It’s All About Obedience
BERKAT. Sahabat, pada suatu hari saya bertemu dengan teman lama dalam Persekutuan Mahasiswa di satu Mal. Dengan senyum-senyum kecil dia berkata: “Password Pak Pendeta itu Tuhan memberkati.”
Coba hitung, dalam sehari, berapa kali kita menggunakan kata berkat? Saat berdoa, kita meminta agar Tuhan memberkati kita, serta memberkati orang-orang yang kita kasihi. Kita berdoa agar Dia memberkati usaha kita. Saat berkomunikasi, baik secara lisan maupun pesan elektronik, ada cukup banyak diantara kita mengakhirinya dengan berkata, “Tuhan memberkati” atau disingkat GBU (God Bless You). Namun, apa konsep pemahaman kita mengenai berkat?
Ada cukup banyak orang percaya dengan mudahnya menghubungkan kata berkat dengan materi, yakni harta benda dan kekayaan, juga kesehatan fisik, memiliki keturunan, panjang umur, dan kesuksesan usahanya.
Itu tidak sepenuhnya salah. Namun dalam Alkitab, berkat adalah segala sesuatu yang Allah berikan kepada anak-anak-Nya. Jadi berkat itu juga berupa perlindungan dan perkenanan Tuhan atas kita. Termasuk damai sejahtera dan sukacita yang kita alami karena mengenal dan menaati Dia. Juga ketika kita dapat menutup mata dengan damai dan tidak melihat bencana yang akan ditimpakan Tuhan. Bahkan Pengampunan dosa dan keselamatan di dalam Kristus merupakan berkat terbesar yang Allah berikan bagi kita.
Hari ini kita melanjutkan belajar dari kitab 2 Raja-raja dengan topik: “It’s All About Obedience (Semua Tentang Kesetiaan)”. Bacaan sabda diambil dari 2 Raja-raja 22:1-20. Sahabat, sejarah Kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda dipenuhi dengan raja-raja yang jahat, karena memang lebih mudah dan masuk akal untuk berteman dengan kerajaan-kerajaan besar di sekitar mereka untuk bertahan hidup. Bahkan, Hizkia pun, yang digambarkan sebagai raja yang baik dan menyembah Allah Israel, juga tergoda untuk mengikat janji dengan Babel (2 Raja-raja 20:12-21).
Lain halnya dengan Raja Yosia. Ketika Taurat Tuhan ditemukan dan dibacakan Imam Hilkia (Ayat 8-11), Yosia berkabung akan dosa bangsanya, bertobat, dan meminta petunjuk Tuhan (Ayat 12-19). Tindakan Yosia membuktikan bahwa ia memiliki keberanian dan kejernihan hati.
Sahabat, namun pertobatan dan reformasi yang dilakukan Yosia tidak mengubah rencana hukuman Tuhan untuk Yehuda (Ayat 16). Paradoks teologis ini tidak diselesaikan oleh kisah yang kita baca. Yosia mungkin adalah Raja Yehuda terbaik yang berusaha melakukan reformasi rohani. Walau demikian, bagaimana kalau ketaatan ini tidak menghasilkan upah yang baik dari Tuhan, tetapi malah hukuman?
Dalam Kitab Taurat yang ditemukan Yosia, memang jelas tertulis kutukan akan menjadi akibat ketidaktaatan Yehuda. Reformasi yang dilakukan Yosia tidak akan menyelamatkan Yehuda dari kehancuran akibat ketidaktaatan. Selain itu, Tuhan memang memberikan kelegaan pada Yosia sehingga ia tidak akan menyaksikan kehancuran itu (Ayat 20).
Kutuk kehancuran memang tak dapat diubah, namun Yosia tetap bekerja keras demi MENGUBAH KETIDAKTAATAN menjadi KETAATAN. Justru di sinilah letak keistimewaan Yosia. Ketaatannya BUKAN KARENA iming-iming UPAH atau BERKAT. Dengan mendalam Yosia menyadari dosa bangsanya, dan dengan sekuat tenaga ia melakukan REFORMASI.
Sahabat, cukup banyak orang percaya lebih menyukai ajaran yang menjanjikan banyak berkat. Padahal, Allah yang dipercayai Yosia bukanlah mesin pembagi berkat. Justru Yosia menunjukkan hati yang setia kepada Tuhan walaupun “rugi”. Buat Yosia, bukan berkat yang terutama, namun KETAATAN; bukan kemudahan, namun KESETIAAN. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 18-20?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jika kita sungguh sungguh bertobat, maka Allah akan memberikan anugerah dan berkat-Nya di tengah-tengah pendisiplinan-Nya. (pg).