Menjadi KAYA itu BOLEH
Sahabat, KESOMBONGAN adalah dosa yang sering kurang disadari oleh banyak orang, termasuk orang percaya, padahal dosa ini mengantarkan si pelaku kepada kehancuran.
Ada pun ciri-ciri orang yang berlaku sombong adalah: Merasa diri hebat, paling benar dan patut dihormati. Orang yang berlaku demikian memiliki kecenderungan untuk merendahkan orang lain. Sadar atau tidak kesombongan akan terus membawa orang kepada dosa-dosa yang lain.
Sahabat, kesombongan sering kali menjadi pemisah dalam sebuah relasi. Sebab, kesombongan membuat kita merasa lebih baik daripada orang lain. Ironisnya, manusia berani menyombongkan diri di hadapan Allah Yang Mahakuasa dan Empunya segalanya. Jadi, tidaklah mengherankan jika dikatakan bahwa kesombongan manusia mendahului kejatuhan dan kehancurannya.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “Menjadi KAYA itu BOLEH”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 23:1-18. Sahabat, topik kita pada hari ini: Menjadi kaya itu boleh. Lalu apa yang tidak boleh? Jelas, yang TIDAK BOLEH itu kalau kita menjadi orang kaya kemudian kita MENJADI SOMBONG.
Kesombongan itulah yang dilakukan oleh penduduk Tirus dan Sidon sehingga Allah menghukum mereka (ayat 9). Kedua kota itu maju, menjadi pusat perdagangan, dan memiliki pelabuhan terbesar pada masa itu. Kehidupan penduduknya sangat sejahtera karena memiliki kekayaan besar. Kota Tirus dan Sidon merupakan kota yang kaya raya. Penduduknya banyak yang menjadi saudagar yang kaya. (ayat 8)
Sayangnya, kekayaan itu hanya sebatas materi, tidak diikuti dengan kekayaan
Moral. Hati dan perbuatan mereka penuh dengan kejahatan. Mereka menjadi sombong. Allah tidak menyukai kesombongan. Sebab, hal tersebut merusak atau memisahkan relasi antara kita dengan-Nya..
Maka tidak heran jika banyak nabi yang diutus Allah untuk menegur mereka. Misalnya, Yeremia, Yehezkiel, Yoel, Amos, Zakharia, dan termasuk Yesaya. Tujuannya supaya mereka bertobat dan terhindar dari penghukuman Allah. Namun, mereka tidak mau mendengarkan teguran itu. Mereka justru semakin tenggelam dalam kejahatan dan tidak mau bertobat. Akibatnya, Allah menyatakan penghukuman-Nya (ayat 11).
Oleh sebab itu, marilah kita mencoba memeriksa hati dan mengevaluasi diri. Adakah kesombongan dalam hati kita? Adakah kita menyadari bahwa kita mulai tidak melibatkan Allah dalam rencana hidup kita? Apakah kita tidak pernah lagi melibatkan Allah dalam mengambil keputusan penting dalam hidup kita? Apakah kita sudah merasa mampu mengatasi semua persoalan hidup seorang diri saja dengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri? Jika ya, mari kita mohon ampun pada Allah dan bertobat, sebab itu adalah tanda dan bentuk kesombongan kita.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 8?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 11?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sesungguhnya, kita lemah dan tidak berdaya tanpa pertolongan Allah. Oleh karena itu, mari kita tinggalkan kesombongan dan bergantung penuh kepada-Nya. (pg).