai namun memberkati. (Swan Lioe).

SUDAH DUDUK LUPA BERDIRI

Suksesi kepemimpinan adalah proses pemindahan jabatan dari satu generasi ke generasi lainnya untuk memimpin suatu kelompok atau organisasi dengan tujuan agar kepemimpinan bisa terus berjalan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) memberikan definisi: Suksesi yaitu  penggantian (terutama di lingkungan pimpinan tertinggi negara) karena pewarisan; dan  proses pergantian kepemimpinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sahabat, dalam setiap pemerintahan, peristiwa ini lazim terjadi dengan berbagai cara. Ada sistem yang melakukan suksesi per lima tahun sekali. Dalam sistem kerajaan, tampuk kepemimpinan berikut diberikan kepada keturunan raja. Namun, ada juga pergantian dengan tiba-tiba karena rakyat menuntut demikian. Dalam kenyataan di lapangan suksesi kepemimpinan tidak mudah dilaksanakan karena kalau sudah duduk lupa berdiri. Untuk lebih memahami topik tentang: “SUDAH DUDUK LUPA BERDIRI”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Bilangan 27:12-23. Sahabat, berbagai persiapan dilakukan untuk memasuki tanah Kanaan, termasuk memilih pemimpin untuk menggantikan Musa. Allah telah menyatakan bahwa Musa akan mati sebelum memasuki tanah itu (Bilangan 20:12). Meski demikian, Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya itu untuk melihat Tanah Perjanjian dari Gunung Nebo (Ulangan 32:48-52). Reaksi Musa saat mendengar pemberitahuan Tuhan mengenai kematiannya cukup mengagumkan. Ia tidak panik seperti Raja Saul (1 Samuel 28:20), atau berdoa agar diberikan hidup lebih lama seperti Raja Hizkia (2 Raja-raja 20:1-3). Yang ia doakan adalah kesejahteraan Israel, bangsanya yang sering membuat dia  bersedih. Banyak pemimpin yang memilih dan mempersiapkan orang yang akan menggantikan tempatnya, tetapi Musa menyerahkan hal ini kepada Allah. Hal ini memperlihatkan penundukan dirinya ke bawah kedaulatan Allah atas Israel. Lalu Allah memilih Yosua, seorang yang penuh roh (ayat 18), yang telah melayani Musa selama bertahun-tahun (Keluaran 24:13). Musa kemudian melantik Yosua dengan menumpangkan tangannya atas Yosua (ayat 22-23). Pelantikan yang dilakukan di depan seluruh umat ini penting agar seluruh bangsa mengetahui bahwa Yosualah yang akan menjadi pemimpin untuk menggantikan Musa. Implikasinya, mereka harus mengikuti dan mematuhi kepemimpinan Yosua. Sahabat, betapa mulus proses penyerahan tongkat estafet kepemimpinan dari Musa kepada Yosua. Mari kita belajar dan meneladani Musa. Semoga kita tidak menjadi pemimpin yang kalau sudah duduk lupa untuk berdiri. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaam kita pada hari ini, tolong bagikan pengalamanmu tentang suksesi kepemimpinan di gerejamu atau lembaga gerejawi dimana kamu terlibat di dalamnya. Selamat sejenak merenung. Tuhan menolong dan memberkati. (pg)