AKAR PAHIT
Manusia tak asing dengan konflik. Selama manusia memiliki relasi dengan sesamanya maka potensi konflik selalu ada dalam berbagai bentuknya. Konflik memang tidak diinginkan dan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi manusia yang mengalaminya. Mantan Presiden Amerika Serikat bernama Ronald Reagan mengatakan,”Perdamaian bukanlah tanpa konflik. Perdamaian adalah kemampuan menangani konflik dengan cara damai.” Jadi konflik adalah hal yang memang harus dihadapi oleh setiap manusia selama ia masih hidup di dunia. Namun ternyata tak semua konflik berdampak buruk. Pengelolaan konflik yang bijak justru berdampak positif bagi orang itu. Bagaikan api, konflik harus dikelola menjadi berguna untuk mengasah karakter. Namun konflik berpotensi menimbulkan kehancuran bila ia salah dikelola.
Bagi orang percaya Kristus, relasi yang buruk dengan Tuhan akan membuat mereka tak bisa mengelola konflik sehingga menimbulkan akar pahit di hati. Kemunculan akar pahit akan berdampak negatif dan menimbulkan kerusakan relasi dengan sesama dan mencemarkan banyak orang. Seriusnya akibat dari akar pahit ini mendorong penulis surat Ibrani menuliskan dengan tegas dalam Ibrani 12 : 14 – 15, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun kehilangan anugerah Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang.” ( Ibrani 12 :15 ).
Bila akar pahit sudah mulai tumbuh dalam hati, dibutuhkan pertobatan pribadi. Datang kepada Tuhan dengan remuk hati, membuka diri untuk dapat mengasihi dan mengampuni orang yang dibenci akan membuat hati merasa damai dan menemukan bersukacita kembali. Percayalah bahwa Roh Kudus akan menolong umatNya untuk mencabut akar kepahitan yang tumbuh di hati seperti Firman Tuhan yang berkata,”Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, kegaduhan, dan fitnah, hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi, hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. ” (Efesus 4 : 31 – 32). Mari memohon hikmat Tuhan untuk dapat mengelola konflik dengan benar. (Edi Suwarso)