ADAKAH BUNGA YANG TINGGI HATI?

Di Belakangnya
Aku memotret bunga-bunga yang berada di semak belukar di bantaran kali Banjir Kanal Timur dengan menggunakan kamera HP dengan pilihan style food, fokus di tengah dan blur di sekitar. Aku ingin menghilangkan pemandangan di belakangnya; batang yang berduri lembut, daun yang tidak indah apalagi yang sudah alum. Blur adalah pilihan agar keindahan bunga bisa terekspose. Padahal kalau dipikir lagi, bunga itu tak akan ada jika tak ada batang dan daunnya.
Kacang Lupa Pada Kulitnya
Andai ada bunga tinggi hati, pribahasa “Kacang lupa pada kulitnya” berlaku karena dia melupakan daun, batang, akar bahkan tanah tempat dia bertumbuh, dan kemudian menyombongkan keindahanya sendiri. Sampai hari ini, aku belum pernah menjumpai si bunga tinggi hati, tapi hal itu justru aku jumpai di hatiku sendiri.
“Keindahanku” membuat kepalaku mendongak ke atas dan agak membesar, mulutku congkak, dadaku membusung, mataku melotot, jariku menunjuk-nunjuk, dan melupakan yang ada di belakangku.
Tinggi hati… melupakan kulitku, melupakan teman-teman sepenanggunganku, dan aku membuat mereka berkasak-kusuk: “Kacang lupa pada kulitnya!”

Kehancuran
Jika aku melupakan yang di belakang, jika aku adalah kacang yang lupa pada kulitnya, dan aku menjadi tinggi hati, pesan penulis Amsal, “Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.” (Amsal 18:12) dan “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.” (Amsal 16:5)
Hancur persaudaraan, bisa membuat hancur perekonomian, dan hancur hati menyelimuti diri.
Parah lagi adalah dihancurkan oleh Sang Pemilik Kehidupan: sungguh aku tidak akan luput dari hukuman.
Tuhan, tolong aku, jangan sampai aku melupakan pesan penulis Amsal dan menjadi kacang yang pada lupa kulitnya. (Simon NHK).
