+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

SAM SUNG ALIAS SAN XING

SAM SUNG ALIAS SAN XING

Penjelasan di Google, menurut pendiri Samsung, arti dari kata “Samsung” () dalam “hanja” Korea adalah “tiga bintang”. Sanxing (Hanzi: 三星; “Bintang Tiga”) adalah dewa dari tiga benda langit yang dianggap penting dalam astrologi dan mitologi Tiongkok: Jupiter, Ursa Major, dan Canopus. Tiga Bintang ini juga dikenal oleh orang Tionghoa sejak zaman dinasti-dinasti sebagai Fu Lu Shou, populer selama berabad-abad dalam kultur tradisional China yang menganggap tujuan hidup yakni untuk mencapai kebahagiaan (Fu), kemakmuran atau memiliki pangkat tinggi (Lu), dan umur panjang (Shou).

Jadi memang orientasi dan tujuan orang-orang Tionghoa hanya mendapatkan kebahagiaan, kemakmuran atau memiliki strata sosial yang tinggi, dan umur panjang. Terlebih lagi untuk mencari kebahagiaan yang dalam bentuk riilnya yakni memiliki uang, maka uang menjadi sesembahan dan diciptakanlah Dewa Judi. 

Pokoknya apa yang dapat memberikan fu–lu– shou, itulah yang akan disembah dan dipuja, kemudian digambarkan dalam berhala-berhala sesembahan. Bahkan di Singapura ada satu mall yang memakai nama Fu-Lu-Shao mall maksudnya agar semua tenant (Penyewa toko) di situ mendapatkan kebahagiaan. 

Juga ada mainan patung kucing yang tangannya dibuat melambai-lambai, biasanya diletakkan di meja-meja kasir, maksudnya supaya uang datang, tidak tahu asal-usulnya mengapa memakai dewa kucing, hanya saja bunyi māo kucing memang mirip dengan bunyi mào yang artinya trading atau perdagangan. 

Itulah adat Tionghoa, siapa yang bisa memberikan keberuntungan, itulah yang akan dipuja-puji. Saudaraku, baiklah kita belajar dari kisah nyata Raja Salomo yang demikian kaya raya berlimpah Fu-Lu-Shao dalam hidupnya. Salomo menuliskan pengalamannya: “Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan bagiku rumah-rumah, menanami bagiku kebun-kebun anggur; …  membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahku; aku mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku. Aku mengumpulkan bagiku perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah, mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku; dalam pada itu hikmatku tinggal tetap padaku. (Pengkhotbah 2:4, 7-9)

Namun akhirnya, dia merasa ngenas (sedih) melihat kehidupannya: “Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin;  …” (Pengkhotbah 2:11) 

Kita semua tahu ketika Salomo digantikan oleh anaknya, Raja Rehabeam, Kerajaan Israel pecah menjadi dua, Israel dan Yehuda, juga emas dan barang-barang berharga yang dikumpulkan oleh Raja Salomo dirampas oleh Raja Mesir.

Jadi Raja Salomo yang sudah mendapatkan demikian melimpahnya kebahagiaan (Fu), kemakmuran atau memiliki pangkat tinggi (Lu), dan umur panjang (Shou), akhirnya merasa sia-sia saja, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin …

Namun di bagian lain  Raja Salomo sempat mendapatkan hikmat untuk menuliskan kalimat indah berikut: “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.”  (Amsal 22:4)

Sebagai penutup Raja Salomo menyimpulkan:  “Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pengkhotbah 12:13)

Saudaraku, hari ini kita diberi dua pilihan, yaitu hidup dalam kesia-siaan atau hidup bermakna. Jika ingin hidup bermakna, jadikanlah Tuhan yang terutama dalam hidup kita. Tidak peduli apakah kita kaya atau miskin, sehat atau sakit, berpendidikan tinggi atau rendah, jika hidup tanpa Tuhan semua akan berakhir sia-sia.

Oleh karena itu, marilah kita takut akan Tuhan dan menempatkan-Nya di atas segalanya. Dengan begitu, hidup kita akan berakhir dengan sukacita kekal. Sampai kapan pun juga, kita mau menghidupi firman Tuhan supaya tidak berakhir dengan sia-sia. Kita mesti optimis dan setia pada firman Tuhan yang menuntun kepada hidup sejati. (Surhert)

Leave a Reply