KETIKA TAKUT, PANDANGLAH TUHAN

John Stephen Akhwari adalah seorang atlet lari dan  ia mengikuti lomba maraton Olimpiade di Meksiko pada tahun 1968.  Di tengah perlombaan, John Akhwari jatuh dan mengalami cedera lutut yang serius. Meski kesakitan dan tertinggal jauh, ia tetap berlari hingga mencapai garis akhir. Saat ditanya mengapa ia tidak menyerah, John Akhwari menjawab, “My country did not send me 5.000 miles to start the race. They sent me 5.000 miles to finish the race.” (Negaraku tidak mengirimku sejauh lima ribu mil untuk memulai perlombaan. Mereka mengirimku sejauh lima ribu mil untuk menyelesaikannya.) Ketakutan sering kali membuat kita ingin berhenti. Kita takut gagal, takut terluka, atau takut tidak mampu menyelesaikan perjalanan. Rasul Paulus pernah mengingatkan Timotius, “Allah tidak memberikan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7).   Seperti John Akhwari yang terus berlari meskipun mengalami cedera, kita juga dipanggil untuk tetap berjalan dalam iman meskipun ada ketakutan dalam hati kita. Tuhan tidak menjanjikan perjalanan yang selalu mudah, tetapi Dia berjanji memberi kekuatan bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Jika saat ini kita menghadapi ketakutan menghadapi masalah dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan atau masa depan, jangan biarkan ketakutan itu menghentikan langkah kita karena Tuhan telah memberikan Roh yang membangkitkan kekuatan untuk menyelesaikan perjalanan kita. Pandanglah Tuhan dan teruslah berjalan sebab Dia menyertai kita. Takut bukan alasan untuk berhenti. Tuhan tidak pernah menjanjikan perjalanan yang selalu mudah, tetapi Dia berjanji menyertai setiap langkah kita.  Milikilah Tuhan yang besar, sebab Dialah yang menjadikan kita si pemberani, pemenang atas ketakutan.” (sTy)

FIRMAN TUHAN YANG MENGHIDUPKAN

William Carey adalah pembuat sepatu biasa dan ia merasa tergetar oleh Firman Tuhan ketika membaca Matius 28:19-20.  Hatinya terbakar untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia.  Dengan keberanian dan iman yang besar, ia meninggalkan kenyamanan hidupnya untuk melayani di India. Carey menghadapi banyak tantangan, termasuk kehilangan anak dan istrinya, tetapi ia tetap setia pada panggilan Tuhan. Tidak berlebihan jika Carey  dikenal sebagai “Bapak Misi Modern”. Melalui hidupnya, Carey membuktikan bahwa Firman Tuhan yang hidup mampu menggerakkan seseorang untuk membawa kehidupan baru bagi bangsa-bangsa. Ayat yang sama yang berbunyi,“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20)  memanggil setiap kita untuk menjadi saksi, tidak hanya dalam perkataan, tetapi juga melalui hidup yang menghidupkan orang lain. Injil bukan hanya untuk disimpan, tetapi untuk dibagikan. Firman Tuhan menghidupkan, bukan saja mengubah hidup kita, tetapi juga hidup orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekitar kita. Matius 28:19-20 bukan hanya panggilan bagi misionaris, tetapi juga bagi kita semua. Kita dipanggil untuk membawa terang Firman Tuhan yang hidup dimana saja kita berada.  Seperti Carey yang tidak takut akan kesulitan, kita pun harus berani menjawab panggilan Tuhan dengan kesetiaan, sebab Dia telah berjanji menyertai kita karena Firman Tuhan tidak hanya mengubah hidup, tetapi juga memampukan kita untuk membawa perubahan dalam hidup orang lain. Jangan takut melangkah, sebab Tuhan menyertai setiap langkah kita.  Hidup yang dihidupkan oleh Firman Tuhan akan memancarkan terang yang menuntun orang lain kepada sumber kehidupan yang sejati. (sTy)

DIGETARKAN OLEH FIRMAN TUHAN

Florence Nightingale (1820–1910)  adalah seorang perawat Inggris yang dikenal sebagai pelopor keperawatan modern. Ia lahir dalam keluarga kaya, tetapi memilih meninggalkan kenyamanan hidup untuk melayani orang sakit dan terluka.  Saat Perang Krimea (1853–1856), Florence bekerja tanpa lelah merawat tentara yang terluka, sering terlihat berjalan di lorong-lorong rumah sakit pada malam hari sambil membawa lampu, sehingga ia dijuluki “The Lady with the Lamp” (Wanita dengan Lampu).   Namun, pilihannya untuk menjadi perawat tidak mudah. Pada masa itu, profesi perawat dianggap pekerjaan rendahan, sehingga ia mendapat penolakan keras dari keluarganya. Meski demikian, ia merasa hatinya ” digetarkan ” oleh firman Allah, terutama Mazmur 37:5, “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.” Firman ini menjadi nyala api yang membakar semangatnya untuk terus maju, melampaui rintangan yang ada.Yeremia 23:29 mengatakan,” “Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN, dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?”.  Firman Tuhan bekerja dengan dahsyat dalam hidup kita, mengikis keegoisan, menghancurkan dosa, dan membentuk kita menjadi pribadi yang dikehendaki Allah.  Seperti Florence Nightingale, kita sering kali menghadapi “batu” ketakutan, kemalasan, atau penolakan. Namun, Firman Allah dapat menggetarkan hati kita, mengubah ketakutan menjadi keberanian, dan ketidakmampuan menjadi kekuatan.   Apakah Anda masih membiarkan hati Anda dingin dan tertutup? Izinkan firman Allah bekerja seperti api yang menghanguskan segala hal yang tidak diperkenan-Nya, sehingga kita bisa menjadi alat di tangan-Nya untuk melakukan pekerjaan besar.   Hati yang digetarkan oleh Firman Allah tidak akan pernah sama lagi. Firman-Nya seperti api yang memurnikan dan palu yang memecahkan kebekuan hati, menjadikan kita pribadi yang siap dipakai untuk kemuliaan-Nya.   Sebuah kalimat bijak mengatakan,“Ngidam kamulyaning urip, kudu wani nandhang prihatin” (kalau menginginkan kemuliaan hidup maka harus berani menghadapi kesulitan).  (sTy)

TERGETAR OLEH FIRMAN YANG MENGUATKAN

Seorang perenang jarak jauh terkenal bernama Florence Chadwick mencoba menyeberangi Selat Catalina di California pada tahun 1952.  Meskipun ia telah sukses berenang menyeberangi Selat Inggris, tantangan kali ini lebih berat karena kabut tebal menutupi pandangannya. Setelah berenang selama 15 jam, ia menyerah meskipun jarak ke pantai tinggal beberapa ratus meter. Ketika ditanya alasannya, ia berkata, “Bukan karena aku lelah, tetapi karena aku tidak bisa melihat tujuan.” Dua bulan kemudian, ia mencoba lagi. Kali ini, meski kabut tebal tetap menyelimuti, Florence berhasil menyelesaikan tantangan tersebut. Ia berkata, “Kali ini, aku menyimpan gambar pantai di pikiranku.” Seperti Florence, kita sering merasa lelah karena perjalanan hidup yang penuh tantangan. Kita kehilangan pandangan akan “pantai” tujuan hidup kita. Yesaya 40:29-31 mengingatkan,”Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”.  Yesaya menyadari bahwa Tuhan merupakan sumber kekuatan yang tak pernah habis. Ketika kita merasa lelah dan tak berdaya, Dia memberikan kekuatan baru, seperti rajawali yang terbang tinggi di atas badai. Namun, kekuatan ini diberikan kepada mereka yang “menanti-nantikan Tuhan,” yaitu yang percaya, yang berserah dan bersandar kepada-Nya. Ketika kita merasa putus asa dan kehabisan tenaga, ingatlah bahwa kita tidak berjalan sendiri. Tuhan selalu hadir dan siap menopang kita. Seperti rajawali yang menggunakan badai untuk terbang lebih tinggi, tantangan hidup dapat menjadi cara Tuhan untuk menguatkan kita.   Apakah kita sudah benar-benar menanti-nantikan Tuhan dalam setiap pergumulan hidup kita? Ataukah kita seringkali mencoba mengandalkan kekuatan sendiri? Ingatlah kalimat bijak ini:  “Kelelahan terbesar bukan berasal dari tubuh, tetapi dari hati yang kehilangan harapan. Menanti-nantikan Tuhan merupakan rahasia kekuatan sejati.” (sTy)

TERGETAR OLEH FIRMAN YANG MENEGUR

John Wesley adalah seorang pengkhotbah dan pendiri gerakan Methodis yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya karena teguran dari Firman Tuhan. Dalam salah satu perjalanan misinya ke Amerika, ia merasa gagal dan kehilangan arah. Sekembalinya ke Inggris, ia menghadiri sebuah pertemuan di Aldersgate Street, di mana seseorang sedang membaca tulisan Martin Luther tentang Surat Roma. Saat mendengar penjelasan tentang keselamatan oleh iman, ia merasa hatinya “sangat tergetar dan dipanaskan.” Teguran itu membuka matanya untuk melihat bahwa selama ini ia berusaha menyenangkan Tuhan melalui perbuatan semata tanpa sepenuhnya percaya kepada anugerah Allah. Perubahan itu membuat John Wesley dipakai Tuhan secara luar biasa untuk mengabarkan Injil kepada ribuan orang. Teguran merupakan wujud kasih Allah yang menginginkan kita hidup dalam kebenaran. Firman Tuhan tidak hanya memaparkan dosa kita, tetapi juga menunjukkan jalan untuk memperbaiki diri. Dalam 2 Timotius 3:16 yang berbunyi,” “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”, kita diingatkan  bahwa teguran dari Firman bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk membangun dan mendidik kita dalam kebenaran. Ketika kita membaca Alkitab, biarlah hati kita terbuka untuk menerima teguran dengan kerendahan hati, sebab di baliknya ada kasih Allah yang ingin mengarahkan kita ke jalan yang benar.   Firman Tuhan merupakan cermin yang jujur dan penuh kasih. Teguran yang Dia berikan bukan untuk menghukum, tetapi untuk membentuk kita memiliki karakter pribadi yang lebih baik di hadapan-Nya.  Ingatlah sebuah kata bijak yang mengatakan,”cermin yang retak mungkin menyakitkan saat disentuh, tetapi ia tetap mengungkapkan kebenaran. Demikian pula dengan teguran Tuhan, mungkin pedih di hati kita, tetapi itu menyembuhkan.” (sTy)

TERGETAR OLEH FIRMAN YANG MENYEMBUHKAN

Pada tahun 1940-an, seorang pria bernama Louis Zamperini mengalami penderitaan yang luar biasa. Ia  seorang pelari Olimpiade yang menjadi tentara dalam Perang Dunia II dan  ia mengalami musibah saat pesawatnya jatuh di Samudra Pasifik dan  membuatnya terombang-ambing selama 47 hari di laut tanpa makanan yang cukup. Namun penderitaannya tidak berhenti di sana, ia ditangkap oleh tentara Jepang dan mengalami penyiksaan yang mengerikan di kamp tahanan. Trauma dan dendam menghantui Louis bahkan setelah perang berakhir.  Suatu hari Louis menghadiri sebuah kebaktian yang dipimpin oleh Billy Graham. Saat mendengar Firman Tuhan, hatinya tergetar. Ia menyadari bahwa hanya dalam Tuhan ada kesembuhan sejati. Firman itu membebaskannya dari kepahitan, menyembuhkan batinnya dan mengubahkan hidupnya. Ia belajar mengampuni musuh-musuhnya, bahkan ia bertemu kembali dengan mantan penjaganya untuk menyatakan kasih Kristus. Mazmur 107:20 yang berbunyi,” “Disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka, diluputkan-Nya mereka dari liang kubur.” menunjukkan bahwa Firman Tuhan bukan sekadar kata-kata biasa. Firman itu memiliki kuasa untuk menyembuhkan, memulihkan, dan menyelamatkan. Barangkali kita sedang terluka, baik secara fisik, emosional maupun rohani. Namun ketika kita mau membuka hati untuk menerima Firman-Nya, kita akan mengalami kesembuhan yang sejati.   Seperti Louis Zamperini yang dibebaskan dari trauma dan kebencian, kita pun dapat mengalami pemulihan jika kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Firman-Nya merupakan obat bagi jiwa yang hancur, dan kasih-Nya melampaui setiap penderitaan yang kita alami.   Mari percayai dan hidupi Firman-Nya karena saat kita membuka hati bagi-Nya, kita akan merasakan kuasa-Nya yang memulihkan dan membebaskan.  Ingatlah : jangan hanya tahu ayatnya tapi masukkan Firman dalam hati kita karena Firman itu bukan sekadar pengetahuan, tetapi obat bagi hidup kita.  (sTy)

TERGETAR FIRMAN YANG MEMBERI HIKMAT

Pada 1 Desember 1955, seorang wanita kulit hitam bernama Rosa Parks naik ke sebuah bus di Montgomery, Alabama. Saat bus mulai penuh, sopir memerintahkannya untuk menyerahkan kursinya kepada seorang penumpang kulit putih, sesuai hukum segregasi (pembedaan ras) saat itu. Namun, Parks dengan tenang menolak. Keputusannya itu membuatnya ditangkap dan dipenjara. Tindakannya yang sederhana, namun penuh keberanian, memicu Boikot Bus Montgomery, sebuah gerakan besar yang berlangsung lebih dari setahun hingga berujung pada keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang melarang segregasi di transportasi umum. Rosa Parks bukan hanya simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, tetapi juga seorang wanita beriman yang hidupnya dipandu oleh kebenaran Firman Tuhan. Ia percaya bahwa setiap manusia diciptakan setara dan menolak tunduk pada ketidakadilan. Firman Tuhan bagaikan pelita di tengah kegelapan. Seperti Rosa Parks yang tidak membiarkan ketidakadilan membungkam nuraninya, kita pun membutuhkan firman Tuhan sebagai cahaya dalam perjalanan hidup kita. Mazmur 119:105 mengatakan,” “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”  dan ayat ini mengajarkan bahwa Firman Tuhan merupakan pelita bagi kaki kita yang menerangi langkah demi langkah, memberikan hikmat dalam setiap keputusan. Sering kali, kita dihadapkan pada jalan yang gelap: pergumulan hidup, pilihan sulit, atau ketidakpastian masa depan. Tanpa terang firman Tuhan, kita bisa tersesat, mengambil keputusan yang salah, atau kehilangan arah. Namun ketika kita membaca, merenungkan, dan menaati firman-Nya, kita akan melihat jalan yang harus kita tempuh dengan lebih jelas.  Hikmat sejati berasal dari Tuhan. Dunia memang menawarkan banyak “cahaya” pendapat manusia, pengalaman, bahkan tren dan kebijaksanaan zaman ini namun  hanya firman Tuhan yang memberikan penerangan sejati.  Ketika kita hidup menurut firman-Nya, kita tidak hanya menemukan jalan yang benar, tetapi juga mengalami damai sejahtera dan kepastian dalam setiap langkah. Apakah ada keputusan yang sedang kita pergumulkan? Biarkan firman Tuhan menjadi terang yang membimbing kita. Seperti Rosa Parks yang berpegang teguh pada imannya, maka beranikan melangkah dalam kebenaran, meski dunia berkata sebaliknya.  Ketika kita berjalan di tempat yang gelap tanpa cahaya, kita bisa tersandung, kehilangan arah, atau bahkan terjatuh. Begitu pula dalam kehidupan, tanpa Firman Tuhan, kita bisa salah melangkah. Hikmat Tuhan merupakan cahaya yang menuntun kita. Jika kita ingin menjalani hidup yang penuh makna dan tidak mudah tersesat, kita harus selalu membawa “pelita” itu dalam hati kita.   Siapa yang berjalan tanpa cahaya dalam kegelapan  akan tersesat di jalan yang tak menentu arahnya. (sTy)

TERGETAR OLEH FIRMAN YANG MENGHIBURKAN

Elie Wiesel lahir di Rumania dalam keluarga Yahudi yang taat. Sejak kecil ia mencintai kitab suci dan mendalami ajaran agamanya. Namun pada usia 15 tahun, hidupnya berubah drastis ketika ia dan keluarganya dideportasi ke kamp konsentrasi Nazi. Ia kehilangan ibu, ayah, dan saudara perempuannya di sana.  Di tengah penderitaan yang tak terbayangkan, Wiesel hampir kehilangan imannya. Ia mengalami kepedihan yang luar biasa menghadapi rasa kehilangan keluarganya namun meskipun batinnya hancur ia tetap bertahan. Setelah perang usai, Elie Wiesel menulis buku Night (Malam), yang menggambarkan betapa mengerikannya Holocaust (peristiwa genosida atau pembantaian oleh Nazi Jerman), tetapi juga bagaimana pengharapan bisa tetap ada bahkan dalam kegelapan terdalam sekalipun. Mazmur 119:50 mengatakan, “Inilah penghiburanku dalam sengsaraku, bahwa janji-Mu menghidupkan aku.”. Raja Daud menuliskan bagaimana Firman Tuhan menjadi penghiburan di tengah kesengsaraan. Hidup tidak selalu mudah karena ada  saja saat-saat di mana kita merasa terpuruk, dikhianati, atau kehilangan harapan. Namun sadarilah bahwa Firman Tuhan bukan hanya sekadar kata-kata biasa  tetapi mengandung janji hidup yang menopang kita.  Mungkin saat ini kita sedang menghadapi badai kehidupan: masalah keluarga, keuangan, kesehatan, atau pergumulan batin yang terasa tak tertanggungkan namun Firman Tuhan mengingatkan bahwa kita tidak sendiri. Janji-Nya merupakan sumber kehidupan dan penghiburan sejati. Ketika kita membaca dan merenungkan Firman-Nya, hati yang lelah akan menemukan kekuatan baru dan jiwa yang remuk mendapatkan pengharapan. Seperti Wiesel yang bertahan dengan pengharapan, kita pun bisa bertahan karena janji Tuhan tidak akan pernah gagal.  Hidup memang penuh tantangan, tetapi Firman Tuhan selalu memberi kekuatan. Ketika dunia seakan runtuh, Firman-Nya tetap teguh. Jangan biarkan keputusasaan mengalahkan kita, karena ada janji Tuhan yang menghidupkan dan menguatkan.  Ingatlah kalimat ini,”Kahanan ora mesti becik, nanging pangandikané Gusti tansah dadi panglipur lan pangarep-arep.” (Keadaan tidak akan selalu baik-baik saja, tetapi Firman Tuhan selalu menjadi penghiburan dan pengharapan.) (sTy)

TUHAN MENEGUHKANKU DALAM KETAKUTAN

Pada tahun 1874, seorang wanita muda bernama Mary Slessor meninggalkan kenyamanannya di Skotlandia dan berlayar ke Afrika Barat. Ia tahu bahwa perjalanannya penuh bahaya, hutan lebat, penyakit mematikan, dan suku-suku yang masih melakukan praktik mengerikan, termasuk membunuh bayi kembar karena dianggap kutukan. Namun Mary tidak mundur. Sebenarnya ada rasa takut di hatinya  tetapi ia tetap melangkah. Selama bertahun-tahun ia tinggal di antara suku-suku di Nigeria dan mempelajari bahasa dan budaya mereka dan bahkan membela anak-anak yang terancam dan membawa terang Injil di tempat yang gelap. Ketakutan merupakan bagian alami dari hidup. Kita takut menghadapi hal-hal yang tidak pasti: masa depan, keputusan sulit, atau tantangan besar. Tapi seperti Mary Slessor, kita tidak dipanggil untuk hidup dalam ketakutan melainkan hidup dalam iman. Saat Musa meninggal dunia dan kepemimpinan diserahkan  kepada Yosua, bangsa Israel menghadapi ketidakpastian besar. Mereka akan memasuki tanah perjanjian yang dihadang oleh banyak musuh. Namun, Tuhan berfirman, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”  Ulangan 31:6 (TB) Kita mungkin tidak dipanggil pergi ke negeri asing seperti Mary Slessor, tetapi kita semua menghadapi tantangan yang menguji keberanian kita. Tuhan tidak berjanji bahwa perjalanan hidup akan mudah, tetapi Dia berjanji akan berjalan bersama kita. Jika Tuhan ada di pihak kita, tidak ada yang perlu kita takuti.  Sebagaimana Mary Slessor  yang tetap melangkah meski sebenarnya ia juga takut dengan ketidak pastian hidup karena ia meyakini Tuhan beserta dengannya, maka kita juga dipanggil untuk tidak menyerah pada ketakutan sebab Tuhan yang sama tidak akan membiarkan kita berjalan sendiri.   Ingatlah kalimat ini : ketakutan itu wajar, tetapi orang yang percaya kepada Tuhan akan dituntun melewati semua ketakutannya.(sTy)