+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

Lewat Tengah Malam (Based on True Story)

Lewat Tengah Malam (Based on True Story)

Setelah melihat istrinya  terlelap, Pdt. Petra (panggil saja demikian) bangkit dari tempat tidur dan  melangkah menuju ke meja bacanya.

Sudah lewat tengah malam. Bahkan lewat jam 01.00.

Badan sudah capek sekali, tapi dia ingin sekali berdoa. Mengadu kepada Tuhan. Dia buka sedikit daun jendela, di depan  meja bacanya itu. Supaya ada udara segar masuk ke kamar.

Dia duduk menghadap ke jendela itu. Melipat tangan. Memejamkan mata. Dia hendak berdoa.

Tapi sampai beberapa saat, dia tak berucap kepada Tuhan. Dia tak bersuara kepada Allahnya. Dia diam. Meneduhkan hati. Hati yang sedang bergelora.

***

Pak Petra adalah seorang pendeta yang beberapa tahun lagi akan pensiun. Sejak muda dia dikenal orang yang sangat mencintai Tuhan. Aktif dalam pekerjaan-Nya.

Kemampuan berbahasa Inggrisnya sangat bagus. Khotbahnya pun memikat banyak orang. Keseriusannya dalam pelayanannya diketahui oleh banyak orang.

Baik di gereja lokal, tingkat sinodal maupun internasional.

Selain khotbah, dia pun giat menulis. Tulisan-tulisan pembinaan, teologi bahkan juga menerjemahkan pujian-pujian bagi Tuhan. Sulit mencari bandingan dengan Pak Petra.

Dia pun dipakai Tuhan untuk memulihkan gereja-gereja yang mengalami perpecahan.

Dia terlibat aktif dalam pelayanan oikumene.Di universitas-universitas. Di Persekutuan Gereja-gereja di Indoensia (PGI). Bahkan di daerah pelosok.

Untuk urusan khotbah, hampir semua tema yang disampaikannya selalu dilakukan dengan persiapan yang sungguh-sungguh. Ketika melakukan pembinaan kepada kaum muda, dalam sehari dia bisa menyampaikan beberapa makalah.

Orang yang mengenalnya tak meragukan kesungguhan pelayanannya. Orang yang mengenalinya tak meragukan bahwa dia dipakai Tuhan menjadi alat-Nya. Pelayanannya diurapi Tuhan.

***

Beberapa jam lalu, dia barusan ke ruang praktik dokter. Mengantar istrinya.

Di sana dia sungguh terkejut, ketika mendengar diagnosis dokter atas sakit separuh jiwanya. Sakit serius.

***

Pak Petra masih menundukkan kepala. Tangannya masih terkatup. Dadanya sesak.

Matanya basah. Memikirkan sakit rekan seperjalanan hidupnya.

Dengan segala kesesakan di dada, dia bertanya kepada Tuhan: “Ya Tuhan, kurangku iki opo?” (Ya Tuhan, kurangku ini apa?)

Diulanginya kalimat di atas dengan isakan, “ Kurangku iki apa Tuhan?”

Saat itu suasana hening. Hening sekali. Pak Petra masih menunduk.

Masih memejamkan mata. Tiba-tiba beberapa saat kemudian, dia mendengar suara.

“Petra, kurang-Ku iki opo? “

Terulang lagi, “Petra, kurang-Ku iki opo karo kowe?” (Petra kurang-Ku  apa kepadamu?)

Petra langsung tersungkur dan tersedu-sedu. Ketika dia diperlihatkan, bagaimana Yesus tersalib dengan berdarah-darah demi dia. Bagaimana Yesus berkorban dan menyelamatkan dia. Petra menangis.

Dia berkata dalam doanya, “Ampuni aku Tuhan… ampuni hamba-Mu yang tak tahu diri ini!”

Kemudian tenang. Hening kembali. Hati Petra teduh. Dia menutup jendela. Lewat tengah malam itu.

(Tulisan ini kupersembahkan kepada semua saudaraku, para kekasihku yang dalam pergulatan hidup dan memasuki lorong gelap panjang. Dan barangkali sempat bertanya kepada Tuhan, “Ya Tuhan, kurangku iki opo?”)

Setio Boedi/pg

Leave a Reply