PUASA: SOLIDARITAS DALAM KEHENINGAN

Saudaraku,  sebagai makhluk komunal, manusia saling membutuhkan satu sama lain.  Sekuat apapun, manusia akan selalu membutuhkan dukungan dari sesamanya.  Mari kita renungkan kekuatan dukungan spiritual yang mengubahkan dalam Ester 4. Walau Ratu Ester yang cantik jelita adalah kesayangan Raja Xerxes, ia tahu benar bahwa nyawanya dipertaruhkan kalau ia melanggar aturan.  Walaupun Raja sangat mencintainya, Raja bisa menjadi bertindak kejam kalau ada yang melanggar aturan yang satu ini:  Menghadap Raja tanpa dipanggil.   Kekuasaan Raja yang absolut membuatnya  bisa melakukan apa pun sesuai suasana hatinya dan itu sebabnya Ratu Ester sangat gentar saat ia didesak pamannya untuk menghadap Raja dengan inisiatif sendiri demi memperjuangkan nasib orang sebangsanya yang ada di depan moncong genosida (Pembunuhan secara massal untuk memusnahkan suatu kelompok tertentu) .   Kegentaran inilah yang membuat Sang Ratu gentar dan meminta dukungan spiritual kepada semua orang Yahudi.  Mereka diminta untuk berpuasa selama tiga hari lamanya sebagai tanda solidaritas dan dukungan dan karenanya Ratu Ester mantap menghadap Raja.  Ratu Ester bersama-sama dengan rakyatnya mengetuk pintu surga untuk meminta pertolongan.  Puasa mereka menjadi perjuangan spiritual yang yang masif dan membuat Allah bertindak menolong di saat genting itu.   Ternyata melawan kelaliman tidak harus dengan kekuatan yang frontal, dengan senjata ataupun peperangan dahsyat.  Dalam kasus Ratu Ester, yang dihadapi adalah penguasa dan peraturan yang absolut dimana Ratu mewakili pihak yang lemah.  Oleh karena itu puasa yang dilakukan Ratu Ester dan orang Yahudi menjadi simbol perlawanan bersama dalam keheningan dengan menggandeng Tuhan sebagai pembela kaum yang lemah.    Puasa menjadi lambang solidaritas perjuangan dalam diam.   Ratu Ester yang gentar, merasakan mukjizat besar setelah menerima dukungan setelah berpuasa bersama yaitu keberanian, kepasrahan dan kekuatan untuk menghadap Raja sebagaimana dikatakannya: ”… kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati.” (Ester 4:16).    Ia mantap untuk berjuang walau harus mempertaruhkan nyawa dan kemantapan itu didapatnya dari kepasrahan kepada Sang Pemilik Kehidupan melebihi ketakutannya kepada Raja.  Dalam kepasrahan itulah Ratu Ester memperjuangkan nasib bangsanya dan Tuhan bertindak menyelamatkan mereka. Puasa bukan alat untuk memaksa Tuhan melainkan sebuah upaya untuk merendahkan diri sehingga manusia makin belajar untuk hidup tunduk dalam kehendak-Nya, menyesuaikan diri dengan cara kerja-Nya dan mengikuti jalan yang dikehendaki-Nya.   Puasa adalah bentuk solidaritas sebagaimana Yesaya 58:6 mengatakan, “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk.”  Saudaraku, mari belajar untuk hidup dalam solidaritas dengan sesama melalui puasa dan nikmati mukjizat-Nya yang menguatkan dan mengubahkan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)