TAAT: Perjuangan yang BERAT
Sahabat, melepaskan sesuatu yang diperoleh dengan susah payah dan dalam waktu yang panjang, biasanya sangat sulit. Karena itu merupakan sesuatu yang diperoleh setelah melalui berbagai perjuangan dan pengorbanan.
Seorang teman sekantor bercerita bahwa sepeda motor yang dia pakai untuk pergi ke tempat kerja itu milik istrinya. Istrinya berpesan, “Mas, tolong sepeda motor ini jangan sampai dijual karena saya membelinya dari hasil kerja saya bertahun-tahun”.
Bagaimana jika sesuatu yang amat sangat berharga bagi kita dan itu satu-satunya yang kita miliki, tiba-tiba Tuhan berbicara kepada kita agar itu dipersembahkan kepada-Nya? Tentu kita akan menghadapi pergumulan yang amat sangat berat, bukan? Sesungguhnya, taat itu suatu perjuangan yang berat.
Untuk lebih memahami topik tentang: “TAAT: Perjuangan yang BERAT”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 22:1-19. Sahabat, sebuah ujian mahaberat dialami Abraham saat Allah meminta Abraham untuk mengurbankan Ishak, satu-satunya ahli waris yang sah.
Mungkin ada diantara kita yang bertanya-tanya, apakah Allah tidak salah? Apakah tidak ada perintah yang lebih manusiawi dan masuk akal ketimbang perintah yang amat sangat berat seperti itu? Namun, yang membuat kita terheran-heran adalah tindakan Abraham yang menuruti perintah Allah. Bagi sebagian besar orang, keputusan Abraham adalah perbuatan yang konyol dan gila.
Namun tidak demikian bagi Abraham. Ketika ia berusia 75 tahun (Kejadian 12:4), Allah memintanya meninggalkan negerinya dan berjanji menjadikannya bangsa yang besar, serta olehnya semua kaum di muka bumi akan diberkati. Padahal istrinya mandul dan sudah tua. Janji itu mulai digenapi dengan lahirnya Ishak, saat Abraham berumur 100 tahun (Kejadian 21:5).
Sahabat, saat Ishak beranjak remaja, ujian besar dihadapi Abraham ketika Allah memintanya mempersembahkan putranya. Abraham taat tanpa protes. Pergumulan 25 tahun untuk memperoleh Ishak tidak membuatnya mengutamakan dirinya atau anaknya lalu menomorduakan Allah. Penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa ia melakukannya karena iman, sebab ia tahu bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang dari kematian (Ibrani 11:17,19). Jadi ketaatan Abraham berasal dari pengenalannya akan Allah dan relasinya yang intim dengan Dia. Ia belajar taat pada Allah melalui proses yang panjang, disertai jatuh bangun, hingga kemudian ia menjadi “bapa semua orang percaya” (Roma 4:11).
Jika kita tidak mengenal Allah, tentu saja mustahil menaati Dia. Semakin kita mengenal Dia, semakin kita mengerti bahwa Dia adalah Allah yang menciptakan, mengasihi, dan menebus kita. Kasih-Nya yang sempurna telah dinyatakan melalui pengorbanan Kristus. Dengan demikian, seperti Abraham, kita pun dapat berjalan dalam iman untuk menaati Dia.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah pertanyaan berikut ini: Mengapa Abraham mau taat melaksanakan perintah Tuhan? (Ayat 1-6)
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati kita: Pengenalan yang benar akan Allah akan berbanding lurus dengan ketaatan kita melakukan kehendak-Nya. (pg).