Restoring the Lost Love
PERAN SEORANG IMAM. Sahabat, seorang imam bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran sehingga umat Tuhan tidak binasa dan dapat mengenal Allah. Tetapi sungguh ironis, sebab pada kenyataannya, para imam tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik pada zaman nabi Hosea. Para imam menolak pengenalan akan Allah, dan karenanya mereka gagal menuntun umat Allah. Akibat kegagalan itu pun juga sangat mengejutkan, tidak saja Allah menolak para imam tetapi juga melupakan anak-anak mereka.
Hal tersebut setidaknya memberikan peringatan betapa pentingnya bagi kita untuk selalu bersikap rendah hati. Sebagai seorang imam, kita masih perlu pengajaran-pengajaran firman Tuhan yang akan mengajar kita menjadi seorang yang mengenal Tuhan. Rendah hati ketika ditegur akibat kesalahan yang kita buat, jujur mengakui kesalahan, terbuka dan sabar saat dikritik, dan sebagainya. Jika kita seorang yang mengenal Allah dengan benar, maka kita dapat menjalankan tugas keimaman dengan benar.
Sahabat, kasus kegagalan para imam dalam kitab Hosea terjadi dalam suatu bangsa. Bila hal itu terjadi dalam sebuah keluarga, apa akibatnya? Siapakah imam dalam keluarga? Bukankah ia adalah ayah (suami) yang dibantu oleh seorang istri? Jika kita gagal menjalankan keimaman dalam keluarga dan tidak bertanggung jawab memberikan pengajaran yang benar kepada anak-anak kita, maka anak-anak pasti berjalan ke arah yang salah. Sesungguhnya sukacita terbesar saat melihat anak-anak kita hidup dalam kebenaran Allah dan tidak dilupakan-Nya. Semoga setiap imam sekaligus sebagai ayah menyadari betapa penting dan sentral peranannya.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hosea dengan topik: “Restoring the Lost Love (Memulihkan Kasih yang Telah Hilang)”. Bacaan Sabda diambil dari Hosea 4:1-18 dengan penekanan pada ayat 6. Sahabat, Tuhan sangat berduka ketika cinta kasih menghilang dari tengah kehidupan umat yang dikasihi-Nya. Itulah yang dialami bangsa Israel. Mereka adalah umat yang sangat dikasihi-Nya, tetapi justru tega mengingkari perjanjian.
Orang-orang yang sejatinya bisa diandalkan untuk merawat perjanjian kasih karunia malah berkhianat, yaitu para imam dan nabi. Mereka tidak menjalankan tugas sesuai dengan panggilannya. Mereka seharusnya mewartakan kasih Tuhan dengan segala kebenaran, kesetiaan, dan keadilan-Nya. Kenyataannya, mereka malah lebih mengutamakan materi. Ironisnya, mereka malah memelopori untuk menolak pengenalan akan Allah. Dengan terang-terangan, mereka malah berselingkuh dengan ilah lain (Ayat 12-14, 17).
Sahabat, dalam keadaan seperti itu, cinta kasih berubah menjadi kemurkaan. Ini tampak melalui kisah penghukuman Allah terhadap umat yang meninggalkan-Nya. Hati Allah kian sakit ketika umat-Nya lari kepada para penenung dan berhala di Kanaan (Ayat 12, 13). Mereka mempersembahkan kurban di puncak-puncak gunung dan di atas bukit-bukit. Bahkan, mereka melaksanakannya dengan gembira. Ini tanda bahwa umat kesayangan Tuhan itu lebih mencintai kehinaan daripada Allah sendiri.
Mereka seolah tidak tahu, jika meninggalkan Allah berarti berjalan menuju kebinasaan. Mereka tidak sadar, dengan tindakan itu, malapetaka sedang mendekat. Allah dapat mencabut kemuliaan mereka sebagai umat yang disayangi dan membuat mereka terhina dengan menjadikan mereka sebagai bangsa tawanan.
Sahabat, lalu bagaimana supaya kasih tidak menghilang dalam kehidupan bersama atau memulihkan kembali kasih yang telah hilang? Pertama, kita harus mengenal Allah, sebab Allah adalah pribadi yang penuh kasih, yang mencintai keadilan, dan kebenaran sehingga akan mendatangkan keyakinan dan keteguhan hati. Kedua, kita harus tinggal dekat dengan Allah. Dengan demikianlah, kasih-Nya akan terjaga dalam persekutuan yang intim dengan Allah. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 6?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Pengenalan Akan Tuhan Merupakan Pilar Penting Kehidupan Iman Orang Percaya. (pg)