+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

Keimanan di Dunia yang Semakin Cerdas

Keimanan di Dunia yang Semakin Cerdas

Pernahkah Saudara terpukau oleh teknologi yang terasa seperti keajaiban? Dalam hitungan detik,  Saudara dapat memesan makanan, mencari informasi, bahkan berbicara dengan seseorang di belahan dunia lain. Kita hidup di masa di mana segala sesuatu terasa begitu mudah. Teknologi terus berkembang, menjadikan dunia lebih cerdas dan terhubung dari sebelumnya. Namun, di tengah kemajuan yang mengagumkan ini, sebuah pertanyaan mendasar muncul: di mana tempat Tuhan dalam dunia yang semakin cerdas ini?

Saudaraku, Yesaya 40:28 mengingatkan kita tentang kebesaran Tuhan yang tidak terbandingkan:  “Tidakkah kau tahu? Tidakkah kau dengar? Tuhan adalah Allah kekal, yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.”

Di tengah kemajuan teknologi, firman ini seolah menjadi jembatan yang mengingatkan kita pada kehadiran Allah yang tetap berdaulat. Dunia mungkin berubah, tetapi Dia tidak pernah berubah. Namun, apakah kita masih menyadari hal ini, atau justru mulai menggantikan Tuhan dengan kecerdasan buatan?

Dalam rutinitas kita, teknologi telah mengambil peran yang begitu besar. Dari bangun tidur hingga malam hari, hidup kita dikelilingi oleh perangkat pintar yang menjanjikan solusi cepat. Ketika tersesat, kita langsung membuka peta digital. Ketika membutuhkan jawaban, kita bertanya pada mesin pencari. Bahkan dalam pergumulan, beberapa orang lebih dulu mencurahkan isi hati di media sosial ketimbang berlutut di hadapan Tuhan. Seolah-olah, teknologi menjadi tempat pertama kita berpaling, sementara Tuhan menjadi pilihan terakhir.

Seperti sebuah jam tangan otomatis yang bekerja tanpa perlu diatur setiap hari, teknologi terasa seperti jawaban atas banyak persoalan manusia. Namun, pernahkah Saudara memperhatikan bahwa meski begitu canggih, teknologi tetap memiliki batas?

Algoritma tidak bisa memahami kedalaman hati manusia. Mesin tidak dapat memeluk kita di saat kesedihan. Kecerdasan buatan, secerdas bagaimanapun, tidak mampu memberikan arti hidup. Dalam momen-momen paling rapuh, kita menyadari bahwa HANYA TUHAN yang dapat menjawab KEBUTUHAN TERDALAM KITA.

Bayangkan seorang anak kecil yang bermain dengan robot. Ia tertawa, berbicara, bahkan memberi nama pada robot itu. Namun, saat malam tiba dan ia merasa takut dalam kegelapan, robot itu tidak bisa memberinya pelukan hangat atau kata-kata penghiburan.

Begitu pula dengan manusia. Teknologi mungkin memudahkan hidup kita, tetapi hanya Tuhan yang dapat memberi arti pada kehidupan itu sendiri. Yesaya berkata, “Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu.” Tuhan tidak seperti perangkat elektronik yang bisa kehabisan daya. Dia selalu ada, siap mendengar, siap menjawab, dan siap memelihara.

Namun, tantangan terbesar kita bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan hati kita yang mudah beralih. Ketika semua terasa mudah, kita cenderung melupakan kebergantungan kita kepada Tuhan. Kita lupa bahwa hikmat manusia adalah anugerah-Nya. Pikiran yang menciptakan kecerdasan buatan hanyalah hasil dari kemampuan yang diberikan oleh Pencipta kita. Bagaimana mungkin kita mengandalkan ciptaan lebih dari Sang Pencipta?

Dalam kehidupan sehari-hari, ada momen-momen di mana kita lebih sering bertanya kepada teknologi daripada kepada Tuhan. Ketika menghadapi keputusan besar, kita mencari saran dari internet. Ketika hati kita gelisah, kita mencoba mencari hiburan di dunia maya.

Padahal, jawaban sejati hanya dapat ditemukan dalam doa dan Firman-Nya. Tuhan yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung memiliki pengertian yang tidak terduga. Dia tahu apa yang kita butuhkan, bahkan sebelum kita memintanya.

Di dunia yang semakin cerdas, iman kita sering diuji dalam bentuk yang halus. Kita tidak lagi ditantang oleh pedang atau penganiayaan, tetapi oleh kenyamanan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Kita tidak lagi memohon hikmat dengan sungguh-sungguh, karena merasa memiliki semua jawaban di ujung jari. Namun, hati yang tidak lagi bergantung pada Tuhan adalah hati yang perlahan menjadi kosong.

Teknologi mungkin menghubungkan kita dengan dunia, tetapi hanya Tuhan yang dapat menghubungkan kita dengan keabadian.

Saudaraku, dalam renungan ini, marilah kita melihat teknologi sebagai alat, bukan tujuan. Gunakan kecerdasan buatan untuk mendukung kehidupan kita, tetapi jangan pernah membiarkannya menggantikan Tuhan dalam hati kita. Ambil waktu untuk mengisi jiwa dengan kehadiran-Nya. Mulailah hari dengan doa, bukan dengan menggulir layar ponsel. Biarkan firman-Nya menjadi penuntun dalam setiap keputusan, dan bukan opini dunia yang terus berubah-ubah.

Seperti seorang pelaut yang mengandalkan bintang untuk menemukan arah di tengah lautan, kita membutuhkan Tuhan untuk menunjukkan jalan di dunia yang penuh perubahan ini. Teknologi mungkin membantu kita melihat lebih jauh, tetapi Tuhanlah yang memberi kita tujuan. Di tengah semua kebingungan dan kompleksitas dunia modern, Yesaya 40:28 mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah Allah kekal. Dia tidak pernah lelah, tidak pernah lesu, dan tidak pernah meninggalkan kita.

Saudaraku, ketika dunia menjadi semakin cerdas, biarkan keimanan kita kepada Tuhan menjadi lebih dalam. Sebab, pada akhirnya, bukan teknologi yang menyelamatkan kita, tetapi kasih karunia-Nya. Mari kita berpaling kepada Dia yang pengertian-Nya tidak terduga, dan menemukan bahwa DIA, dan HANYA DIA, adalah SUMBER PENGHARAPAN KITA YANG SEJATI. (EBWR)

Leave a Reply