MENYALAHKAN TUHAN. Sahabat, menyalahkan Tuhan merupakan respons umum ketika hidup tidak berjalan sesuai keinginan kita. Pikir mereka Tuhan mampu mengendalikan segalanya, maka menurut pemikiran tersebut, Dia bisa saja menghentikan apa yang terjadi. Dia bisa saja mengubah situasi demi keuntungan kita; Dia bisa menghindarkan bencana itu. Karena Dia tidak melakukannya, Dialah yang harus disalahkan.
Kata menyalahkan berarti “mencari-cari kesalahan.” Menyalahkan lebih dari sekadar mengakui kedaulatan Tuhan. Menyalahkan Tuhan menyiratkan bahwa Dia telah melakukan kesalahan, bahwa ada kesalahan yang ditemukan pada diri-Nya. Ketika kita menyalahkan Tuhan, kita menjadikan diri kita sendiri sebagai hakim dan juri-Nya.
Sesungguhnya kita sebagai manusia biasa tidak mempunyai hak untuk menghakimi Yang Mahakuasa. Kita adalah ciptaan-Nya; Dia bukan milik kita. Mari kita simak Yesaya 45:9-10: “Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: ‘Apakah yang kaubuat?’ atau yang telah dibuatnya: ‘Engkau tidak punya tangan!’ Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya: ‘Apakah yang kauperanakkan?’ dan kepada ibunya: ‘Apakah yang kaulahirkan?’”
Sahabat, daripada menyalahkan Tuhan, orang percaya bisa berlari kepada-Nya untuk mencari penghiburan (Amsal 18:10; Mazmur 34:18). Orang percaya mempunyai janji yang tidak dapat diterima oleh dunia yang tidak percaya. Rasul Paulus dalam Roma 8:28 menyatakan: “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Maleakhi dengan topik: “The Ability to be Responsible of our Life (Kemampuan untuk Bertanggung Jawab atas Hidup Kita)”. Bacaan Sabda diambil dari Maleakhi 2:17-3:5. Sahabat, sifat manusia pada umumnya memang mudah untuk menyalahkan orang lain. Kita tentu ingat saat Adam jatuh ke dalam dosa. Ketika dihakimi Allah; Adam malah menyalahkan Hawa. Waktu Allah bertanya, Hawa menyalahkan iblis. Manusia senang menganggap diri benar sembari menyalahkan orang lain. Bahkan, saat menghadapi masalah besar, kita mungkin dengan lancang menyalahkan Allah. Kita berani menuding-Nya tidak mengasihi, tidak adil, tidak menepati janji, dan sebagainya.
Tampaknya, ada anggapan yang keliru dalam benak orang Israel tentang Allah. Mereka berpikir: Ia berkenan kepada orang jahat (Ayat 17). Akibatnya, mereka cemburu melihat orang yang hidupnya jahat, tetapi hidup dengan nyaman. Sedangkan mereka sendiri, sekalipun sudah merasa hidup baik, tetap menderita. Oleh karena itu, mereka mempertanyakan keadilan Allah itu. Mereka bertanya sinis: “Di manakah Allah yang dianggap adil itu?” (Ayat 17).
Menanggapi itu, Maleakhi tidak menghibur mereka. Sebaliknya, ia malah menegur dengan kecaman keras. Hidup kerohanian bangsa Israel sedang merosot. Itu disebabkan ulah para pemimpin yang tidak bertanggung jawab.
Namun, inilah kondisi manusia yang berdosa. Sebenarnya, mereka sadar telah melakukan kesalahan dan melanggar hukum. Namun, mereka tetap berkelit dan tidak mau dipersalahkan. Mereka merasa perbuatan mereka benar, sedangkan tindakan Allah salah.
Sahabat, ketika mendung merundung hidup, kita mungkin masih sering mengeluh kepada Allah. Sebenarnya, mengeluh itu seperti seorang anak yang mengadu kepada ayahnya, asalkan tidak dilakukan dengan berlebihan, boleh-boleh saja.
Sesungguhnya penderitaan itu diperlukan untuk menempa iman. Kita perlu menyadari hal itu, sehingga hidup kita tidak lagi hanya untuk menyalahkan keadaan dan mencari pembenaran. Apalagi, jika kita lancang menyalahkan Tuhan. Semoga kita dimampukan oleh Tuhan untuk mempertanggungjawabkan hidup kita, tanpa mempersalahkan keadaan, orang lain, apalagi Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami tentang menyalahkan Tuhan?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Orang yang rendah hati tidak mudah menghakimi, tetapi mudah mengakui kesalahan diri.