+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

JUST GIVE ME MY DAILY BREAD

JUST GIVE ME MY DAILY BREAD

Sahabat, saya ingat dengan sebuah dongeng dalam bahasa Inggris yang berjudul: “The Greedy Dog”. Seekor anjing berlari-lari membawa tulang dari tong sampah. Ketika melewati jembatan, ia menunduk dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air sungai. Ia mengira, ada anjing lain membawa tulang yang lebih besar dari miliknya. Tanpa berpikir panjang, ia menjatuhkan tulang yang digigitnya dan langsung terjun ke air. Anjing itu akhirnya harus bersusah payah berenang ke tepian. Akhirnya, ia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang digigitnya tadi sudah hilang.

Dongeng tersebut menggambarkan sikap tidak berpuas diri yang berkembang menjadi keserakahan. Sesungguhnya kaya dan miskin itu adalah relatif. Persoalannya apakah kita bisa menikmati semua keadaan kita? Itu yang sering menjadi persoalan. Baik kaya maupun miskin sejatinya kita harus mampu menikmatinya.

Pada masa kini banyak orang berorientasi kepada kekayaan dan itu sudah merupakan gaya hidup banyak orang. Rasanya hampir tidak ada seorang pun yang menginginkan hidup miskin, serba kekurangan dan terus kesulitan dalam memenuhi biaya hidup yang terus semakin tinggi. Tapi di sisi lain, sebuah status kekayaan akan dengan mudah menjerumuskan kita ke dalam rasa kepuasan berlebihan yang malah bisa membuat kita lupa kepada Sang Pemberi, bahkan lalu berkembang menjadi sebuah keserakahan.

Semoga kita sebagai komunitas orang percaya berani berdoa: “Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.” Just give me my daily bread.

Hari ini kita melanjutkan untuk belajar dari kitab Amsal dengan judul: “JUST GIVE ME MY DAILY BREAD”. Bacaan Sabda saya ambil dari Amsal 30:1-14 dengan penekanan pada ayat 8. Sahabat,  sebelum dia mati, Agur bin Yake memohon  dua hal kepada Tuhan (ayat 7):  Pertama, agar Tuhan menjauhkannya dari kecurangan dan kebohongan. Kedua, agar Tuhan tidak memberinya kemiskinan atau kekayaan. Intinya, ia memohon agar Tuhan memberikan apa yang memang menjadi bagiannya (ayat 8). Alasan dari permohonan ini ada di ayat selanjutnya, “Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (ayat  9).

Permohonan Agur menunjukkan kepercayaannya: Tuhan sudah menyiapkan berkat khusus baginya. Sesungguhnya hal tersebut penting, karena Tuhanlah sebenarnya yang tahu sampai dimana kemampuan dan kapasitas kita untuk menerima sesuatu. Jangan sampai kita menderita miskin lalu sulit untuk melakukan firman Tuhan, di sisi lain jangan sampai kekayaan membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi renggang.

Apa yang baik adalah sesuai dengan takaran Tuhan, bukan takaran kita. Dia tahu apa yang kita butuhkan, Dia jauh lebih mengenal diri kita, oleh karena itu yang terbaik adalah menyerahkan keputusan ke dalam tangan Tuhan. 


Sahabat, menyadari bahwa kita memiliki bagian kita sendiri akan menghindarkan kita dari keserakahan atau mengingini milik orang lain. Keserakahan berpotensi membuat kita kehilangan kebaikan-kebaikan yang kita miliki. Jiwa kita akan dirundung oleh kekecewaan dan kekhawatiran. Karena itu, baiklah kita belajar bersyukur atas bagian khusus itu. Dalam pemeliharaan-Nya, kita tidak akan mengalami kekurangan. Dalam penjagaan-Nya, kita akan mengalami kepuasan dan kecukupan yang sesungguhnya.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Keserakahan mendatangkan kekurangan, rasa syukur membuahkan kecukupan. (pg).

Leave a Reply