+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

The Death and The Meaning of Life

The Death and The Meaning of Life

Sahabat, teman sepelayanan saya, Pdt. Andi O. Santoso dalam suatu pertemuan dia berkata, “Pada suatu saat kita pasti akan mati karena mulai saat ini kita perlu memikirkan apa yang akan kita wariskan kepada mereka yang akan  kita tinggalkan. Kemudian dia menullis sebuah buku yang berjudul: Live Simply, Leave Legacy

Kebanyakan manusia memiliki paradigma bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak menyenangkan: Ada tangisan, kehilangan, dan kemuraman dalam setiap kematian. Selain itu  kematian adalah akhir dari eksistensi manusia di dunia. Kematian juga begitu mengerikan karena misteri yang terkandung di dalamnya: Apa yang terjadi saat orang mati dan ke mana perginya gerangan?

Kita tahu bahwa kematian tidak mengenal usia, jenis kelamin dan juga status sosial yang dimiliki oleh seseorang, dan tak seorang pun dari kita dapat menolak atau melarikan diri dari kematian.  Kematian juga tidak dapat kita wakilkan. Maka sebelum kematian menghampiri, mari sejenak kita renungkan: Kematian dan arti hidup. The Death and The Meaning of Life.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Pengkhotbah dengan topik: “The Death and The Meaning of Life”. Bacaan Sabda saya ambil dari Pengkhotbah 7:1-8 dengan penekanan pada ayat 8. Sahabat, bagaimanapun panjangnya suatu masa, pasti ada akhir dari masa tersebut. Contoh: Kalau umur kita  bisa mencapai 100 tahun di dunia ini, pasti tetap ada saat dimana kita harus mati.

Kita perlu menyadari bahwa kekekalan hanyalah milik Tuhan. Oleh karena itu, Pengkhotbah menulis sebuah prinsip yang sangat penting dan luar biasa: “Akhir suatu hal lebih baik daripada awalnya. …” (ayat 8a). Mengapa demikian? Bagaimanapun suatu hal pasti ada akhirnya. Akhir tersebut berbicara tentang tujuan dan visi yang akan dicapai. Akhir suatu hal berbicara apakah kita sudah bisa mengakhiri segala sesuatu dengan baik sesuai rencana dan target yang telah kita tetapkan sejak semula ataukah tidak.

Pengkhotbah mengingatkan segala sesuatu ada waktunya. Masa lalu sudah berakhir, masa sekarang harus kita jalani. Masa lalu tidak akan dapat berubah, sehingga untuk apa membandingkannya dengan masa sekarang? Justru yang menjadi persoalan adalah kita harus hidup sebaik-baiknya di masa sekarang ini agar di masa depan kita boleh menuai hasil yang baik pula.

Pengkhotbah mengajar kita untuk hidup dengan memikirkan bagaimana kita dapat menyelesaikannya dengan baik. Pada akhirnya, setiap manusia akan mati. Pertanyaannya, warisan seperti apa yang kita tinggalkan? Manakah yang lebih penting: KENIKMATAN atau HIKMAT Allah? Apa yang kita nilai berharga akan mengarahkan cara kita hidup. Kita perlu berhikmat dalam menjalani hidup. Hiduplah dengan meninggalkan NAMA YANG HARUM dan HIKMAT YANG BENAR, sebab hal itu memuliakan Allah. Dengan memuliakan Allah dan mengasihi sesama, kita memberi teladan yang baik bagi generasi berikutnya.

Sahabat, di rumah duka seseorang seharusnya mulai memikirkan nilai-nilai kehidupan yang lebih mulia dan kekal daripada nilai-nilai yang sementara dan yang akan tersapu dengan waktu. Marilah kita merenungkan bahwa realita kematian adalah realita yang membuat kita memikirkan apa arti hidup kita. Bagaimana kita menjalani hidup ini? Bagaimana kita ingin mati kelak? Haleluya! Tuhan itu baik.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 7?

Selamat sejena merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita dipanggil tidak hanya untuk memulai suatu pekerjaan baik, tetapi juga untuk menyelesaikan dan mengakhirinya dengan baik. (pg).

Leave a Reply