U L E
Saudaraku, ini ULE bukan istilah dari Nias ataupun Batak atau lainnya. Tapi lazim digunakan di bank, khususnya di kalangan bank yang mengedarkan uang. ULE artinya Uang Layak Edar, yakni uang kertas yang kondisinya masih bagus, masih bisa dihitung dengan menggunakan mesin, dan diedarkan lagi di masyarakat maupun melalui ATM.
Bank Indonesia mengedarkan uang baru melalui bank-bank, yakni uang baru dikirimkan ke bank dan bank menyalurkan ke masyarakat. Dengan cepat uang kertas baru, misalkan Rp10.000, berpindah tangan dari bank ke pedagang, ke pelanggan, ke penjual sayur mayur di pasar, ke nelayan dan penjual ikan, ke toko kelontong, ke sales canvasser, ke distributor susu, disetor balik ke bank, lalu diambil ibu rumah tangga, diberikan ke anaknya, jajan ke tukang es, si Rp10000 berputar lagi ke penjual sembako, dan masih berputar teruuuuss.
Pindah dari dompet ke tas, ke kantong, dompet lagi, dan berkeliling dari BI Jakarta ke bank di Bandung, terus ke Tasik, eh ikutan naik kereta ke Solo, lalu diajak terbang ke Medan, terbang lagi ke Batam terus ke Pontianak, lanjut ke Labuhan Bajo, diajak naik kapal barang ke Ambon, dan seterusnya.
Hingga 8 bulan kemudian uang Rp10000 ini sudah kucel dan lusuh, diterima anggota jemaat, lalu dicemplungkan ke kantong kolekte, bendahara gereja agak ngomel: “Kok uangnya bau”. Lalu besoknya disetorkan ke bank. Nah, bank menangkap uang ini untuk disetorkan ke Bank Indonesia karena si Rp10000 sudah menjadi Uang Rupiah Tidak Layak Edar (UTLE) yang terdiri atas uang lusuh, cacat maupun rusak. Setelah diadministarsikan oleh BI, UTLE akan dimusnahkan.
Meskipun si Rp10000 dari dari uang baru nyis-nyis keluar dari bank sudah berjalan-jalan berpindah tempat sesuai siapa yang menempatkannya dalam dompet atas tasnya hingga jadi ULE, diberikan ke berbagai orang dan kalangan, mulai dari artis, caleg DPRD, sopir, tukang bakso, PRT, anak sekolah hingga masuk kantong kolekte. Namun di mana pun si Rp10000 ini diberikan, maka si penerima akan mengucapkan TERIMA KASIH karena sudah mendapatkan pembayaran atas jasa atau barang yang dijualnya.
Meski si uang kertas Rp10000 sudah menjadi UTLE, lusuh. sobek tetap diterima dengan disyukuri, karena setoran uang ke bank kalau kurang Rp10000 saja akan tetap ditagih oleh kasir bank.
Alkisah, ini ada si Aliong. Lahir di Kudus. Sekolah SD,SMP, SMA, dan bergereja di Kudus. Kuliah di Semarang, lalu diterima kerja di Semarang di cabang pabrikan dari Kudus. Dia jadi sales rokok untuk wilayah Kabupaten Semarang, paling jauh ke Kendal, Boja, Gunung Pati, Ungaran. Menikah dengan si Aling sekuliahan di Semarang, dan Aling kerja di percetakan di Kudus, jadi punya rumah merangkap toko di Bareng. Setiap Sabtu pagi Aliong balik ke Kudus, ketemu Aling, tahu-tahu anaknya dua.
Suatu ketika Aliong pensiun, lalu buka toko sembako dan jualan rokok di pasar Bareng. Suatu hari Pak Gembala besuk ke ruko Aliong, dan bertanya: “Ko Aliong, kalau ke gereja kok Minggu sore, sedangkan Ci Aling ke gereja pagi hari sekalian antar anak ikut SM. Apakah bisa ke gereja bersama-sama?”
Aliong menjawab “Pak Pendeta, kalau pagi pasar di sini ramai sekali, jadi mesti buka hingga jam 2 siang, jadi giliran saya sore ke gereja”.
Saudaraku, suatu ketika juga, tiba-tiba Ko Aliong kolaps. Jiwanya, karena sudah masuk kriteria diselamatkan, ya terbang ke pintu Surga. Ada Malaikat yang menyortir siapa-siapa yang boleh masuk.
“Aliong, sini. Maju. Tangan kamu bawa oleh-oleh apa ke sini?” tanya Malaikat agak sangar.
“Tangan saya tidak bawa apa-apa, di terbelo (peti mati) saya tidak bisa pegang apa-apa”, Aliong menjawab.
“Bukan oleh-oleh itu. Melalui tanganmu, berapa jiwa yang sudah kamu hantarkan ke Kristus?”
Aliong mikir-mikir cukup lama. “Malaikat, hanya ada satu jiwa … “
“Siapa?
“Itu Aling istriku, dia sebelum menikah tinggal di Gang Baru pojokan Capkauking, ibadah di seberang rumahnya, yang warna merah. Pacaran sama saya, mau masuk gereja, dibaptis … “
“Hanya satu?! Kamu dulu kerja di Semarang, jadi canvasser hingga ke pelosok-pelosok Kabupaten Semarang. Mana oleh-oleh dari situ? Kamu sehari ketemu orang sedikitnya 10 orang, kenapa tidak kamu kenalkan ke Tuhan Yesus? Anak-anakmu, pernahkah kamu antarkan ke Sekolah Minggu dan kamu ketemu gurunya? Oleh-oleh jiwa hanya satu, tapi kamu dikasih umur hingga 71 tahun, bonus 1 tahun?”
Aliong hanya diam.
Saudaraku, uang kertas, Si Rp10000 umurnya hanya 8 bulan, dari uang baru menjadi ULE, lalu masuk kategori UTLE, tapi di mana pun diberikan memberikan kebahagiaan kepada penerimanya, bahkan banyak yang mengucapkan terima kasih.
Aliong atau mungkin kita, sudah dapat hidup sekian tahun di bumi ini karena anugerah Tuhan. Apakah kita selalu memberikan kebahagiaan kepada orang lain? Khususnya membawakan berita sukacita penebusan Tuhan Yesus Kristus? Berapa hasil dari tanganmu?
Saudaraku, kita sebagai orang percaya dan Pendukung Christopherus hendaknya selalu ingat dan setia melaksanakan amanat dari Tuhan Yesus sendiri: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20). (Surhert)