+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

WARISAN KETAATAN

WARISAN KETAATAN

Sesungguhnya warisan tidak hanya selalu berupa harta benda. Sebagai orang percaya, warisan terbesar yang dapat diwariskan kepada anak dan cucu bukanlah uang atau materi, melainkan iman dan karakter.

Ilmu dan penghargaan juga bisa dijadikan warisan yang abadi. Tak jarang penghargaan seseorang akan menjadi motivasi bagi generasi setelahnya untuk melampauinya. Sementara ilmu akan terus menerus turun hingga menjadi warisan abadi.

Warisan merupakan bagian sejarah atau peninggalan yang dititipkan untuk generasi setelahnya. Sebuah warisan bisa memberikan kontribusi berharga di masa depan. Lalu warisan apa yang ingin kita tinggalkan? Mari kita meninggalkan warisan ketaatan.

Untuk lebih memahami topik tentang: “WARISAN KETAATAN”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Bilangan 36:1-13 dengan penekanan pada ayat 9. Sahabat, pasal penutup kitab Bilangan ini merupakan babak kedua kisah putri-putri Zelafehad (Bilangan 27:1-10). Milik pusaka mereka dipertanyakan oleh para pemimpin suku, bila perempuan-perempuan itu menikah dengan pria berlainan suku (ayat 1-4). Hal itu dapat mengacaukan kepemilikan warisan tersebut.

Menurut Allah, putri-putri Zelafehad harus menikah dengan orang-orang sesuku agar harta warisan mereka tidak beralih ke tangan suku lain, sebab hal itu memang tidak diperbolehkan (ayat 5-9). Bagaimana respons putri-putri Zelafehad? Mereka patuh. Mereka taat menikah dengan laki-laki dari kaum-kaum bani Manasye sehingga milik pusaka mereka tetap berada di tangan suku kaum ayah mereka sendiri (ayat 10-12).
 

Kitab Bilangan yang dimulai dengan kisah di padang gurun Sinai (Bilangan 1:1), kemudian berakhir di tepi sungai Yordan dekat Yerikho (ayat 13). Allah telah memimpin bangsa Israel dalam perjalanan di padang belantara selama kurang lebih empat puluh tahun. Meski sedemikian lama mereka bergerak di padang belantara, tidak banyak kemajuan yang mereka buat karena sungut-sungut dan berbagai pemberontakan.

Maka kita melihat bahwa kitab Bilangan banyak berisi contoh-contoh negatif tentang ketiadaan iman dan ketaatan. Konsekuensinya, Allah menunda pencurahan berkat-Nya. Bahkan banyak dari antara umat, yang kemudian tidak dapat menikmati keindahan berkat-berkat Allah tersebut. Satu generasi yang tidak beriman harus mati sebelum memasuki Tanah Perjanjian.

Syukur, pada hari ini kita sampai pada pasal terakhir dari kitab Bilangan.  Kitab Bilangan ditutup dengan contoh positif dari putri-putri Zelafehad, teladan yang patut diikuti oleh segenap bangsanya. Dengan ketaatan semacam itu, kitab Bilangan menjadi pelajaran tentang pentingnya iman dan ketaatan kepada Allah. Iman, yaitu mau mencari Allah dan mengutamakan kehendak Allah dalam setiap permasalahan hidup, akan membuat umat menemukan jalan keluar yang membawa kebaikan dan damai sejahtera bagi semua pihak.

Sahabat, bagaimana kisah perjalanan hidup kita? Kisah apa yang menandainya? Ketaatan atau pemberontakan? Kiranya Tuhan menolong kita sehingga kita mampu mewariskan iman dan ketaatan.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, bagikanlah, warisan apa yang ingin Sahabat tinggalkan bagi anak-anak dan cucu-cucumu serta generasi mendatang ? Selamat sejenak merenung. Tuhan Yesus menolong dan memberkati. (pg)

Leave a Reply