IMAN yang KUKUH
Sahabat, bak air laut, ada pasang surutnya, demikian juga dengan perjalanan hidup kita, ada pasang surutnya. Masa lalu yang baik bukan jaminan bahwa keadaan akan selalu baik. Ada saatnya kita mengalami kesusahan di tengah dunia ini, baik karena perbuatan diri sendiri, orang lain, atau karena sistem/keadaan dunia yang jahat dan berdosa. Bagaimana respons kita menghadapi pasang surut kehidupan. Bagaimana perjalanan relasi kita dengan Allah dalam menghadapi pasang surut kehidupan? Apakah kita punya iman yang kukuh? Iman yang tidak mudah goyah.
Untuk lebih memahami topik tentang: “IMAN yang KUKUH”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 44:1-27. Sahabat, bacaan kita pada hari ini merupakan sebuah refleksi Pemazmur. Ia menggambarkan penziarahan bangsa Israel bersama dengan Allah di dalam sejarah. Sekilas, perikop ini sedang bercerita tentang seruan bangsa Israel kepada Allah ketika mengalami penindasan. Namun jika dibaca secara utuh dan teliti, ternyata ada sebuah dinamika yang lebih mendalam.
Mazmur 44 dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, Pemazmur mengingat akan kemurahan dan karya Tuhan atas bangsa Israel di masa yang lampau. Bagaimana dengan kekuatan kuasa Tuhanlah, maka bangsa itu beroleh kemenangan (ayat 1-9). Bagian kedua, Pemazmur memaparkan kehancuran dan hukuman dari Tuhan atas bangsanya (ayat 10-17). Pada bagian ketiga, Pemazmur menyatakan keteguhan diri dan bangsanya kepada Tuhan.
Sahabat, sekali pun tangan Tuhan menekan dan meremukkan mereka, namun mereka tidak berpaling daripada-Nya (ayat 18-22). Pada bagian terakhir, Pemazmur menyatakan seruan permohonan kepada Tuhan agar segera menolong mereka (ayat 23-27).
Apa yang membuat Pemazmur tidak meninggalkan Tuhan di tengah kesesakan yang dialami bangsanya? Pertama, Pemazmur menyadari bahwa kehidupan dirinya dan bangsanya dikarenakan kekuatan kuasa tangan Tuhan (ayat 2-9, 10-15). Selain itu, Pemazmur sadar, baik senang maupun susah, baik menang atau pun kalah, Tuhan berkuasa mengatur hidupnya.
Kedua, Pemazmur mengenal siapa Tuhan yang disembah olehnya dan bangsanya (ayat 5). Perhatikan perubahan kata “kami” di ayat 2 menjadi “-ku” di ayat 5. Pemazmur mengenal Allahnya bukan hanya sebagai Allah bangsanya, melainkan sebagai Allahnya pribadi. Ia mengenal Allah bukan karena apa kata bangsanya, melainkan ia mengalami Allah dalam hidupnya. Karena itulah ia berseru “Rajaku dan Allahku” (ayat 5).
Sahabat, pengenalan dan iman kepada Allah secara personal sangatlah penting, karena kita benar-benar memiliki relasi intim dengan Allah yang kita sembah. Sekali pun kenyataan hidup meremukkan hati, iman kita tidak akan mudah goyah. Sebab, Allah yang kita sembah adalah Allah yang punya kuasa untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang mengasihi-Nya.
Berdasarkan hasil perenungan dari bacaan kita pada hari ini, Sahabat, bagikanlah pengalamanmu, bagaimana imanmu kepada Allah ketika engkau sedang menghadapi masa surut dalam kehidupanmu?
Selamat sejenak merenung. Sudahkah Sahabat mengenal Tuhan Yesus secara pribadi dan mengalami Dia di dalam hidupmu? (pg)