+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

Admitting Mistake is a Great Courage

Admitting Mistake is a Great Courage

MENGAKUI KESALAHAN. Sahabat, ada cukup banyak orang berani melakukan kesalahan, namun hanya sedikit yang berani mengakui kesalahan. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, manusia lebih cenderung tidak mau mengakui kesalahannya, malah cenderung menyalahkan orang dan pihak lain. Ketika Adam melakukan Kesalahan, justru ia menyalahkan Tuhan dan Hawa. Ketika Kain membunuh Habel adiknya, Firman Tuhan kepada Kain: “Di mana Habel, adikmu itu?” Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kejadian 4:9)

Rasul Paulus kepada jemaat di Roma mengatakan, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak”  (Roma 3:10).  Nobody’s perfect!  Tidak  ada gading yang tak retak.  Tak seorang pun luput atau kebal terhadap kesalahan.  Sehebat bagaimanapun seseorang, pastilah pernah melakukan kesalahan.  Yang membedakan adalah:  Tidak semua orang mau mengakui kesalahan. 

Kalau kita mau jujur,  mengakui kesalahan bukanlah hal yang mudah dilakukan dan memerlukan keterbukaan serta kerendahan hati.  Karena gengsi, takut ditolak atau dianggap rendah, seringkali orang tidak berani mengakui kesalahannya, malah berusaha menutupinya.  Yang berjiwa besar pasti mau mengakui kesalahannya walaupun dibutuhkan suatu keberanian! Keberanian untuk bersikap kesatria.

Sikap kesatria mengakui kesalahan adalah pangkal proses penyelesaian masalah serta perbaikan diri sehingga di masa yang akan datang seseorang yang pernah berani mengakui kesalahan dan menerima  konsekuensi akan takut melakukan kesalahan yang sama dan lainnya.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hakim-Hakim dengan topik: “Admitting Mistake is A Great Courage (Mengakui Kesalahan adalah Sebuah Keberanian Besar)”. Bacaan Sabda diambil dari Hakim-Hakim 20:1-48. Sahabat, bacaan kita pada hari ini menunjukkan perang saudara antara orang Israel dengan orang Benyamin. Bisa dikatakan penyebabnya adalah adanya dua pihak yang telah melakukan kesalahan, namun mereka tidak menyadarinya.

Kesalahan pertama adalah orang Lewi yang memotong jenazah gundiknya menjadi 12 bagian dan mengirimkannya kepada tiap suku Israel (Hakim-Hakim 19:29). Orang Lewi ini tidak melaporkan kejadian yang sesungguhnya. Pasalnya, ia sendiri yang menyerahkannya untuk dipakai banyak orang. Kesalahan kedua datang dari orang Benyamin. Mereka tidak mau mengakui bahwa ada orang-orang dursila dari sukunya yang telah berbuat kejahatan (ayat 13).

Sahabat, mengakui kesalahan adalah sebuah keberanian besar. Andaikan orang Lewi itu berani mengatakan kebenaran dan orang Benyamin juga mau mengakui kesalahan, perang saudara ini tidak akan terjadi. Akibat dari kesalahan itu, banyak sekali orang yang terbunuh dari kedua belah pihak. Cara hidup orang-orang pada masa itu sudah begitu bobrok dan tidak lagi melibatkan Tuhan. Dampaknya, semua orang merasa diri sebagai orang yang benar.

Bagaimana dengan kita pada saat ini? Bagaimana reaksi kita saat melakukan kesalahan? Apakah kita mau mengakuinya? Pengakuan itu adalah bentuk penerimaan bahwa kita adalah manusia lemah dan sering melakukan kesalahan. Selain itu, kita juga harus terus bersandar dan bertanya kepada Allah mengenai kehidupan kita. Sebab, Allah adalah sumber dan standar kebenaran. Jadi, untuk mengetahui salah atau benarnya suatu tindakan, kita harus berkaca pada Sang Sumber Kebenaran melalui firman-Nya.

Sahabat, dengan sujud menyembah kepada-Nya, mari kita memohon bimbingan Tuhan agar terus mengarahkan hidup kepada firman-Nya sebagai sumber kebenaran. Cara hidup yang bobrok tidak perlu ditiru. Kita mesti punya filter. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari Roma 3:10?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Bila kita tidak segera menyadari kesalahan dan bangkit, pemulihan takkan pernah terjadi dalam hidup kita. (pg).
 

Leave a Reply