Digital Sales Channel

Saudaraku, kemarin saya ikut seminar tentang Digital Sales Channel yang dibawakan oleh seorang Dosen senior dari sebuah universitas swasta terkemuka di Jakarta.
Beliau menjelaskan Gen Z, sebutan untuk kelompok generasi yang lahir setelah Generasi Milenial, biasanya dilahirkan antara tahun 1997 hingga 2012, menjadi generasi yang tumbuh bersama teknologi, internet, dan media sosial, sehingga sangat akrab dengan perangkat digital.
Berdasarkan riset Gen Z menghabiskan 4 hingga 7 jam per hari di perangkat digital, seperti handphone, tablet, atau komputer, atau dalam satu bulan bisa duduk manis melihat layar handphone sekitar 120 hingga 210 jam per bulan, bahkan lebih.
Apa yang sering dilihat Gen Z di perangkat digital? (1) Media Sosial populer: TikTok, Instagram, Snapchat, Twitter (X), dan Facebook, termasuk video-video pendeknya. (2) Streaming Video: YouTube, Netflix, menonton film dan serial drakor/dracin. (3) Gaming: PUBG, Fortnite, Genshin Impact, dll yang ada hadiah atau ranking bagi pesertanya. (4) Lainnya: Belanja online, musik/hiburan, komunikasi dengan grupnya, juga untuk pendidikan atau informasi.
Karenanya makin banyak perusahaan dan produsen dari Indonesia dan luar negeri (China) yang berjualan di media online di Indonesia. Ada satu masalah dalam transaksi online yakni adanya produsen atau supplier yang berlaku tidak jujur, seperti mengirimkan barang yang kualitasnya rendah atau tidak sesuai, obat dan makanan yang hampir expired, dan lain-lain, umumnya karena banting-bantingan harga, jadi mengirimkan barang yang kualitasnya rendah.
Memang ada platform belanja yang menyediakan fasilitas bisa mengembalikan barang, tapi proses penggantian bisa memakan waktu, apalagi barang yang dibeli dari luar negeri maka hampir mustahil dapat dikembalikan. Dalam hal ini posisi konsumen atau pembeli ada di pihak yang lemah karena sudah membayar dulu ke platform belanja. Yang paling sering yakni pembeli yang kecewa ini membroadcast kekecewaannya di medsos, sering bahkan menjadi viral dan didukung netizen lain secara asal-asalan, tapi dia juga bisa menghadapi risiko tuntutan hukum dari pihak penjual.
Saudaraku, Pak Dosen yang membawakan seminar menyoroti pentingnya etika bisnis yang mesti digalang dalam digital sales, yakni produsen atau penjual harus menjunjung tinggi etika bisnis yang tinggi dalam berjualan, seperti tidak menipu, menjual barang yang berkualitas/belum expired, tidak mencuri timbangan atau kuantitas, mengirim tepat waktu, dan lainnya, intinya harus bisa dipercaya.
Etika bisnis diperlukan terutama karena di Indonesia belum adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen, jadi produsen atau penjual diharapkan tidak memiliki niatan jahat dalam berbisnis.
Saudaraku, Alkitab mengajarkan agar pengikut Kristus dapat menjalani hidup sebagai orang yang dapat dipercaya karena dia akan mendapatkan banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya (karena tidak jujur dalam bisnis) tidak akan luput dari hukuman (Amsal 28:20).
Terlebih lagi bila kita memegang suatu pelayanan atau aktif di gereja, mengaku hamba-hamba Kristus, yang kepada diri kita telah dipercayakan rahasia Allah tentang penebusan Kristus, yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercaya (1 Korintus 4:1-2)
Jadi dalam berbisnis kita bukan saja bertanggungjawab kepada konsumen, tapi kita juga mengamalkan ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui apa yang kita kerjakan bisa menunjukkan perilaku sebagai orang percaya yang memiliki etika bisnis sesuai ajaran Alkitab.
Akhirnya konsumen dari berbagai kalangan akan dapat membedakan mana produsen atau penjual yang dapat dipercaya, atau sebaliknya siapa-siapa saja yang memiliki niatan tidak baik dalam dalam berbisnis dan mungkin akan diviralkan agar tidak mendapatkan konsumen lagi.
Saudaraku, kiranya kita dalam berbisnis, bekerja, berumah tangga, dapat menjadi orang-orang yang dapat dipercaya karena Kristus telah menebus dosa-dosa kita, dan kita perlu menunjukkan indentitas kristiani kepada lingkungan sekitar. (Surhert).