Ritual Without Spirituality
SPIRITUALITAS. Dari Ensiklopedia Dunia saya mendapat informasi bahwa kata spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berarti: Nafas, kehidupan, dan roh. Spiritual berhubungan dengan keseluruhan hidup manusia yang didasari atas realitas yang utama, dan diselaraskan dengan keberadaan dimensi rohani (baik secara fisik juga hal yang terpancar dalam tindakan keseharian). Dalam kekristenan, hal ini diartikan pneumatikos, yang berarti gambaran seseorang yang dipimpin oleh pneuma (Roh) Tuhan.
Spiritualitas kristiani adalah cara hidup kekristenan yang merupakan ibadah dan pengembangan hubungan dengan Yesus sebagai poros kerohanian. Artinya spiritualitas kristiani merupakan hasil relasi antara manusia dengan Tuhan, yang kemudian diwujudkan dalam cara hidup keseharian orang Kristen yang meneladani Kristus.
Spiritualitas mencakup roh, jiwa, semangat juga gairah, yang tidak dapat dipungkiri harus dijadikan sebagai prioritas utama. Sebuah organisasi gereja dengan segala kelengkapannya yang bersifat kebutuhan jasmani seperti tempat ibadah, perlengkapan yang canggih, pembicara yang hebat, ataupun kegiatan rohani pendukung lainnya, tetapi jika tanpa spiritualitas yaitu roh, jiwa, semangat dan gairah, maka semuanya itu akan terasa sebagai rutinitas aktifitas gerejawi saja.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hosea dengan topik: “Ritual Without Spirituality (Ritual Tanpa Spiritualitas)”. Bacaan Sabda diambil dari Hosea 9:1-9. Sahabat, spiritualitas yang digadaikan. Itulah yang sering kita lihat terjadi dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita. Orang-orang menggunakan agama untuk berbagai kepentingan pribadi, mulai dari urusan politik sampai pada urusan bisnis. Lalu, apakah masih ada nilai spiritualitas dalam perilaku mereka tersebut?
Dalam Hosea 2:10, Hosea telah menubuatkan bahwa Allah akan menghentikan segala perayaan hari-hari raya keagamaan Israel. Tidak akan ada lagi sukacita dan sorak-sorai perayaan. Nubuat tersebut tergenapi saat Israel sedang merayakan hari raya Pondok Daun. Perayaan tersebut untuk memperingati perjalanan hidup mereka selama di padang gurun, memperbarui perjanjian dengan Allah, dan bersyukur untuk hasil panen yang diperoleh.
Di tengah perayaan itulah, Hosea berkata: “Janganlah bersukacita… ! Janganlah bersorak-sorak… !” (Ayat 1). Ada dua alasan dia berkata demikian. Pertama, hasil panen itu diperoleh dari ritual sinkretisme. Artinya, mereka tidak pantas bersukacita untuk sesuatu yang tidak berkenan bagi Allah. Kedua, karena mereka akan dibuang ke tanah asing. Saat itu, mereka tidak akan dapat merayakan perayaan itu lagi (Ayat 3-5).
Sayangnya, Israel tidak mengerti peringatan tersebut. Mereka malah menuduhnya sebagai seorang pandir (bodoh) dan gila. Mereka merasa paling tahu apa yang menyenangkan hati Allah. Padahal, mereka hanya menjalankan ritual demi ritual ibadah kosong.
Sahabat, terjebak dalam ritual keagamaan bisa membuat ibadah kita kehilangan makna karena kita hanya memusatkan diri pada tata caranya, bukan esensinya. Ritual dapat menarik perhatian kita kepada berkat, bukan kepada Allah, Sang Sumber berkat. Akhirnya, ritual meminggirkan Allah dari pusat ibadah itu sendiri. Itulah ritual tanpa spiritualitas.
Maka bersyukurlah jika kita tidak terjebak pada rutinitas ritual ibadah yang terkadang bisa menjemukan. Pusat ibadah kita adalah Allah. Mari kita berbenah dengan membangun spiritualitas berdasarkan cinta kasih Allah! Setialah dalam menjalani komitmen kita dan tempatkanlah Allah di hati kita sebagai yang utama dan satu-satunya! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami tentang Spiritualitas Kristen?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: . Tuhan bersukacita dan bersorak sorai ketika melihat kita taat, setia dan mengasihi-Nya. (pg).