KASIH itu MELIHAT
Terima kasih Tuhan, hari ini 8 Juni 2022, kami dapat mensyukuri ulang tahun pernikahan kami yang ke-40. Tuhan telah mempertemukan kami pada sekitar bulan April 1977 di GKMI Semarang. Kami sama-sama terlibat dalam pelayanan di Komisi Sekolah Minggu dan Pemuda Natanael.
Kami menikah pada 8 Juni 1982. Dalam perjalanan kebersamaan, kami terus berupaya dan berjuang menggelorakan cinta dalam hati. Kami tidak terus mengungkit kesalahan, tapi terus mengingat kebaikan. Kami tidak saling menuntut, tapi saling memberi. Bagi kami, cinta itu mampu melihat. Dia mampu melihat kelemahan dan kesalahan, tapi itu tidak kami masalahkan. Kami lebih mengedepankan pengampunan dan penerimaan.
Untuk lebih memahami topik tentang: “KASIH itu MELIHAT”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari 1 Petrus 4:7-11 dengan penekanan pada ayat 8. Sahabat, ada ungkapan yang mengatakan: Cinta itu buta (Love is blind). Hampir semua orang mengenal ungkapan tersebut. Apa artinya? Sebagian besar orang mengartikan bahwa jika seseorang jatuh cinta, maka ia tidak memikirkan hal-hal lain selain keinginan untuk mendapatkan orang yang dicintainya.
Raja Edward VIII misalnya, melakukan sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkan orang lain. Ia jatuh cinta kepada seorang wanita Amerika yang bersuami dan sebelumnya sudah pernah menjanda. Untuk bisa menikahi wanita tersebut, Raja Edward melepaskan takhta secara resmi pada tanggal 10 Desember 1936.
Rasul Petrus mendorong jemaat agar saling mengasihi dengan sungguh-sungguh. Namun kasih yang dimaksud Petrus melampaui apa yang terjadi pada cinta Raja Edward VIII. Kasih murni tertuju tidak hanya pada seseorang yang dianggap istimewa. Kesabaran dan kelembutan sebagai ciri kasih menjadi karakter pribadi yang ditujukan bagi semua orang percaya. Saling merendah dan berkorban menjadi sifat mulia yang menguatkan satu sama lain.
Kasih yang kudus tidaklah buta. Ia mampu melihat jelas adanya kelemahan dan kesalahan pada orang lain. Namun kelemahan dan kesalahan tidak lagi diperhitungkan. Terjadi saling mengampuni. Juga saling melayani (ayat 10). Kristus yang menderita menjadi teladan dan sumber inspirasi (ayat 1). Dengan demikian, orang percaya bahkan dapat bersukacita di tengah situasi penindasan dan aniaya. Namun kasih seperti itu tidak terjadi secara otomatis. Melainkan harus diupayakan dan diperjuangkan dengan sangat serius.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Menurut Sahabat, mana yang benar, kasih itu buta atau kasih itu mampu melihat? Mengapa? (Ayat 8)
- Bagaimana supaya Sahabat dapat berdoa? (Ayat 7)
- Apa yang diminta oleh Rasul Petrus untuk kita lakukan? (Ayat 10-11)
Selamat sejenak merenung. Mari berupaya mengasihi dengan sungguh-sungguh tanpa terus mengungkit kelemahan dan kesalahan orang lain. (pg)