Di Medan Hidup: Prinsip Jadi Senjata

Di Medan Hidup: Prinsip Jadi Senjata

Saudaraku, mari kita membaca dan merenungkan surat Roma 12:1-2.

Di tengah riuhnya dunia yang terus berputar, kita seolah berjalan di tepi jurang, terperangkap dalam arus yang tak henti menggoda. Setiap detik, suara-suara asing menyergap, memaksa kita untuk bertanya: di mana posisi kita? Sebagai orang beriman, tantangan ini terasa semakin pelik. Kita dipanggil untuk hidup berbeda, namun dihadapkan pada pilihan yang tak pernah mudah. Dalam medan pertempuran ini, apakah kita berani berdiri teguh atau justru menyerah pada tekanan?

Paulus mengingatkan kita dalam Roma 12:1-2, sebuah seruan yang tak sekadar kata-kata, tetapi panggilan untuk bertindak. “Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah.” Kata-kata tersebut memaksa kita untuk merenung: apakah kita benar-benar mempersembahkan diri kita, atau hanya berperan sebagai pengamat dalam perjalanan iman kita? Kehidupan sehari-hari kita harus menjadi bentuk ibadah yang sejati, bukan sekadar rutinitas kosong.

PERUBAHAN adalah kata yang sering kita dengar, tapi seberapa banyak dari kita yang benar-benar siap untuk berubah? Kita diajak untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi untuk mengalami pembaharuan budi. Apa artinya? Ini berarti merombak cara kita berpikir, membongkar prasangka-prasangka yang menjerat, dan menggantinya dengan perspektif ilahi. 

Dalam dunia yang menormalkan kebencian dan egoisme, kita harus berani menjadi agen kasih dan pengampunan. Pertanyaannya: apakah kita siap menghadapi perlawanan saat berdiri dalam kebenaran?

Setiap hari kita berhadapan dengan PILIHAN. Apakah kita akan menyesuaikan diri dengan arus besar yang menghanyutkan, atau mengambil jalan sempit yang penuh tantangan? Seperti Yosua yang menantang bangsanya untuk memilih kepada siapa mereka akan beribadah, kita juga harus memilih dengan bijak. Pilihan ini tidak hanya menyangkut hidup kita, tetapi juga dampaknya pada orang lain. Ketika dunia mengagungkan kesuksesan individu, kita dipanggil untuk merangkul prinsip pelayanan dan kasih. Apakah kita akan tetap teguh dalam iman, atau berkompromi demi popularitas sesaat?

Saudaraku, PRINSIP, senjata kita yang paling kuat, menjadi landasan ketika badai kehidupan menerpa. Tanpa prinsip yang kokoh, kita bagaikan daun kering yang ditiup angin. Prinsip yang berakar dalam Firman Tuhan memberi kita kekuatan untuk berdiri teguh, meski banyak yang meragukan. Dalam setiap keputusan, dari bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain hingga cara kita menghadapi tantangan, prinsip ini mengarahkan langkah kita. 

Ketika dunia menyuguhkan jalan pintas untuk kesuksesan, kita harus ingat: nilai sejati terletak pada kasih dan integritas. Kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri, tetapi untuk memancarkan cahaya di tengah kegelapan.

Hidup adalah medan pertempuran yang penuh dengan pilihan dan konsekuensi. Di tengah segala tantangan, kita tidak bisa berjuang sendirian. Dengan perubahan yang berkelanjutan, pilihan yang bijaksana, dan prinsip yang kokoh, kita bisa tidak hanya bertahan, tetapi juga menang. 

Saudaraku, jadi, mari kita ambil senjata kita, perubahan, pilihan, dan prinsip, dan berjuanglah dengan sepenuh hati di medan hidup ini. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap untuk mengambil tantangan ini dan menulis cerita iman kita dengan tinta keberanian? (EBWR).

Renungan Lainnya