+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

The Impulsive Saul

The Impulsive Saul

IMPULSIF. Pagi itu saya dikejutkan oleh seorang teman dalam grup WA yang saya ikuti. Secara tiba-tiba dia menyatakan keluar dari grup WA tanpa sebuah alasan yang jelas, namun tiba-tiba dia juga ingin kembali bergabung dengan grup WA tersebut. Seorang psikiatri yang juga menjadi anggota grup WA tersebut berkomentar: “Dia mulai terkena sindrom Impulsif”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti impulsif adalah bersifat cepat  bertindak secara tiba-tiba mengikuti  gerak hati.

Impulsif adalah sebuah perilaku yang ditandai ketika seseorang melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya dan dilakukan secara berulang-ulang. Biasanya seseorang dengan perilaku impulsif merasa perlu untuk melakukannya demi memperbaiki perasaannya meski hanya sementara.

Perilaku impulsif bisa muncul karena seseorang tersebut memiliki tekanan atau ketegangan yang sudah lama dipendam sehingga ia perlu meluapkan dengan tindakan yang terbesit di dalam pikirannya. Namun, beberapa orang yang memiliki sifat impulsif ini juga merasa perasaan bersalah atau malu setelah melakukan tindakan yang mereka lakukan.

Sifat impulsif ini juga bisa terjadi saat seseorang menggunakan uang. Beberapa orang menghabiskan uang tanpa berpikir panjang untuk sesuatu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Bahkan kadang mereka ingin berbelanja hanya karena penat atau stres sehingga mereka hanya ingin berbelanja untuk membuat perasaan mereka lega. Tidak jarang beberapa orang seperti itu kemudian akan berakhir dengan tunggakan hutang dan tagihan karena mereka tidak pernah memikirkan akibatnya  saat melakukan tindakan impulsif.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “The Impulsive Saul (Saul yang impulsif)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 14:24-52. Sahabat, dalam rentang yang singkat, bertubi-tubi kita disodori kisah Saul yang gegabah dan IMPULSIF.  Saul bukan lagi sosok yang ketika muda menjadi pengharapan umat dan yang merasa diri tidak layak di hadapan Tuhan. Kini Saul merasa diri seorang raja yang layak dan Tuhan hanya sebagai pelengkap yang sewaktu-waktu bisa dipakai atau diabaikan tergantung suasana.

Sikap Saul yang merasa dirinya semakin penting ternyata membuat kelemahannya menjadi terpaparkan kepada publik. Di tengah pertempuran, dengan gegabah ia membuat sumpah konyol: Rakyat disuruh bersumpah untuk berpuasa justru ketika peperangan menuntut stamina dan kesegaran. Motifnya pun sangat pribadi: “… sebelum aku membalas dendam terhadap musuhku” (Ayat 24). Bukan kepentingan Tuhan dan apa yang Tuhan sukai yang menjadi kriteria berpikir Saul, melainkan dirinya sendiri yang menjadi tolok ukur dalam pengambilan keputusan.

Sahabat, mulai ayat 36, sekali lagi Saul menunjukkan sikap IMPULSIFNYA hingga ia sampai perlu diingatkan untuk memohon perkenan Tuhan atas rencananya (Ayat 36). Ketika Tuhan tidak menjawab, segera pedang menjadi alternatif bagi Saul. Ia tak segan membuat keputusan untuk membunuh Yonatan karena janji yang dibuatnya secara gegabah tersebut (Ayat 44).

Rakyat kemudian membela Yonatan dengan bersumpah kepada Tuhan untuk menganulir sumpah Saul sebelumnya yang mengawur (Ayat 39). Umat yang mengidam-idamkan seorang raja yang kuat untuk menjadi hakim atas diri mereka kini pada akhirnya harus mengintervensi sang raja dengan akal sehat mereka. Umat yang seharusnya dipimpin malah bisa melihat pimpinan dan kepentingan Tuhan dengan lebih jelas daripada raja yang seharusnya menjadi pemimpin mereka dalam mengenali dan menaati kehendak Tuhan.

Sahabat, mari kita mendoakan para pemimpin kita, agar mereka menjalankan fungsi mereka dengan takut akan Tuhan, dan bukan dengan motivasi kepentingan diri. Kalau Sahabat saat ini menjadi seorang pemimpin, jadilah pemimpin yang dipandu oleh hikmat Tuhan, bukan mengandalkan impuls kedaginganmu. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan Apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
  2. Apa yang Sahabat pahami tentang ayat 24?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tidak ada hal baik yang dihasilkan dari perkataan kita yang buruk. Karena itu dalam situasi yang tersulit sekalipun, belajarlah untuk mengendalikan hati dan perkataan kita. (pg).

Leave a Reply