IBADAH dan KEHIDUPAN HARIAN

Sahabat, apa makna ibadah bagi kita? Mungkin ada diantara kita akan menunjuk kepada rangkaian peribadahan yang kita lakukan pada hari Minggu. Rangkaian puji-pujian, doa, dan pelayanan firman itulah yang sering melekat dalam benak kita sebagai makna dari ibadah kita kepada Tuhan. Memang, dalam satu sisi, pernyataan tersebut  benar. Namun, mungkin perlu kita pertanyakan dalam hati kita masing-masing, “Apakah ibadah hanya memang sebatas itu? Ibadah yang sejati itu seperti apa? Bagaimana pula relasi antara ibadah dan kehidupan harian?” Untuk lebih memahami topik tentang: “IBADAH dan KEHIDUPAN HARIAN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 50:1-23. Sahabat, sering kali, kita merasa cukup baik kalau sudah rajin beribadah kepada Tuhan. Seolah, urusan kita dengan Tuhan hanya sebatas ritual belaka. Kemudian, kita beranggapan bahwa kehidupan harian merupakan urusan kita semata; Tuhan tidak boleh ikut campur. Maka pada saat ini kita akan membaca  refleksi penulis Mazmur 50. Ia menggambarkan Allah sebagai Sang Pencipta yang memanggil umat-Nya untuk mendengarkan titah-Nya (ayat 1-6). Allah mengingatkan bahwa yang terpenting dari segala kurban persembahan adalah motivasi yang mendasarinya. Bangsa Israel berusaha mencari kurban yang terbaik. Mereka percaya kualitas kurban atau ibadah yang dilakukan adalah sogokan agar Allah berbuat sesuatu. Padahal, bagi Allah yang terpenting adalah rasa syukur atas pemeliharaan-Nya. Inilah seharusnya yang tercermin melalui ritual-ritual tersebut (ayat 14). Sahabat, rasa syukur, yang mendasari ibadah orang percaya, harus tercermin pula dalam perilaku hidup harian. Allah mengkritik orang-orang fasik. Mereka rajin berkurban dan fasih akan ketetapan, hukum, dan peraturan dari Allah. Namun di sisi lain, mereka melakukan hal-hal yang mendukakan hati Tuhan (ayat 16-21). Orang-orang itu mengira bahwa mereka dapat menipu Allah, sebagaimana mereka menipu sesamanya lewat tampilan luar dengan jubah kegiatan agama. Pada akhirnya, kebaikan-kebaikan Allah seharusnya menuntun kita untuk mewartakan kebaikan-Nya dalam hidup sehari-hari. Artinya, ibadah tidak berakhir di hari Minggu, tetapi juga berlanjut di hari-hari selanjutnya. Setiap hari, praktik hidup kita harus sama. Jika hari Minggu kita hidup jujur, pada hari yang lain pun kita mesti berlaku serupa. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa yang digambarkan oleh Pemazmur dalam ayat 1-6? Dalam ayat 14, pesan apa yang ingin disampaikan oleh Pemazmur? Apa saja teguran Allah kepada orang fasik? (Ayat 16-21) Apa yang dijanjikan Allah di ayat 15 dan 23? Selamat sejenak merenung. Sekarang marilah kita berdoa, “Tuhan, mampukan kami agar rasa syukur, yang mendasari ibadah kami, tercermin dalam perilaku hidup harian kami.” (pg)

BUKAN Kekayaan, Status, dan Jabatan

Sahabat, di Zaman Now, ketika sosial media menjadi raja, maka STATUS menjadi SESUATU, menjadi WOUW!. Maka tidak heran orang-orang yang mengutamakan kekinian dalam hidupnya akan memberlakukan filosofi   bahwa kekayaan, status, dan jabatan adalah syarat untuk memperoleh kebahagiaan. Maka tidaklah mengherankan jika cukup banyak orang  menghalalkan segala cara untuk memperoleh ketiganya. Untuk lebih memahami topik tentang: “BUKAN Kekayaan, Status, dan Jabatan”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 49:1-21 dengan penekanan pada ayat 16. Sahabat, ada cukup banyak orang yang beranggapan bahwa kebahagiaan diperoleh ketika seseorang kaya raya, atau punya status sosial yang baik atau punya kedudukan tinggi. Namun tidaklah demikian menurut bani Korah dalam Mazmur 49. Dalam Mazmur 49, Pemazmur mengungkapkan pemahamannya tentang kehidupan (ayat 2-5). Pertama, status semua orang itu sederajat di hadapan Tuhan (ayat  2-3). Orang yang hina, yang mulia, yang kaya, yang miskin, semuanya dipanggil untuk memperhatikan pesan dari firman Tuhan. Kedua, semua orang tidak dapat menyelamatkan diri mereka sendiri dengan harta atau pun kekuatannya sendiri (ayat  8-10). Ketiga, semua orang pada akhirnya akan mengalami kematian (ayat 11-15, 17-20).Karena itulah, kekayaan sebesar apapun tidak dapat menghindarkan seseorang dari kematian. Jika semua tampak sama saja dan harta kekayaan tidak dapat berdampak banyak bagi hidup kita, lalu apa yang dapat membuat kita berbahagia? Pemazmur menjawabnya di ayat 16, “Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku.” Itu artinya, kebahagiaan sejati tidak terletak pada banyaknya harta, bukan pula pada umur yang panjang, melainkan di dalam Tuhan yang menyelamatkan kita dari cengkeraman maut. Pertanyaannya adalah, sudahkah Sahabat mengenal dan mengalami keselamatan yang terdapat di dalam Tuhan Yesus, Juruselamat dunia? Carilah kebahagiaan hidupmu bukan pada kekayaan materi atau kedudukan tinggi, melainkan di dalam Dia yang menyelamatkanmu jiwamu. Sesungguhnya, kebahagiaan sejati hanya ada di dalam Dia.  Sahabat, mulai sekarang, kita jangan lagi memfokuskan diri hanya untuk mencari kekayaan, status, dan jabatan. Apabila hal tersebut masih  terjadi, kekayaan fisik kita mungkin saja semakin bertambah, namun pada saat yang sama, jiwa kita semakin miskin akan kehadiran dan relasi dengan Allah. Sadarilah bahwa Allah sajalah satu-satunya tempat kita bersandar. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa pernyataan Pemazmur dalam ayat 2-3? Apa pernyataan Pemazmur dalam ayat 8-10? Apa pernyataan Pemazmur dalam ayat 11-15? Apa makna pernyataan Pemazmur dalam ayat 16? Selamat sejenak merenung. Sahabat, marilah kita berdoa, “Tuhan, mampukan aku untuk  menyandarkan hidupku hanya kepada-Mu saja.” (pg) 

Mengingat, Meresapi, dan Menceritakan KASIH SETIA TUHAN

Sahabat, semoga pengalaman hidup kita bercerita bahwa pada saat kita mengalami kesulitan, Tuhan memberi kita kekuatan. Ketika kita mempunyai persoalan, Tuhan memberikan kebijaksanaan untuk mengatasinya. Ketika kita harus bekerja keras,  Tuhan memberikan kita semangat untuk menjalaninya. Tuhan tidak pernah membiarkan kita sendiri. Perjalanan hidup kita, baik kemarin sampai saat ini telah membuktikan betapa kasih setia Tuhan berlaku di sepanjang hidup kita, baik di puncak suka maupun di lembah duka. Karena itu sudah pada tempatnya jika kita mengingat, meresapi, dan menceritakan kasih setia Tuhan. Untuk lebih memahami topik tentang: “Mengingat, Meresapi, dan Menceritakan KASIH SETIA TUHAN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 48:1-15. Sahabat, Umat Allah bukan hanya mendengar tentang keselamatan dari Allah. Lebih dari itu, mereka juga mengalaminya sendiri. Tentang kemuliaan Sion, bani Korah memuji Allah karena Sion menjadi mulia, sebab ada Tuhan yang besar dan sangat terpuji di dalam kota itu (ayat 2-3). Bani Korah juga memuji atas keselamatan yang telah Allah perbuat atas Sion (ayat 4-8), karena Allah menegakkan kota itu sehingga tetap jaya. Umat Allah bukan hanya mendengar tentang keselamatan dari Allah, tetapi juga mengalaminya sendiri, yaitu bagaimana Allah hadir di dalam hidup mereka dan menegakkan umat-Nya dan kota-Nya. Dan yang terakhir, bani Korah sangat bangga atas Sion (ayat 9-15) karena kemahsyuran Allah, penguasa Sion dan umat Israel (ayat 11), lagi pula Sion itu milik Allah (ayat 15). Sahabat, sebagai bentuk respons atas karya Tuhan bagi Sion dan umat Allah, bani Korah mengajak umat untuk mengingat kasih setia Tuhan (ayat 10) yang telah dialami oleh umat sepanjang masa. Ya, Israel telah mengalami pasang surut kehidupan bersama Tuhan. Dengan mengingat segala karya Tuhan atas hidup mereka, berarti Tuhan ingin mereka tidak melupakan-Nya dan segala karya perbuatan-Nya. Selain mengingat segala perbuatan Allah yang ajaib, bani Korah juga mendorong umat Allah melakukan tindakan nyata, yaitu menceritakan secara pribadi karya Tuhan kepada orang lain (ayat 14). Karena untuk itulah umat Israel ditebus oleh Allah, yaitu untuk memperkenalkan atau memberitakan keselamatan yang Allah perbuat. Bagaimana dengan hidupmu? Sudah berapa banyak karya Tuhan yang telah kita alami? Adakah kita mengingatnya?Adakah kita meresapinya?  Adakah kita menceritakannya? Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawblah beberapa pertanyaan berikut ini: Mengapa Sion menjadi mulia? (Ayat 2-3) Mengapa Bani Korah memuji Allah? (Ayat 4-8) Apa yang dialami oleh umat Allah? (Ayat 9-15) Selamat sejenak merenung. Sekarang, marilah kita berdoa, “Tuhan, tolong ajari kami untuk menghayati kasih setia-Mu dalam hidup ini. Bukakanlah hati kami supaya kami mampu melihat kebaikan-Mu yang begitu luar biasa.” (pg)