Memilih Panggilan Pelayanan
Setiap orang memiliki sebuah panggilan khusus untuk mengikuti Tuhan Yesus. Panggilan ini merupakan sebuah karunia dari Allah sendiri. Secara spesifik, Allah menaruh panggilan ini ke dalam diri seseorang, kamu dan aku. Inilah suatu pemberian dari Allah, yang mesti diterima dengan keterbukaan diri (Yeremia 1:7-8; Efesus 4:11-12; 2 Timotius 1:9; 1 Petrus 5:10).
Mengapa panggilan untuk mengikuti Tuhan Yesus begitu unik? Sebab, ini didasarkan pada karunia khusus yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Di dalamnya pun terdapat sebuah kebebasan bagi kita untuk memilih: menolak, atau menerima panggilan tersebut (Kejadian 2:16-17). Kebebasan ini pun merupakan perwujudan eksistensi manusia sesungguhnya.
Sebagian orang secara luar biasa mengalami bahwa cara Allah memanggil mereka amat unik. Itulah sebabnya sebuah panggilan untuk mengikuti Tuhan Yesus memang sangat istimewa. Ini disebabkan kita merespons undangan Allah dan lalu memberikan diri kepada Allah sendiri. Dan, di sini Allah menghendaki kita untuk menanggapi panggilan-Nya secara pribadi. Lalu, apakah arti panggilan Allah bagi kita?
Bacaan Alkitab kita dalam 1 Raja-Raja 19:19-20 menjelaskan suatu panggilan pelayanan pribadi dan juga penunjukkan kenabian terhadap Elisa.
Ada dua hamba Tuhan di sini. Orang pertama adalah Elia. Ia seorang nabi tua dan namanya berarti “Allah-ku adalah Yahweh (Tuhan)”. Dan, orang kedua bernama Elisa. Ia seorang nabi lebih muda dan namanya berarti “Allah adalah keselamatan”.
Ayat 19 berkata, “Setelah Elia pergi darisana, ia bertemu dengan Elisa bin Safat yang sedang membajak dengan dua belas pasang lembu, sedang ia sendiri mengemudikan yang kedua belas. Ketika Elia lalu dari dekatnya, ia melemparkan jubahnya kepadanya.”
Kata-kata “dari sana” berarti Gunung Horeb, atau disebut Gunung Sinai. Itulah sebuah gunung suci tempat nabi Musa bertemu Allah dan menerima 10 Perintah Allah (Keluaran 19-20). Di atas gunung itu, Tuhan pun menampakkan diri kepada nabi Elia. Tuhan berkata kepadanya bahwa nabi Elia akan mengurapi Elisa dari daerah Abel-
Mehola untuk menggantikannya sebagai nabi di Israel (1 Raja-Raja 19:16).
Saat itu, Elisa sedang bekerja di ladang, karena ia sendiri adalah seorang petani. Dengan melihat lembu-lembunya, kita bisa mempunyai gambaran yang baik tentang dirinya. Elisa sesungguhnya seorang petani kaya di daerah Abel-Mehola, dekat dengan Sungai Yordan, yang terletak di bagian selatan daerah Bet-Sean (1 Raja-Raja 4:12). Dengan demikian, ia pula memiliki status sosial yang bagus.
Elisa sedang bekerja di ladang ketika nabi Elia mengurapinya sebagai seorang nabi. Walaupun Elisa seorang petani kaya, tetapi ia masih membajak tanahnya. Kemudian, nabi Elia mendekatinya dan menaruh jubah kenabiannya di atas pundak Elisa.
Apakah artinya ini? Dengan tindakan ini, nabi Elia menunjukkan bahwa Elisa akan menjadi seorang nabi seperti dirinya kelak. Dengan cepat Elisa pun menyadari keadaan itu. Lalu, saat peralihan jabatan kenabian itu selesai, nabi Elia pada akhirnya memang meninggalkan jubah kenabiaannya bagi Elisa (2 Raja-Raja 2:11-14).
Apakah makna jubah nabi Elia di sini? Jubah nabi Elia merupakan sebuah simbol dari otoritasnya sebagai nabi untuk mengurapi Elisa. Dan bagi Elisa sendiri, jubah nabi Elia menjadi sebuah simbol dari panggilan Elisa terhadap jabatan kenabian yang akan ia emban kelak. Bacaan Alkitab ini menjelaskan suatu hubungan akrab antara sang guru (nabi Elia) dan sang murid (Elisa).
“Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: “Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Jawabnya kepadanya: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu” (1 Raja-Raja 19:20).
Elisa menanggapi tantangan panggilan dari nabi Elia dengan membuat sebuah keputusan yang menentukan hidupnya, yakni mengikuti sang nabi dan bersedia menggantikannya suatu saat . Kehidupan seorang nabi memang lebih sulit daripada pekerjaan Elisa sebagai petani dengan banyak harta. Mengapa? Sejumlah orang akan membenci Elisa. Sebagian lagi akan menentang pemberitaannya. Lebih dari itu, beberapa orang lagi akan menghinanya. Sejumlah tantangan dan pergumulan akan dihadapi Elisa dalam mengemban jabatan kenabian tersebut.
Di sini kita bisa melihat, dengan kebebasan utuh Elisa ingin melayani Allah. Ia mempertimbangkan keputusan untuk mengikuti panggilan pelayanan itu sebagai suatu kesempatan yang amat indah. Dan, ia tidak ragu-ragu lagi untuk melakukannya. Memilih panggilan pelayanan itu baginya sungguh mulia (1 Petrus 4:11).
Tidaklah mudah untuk membuat keputusan dalam hidup ini, sebab kita dihadapkan dengan sejumlah pilihan setiap hari. Pilihan-pilihan mungkin bersifat sederhana atau rumit. Namun, kita juga harus bertanggung jawab terhadap pilihan itu.
Sekarang, apakah kita masih berfokus pada panggilan kita untuk mengikut Tuhan Yesus? Allah kiranya menguatkan panggilan pelayanan kita. (Petrus E. Handoyo/pg).
*****